Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. ~ Ernest Newman

12 Juni 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUMOR PANKREAS

KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 PENGERTIAN
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, mampu metastasis dimana sel-selnya tidak pernah menjadi dewasa. Tumor pankreas adalah tumor ganas dari jaringan eksokrın pankreas, yaıtu adenokarsinoma duktus pankreas, dan adenoma untuk yang jinak. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas (disingkat kanker pankreas). Yang termasuk tumor endokrin pankreas ialah insulinoma, glukagonoma, somastatinoma, dan gastrinoma.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian penyakit di temukan sekitar 3-5% dari semua karsinoma dan mencapai 17% dari seluruh karsinoma di saluran pencernaan . lebih banyak ditemukan pada kaum pria di bandingkan dari pada wanita. Kebanyakan diantaranya berada pada usia 50-70tahun.
2.3 ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian epidemiologic menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa factor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etıologi kanker pankreas merupakan interaksi kompleks antara faktor endogen pasien dan factor lingkungan dan faktor genetika.
1. Faktor Eksogen (Lingkungan)
Telah diteliti beberapa faktor resiko eksogen yang dihubungkan dengan kanker pankreas, antara lain : kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alcohol, kopi, dan zat karsinogen industry. Factor resiko yang paling konsisten adalah merokok.
2. Factor Endogen (Pasien)
Ada 3 hal penting sebagai faktor resiko endogen yaitu : usia, penyakit pancreas (pankreastitis kronik dan diabetes militus) dan mutasi genetik. Faktor Genetik
Pada masa kini peran faktor genetik pada kanker pancreas makin banyak diketahui. Sekitar 10% pasien kanker pancreas mempunyai predisposisi genitik yang diturunkan. Proses karsinogenesis kanker pankreas diduga merupakan akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetik.



2.4 PATOFISIOLOGI
Pada umumnya tumor meluas ke retroperitoneal ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada pembuluh darah, secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan lemak peripankreas, saluran limfe, dan perineural. Pada stadium lanjut, kanker kaput pancreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritoneum, hati dan kandung empedu. Kanker pancreas pada bagian dan ekor pancreas dapat metastasis ke hati, peritoneum, limpa, lambung dan kelenjar adrenal kiri. Karsinoma di kaput pancreas sering menimbulkan sumbatan pada saluran empedu sehingga terjadi kolestasis ekstra-hepatal. Disamping itu akan mendesak dan menginfiltrasi duodenum, yang dapat menimbulkan peradangan di duodenum. Karsinoma yang letaknya di korpus dan kauda, lebih sering mengalami metastasis ke hati danke limpa.

2.6 TANDA DAN GEJALA
Adenokarsinoma pankreas secara khusus tidak menyebabkan gejala sampai tumornya tumbuh besar. Ketika terdiagnosis, tumor sudah menyebar keluar pankreas menuju ke kelenjar getah bening di dekatnya atau ke hati atau paru-paru.
Gejala pertama yang khas :
1. Nyeri. Penderita mengalami nyeri perut (biasanya nyeri yang hebat di perut bagian atas yang menjalar ke punggung)
2. penurunan berat badan. Penurunan berat badan minimal 10% dari berat badan sebelumnya.
Jika kanker terjadi di kepala pankreas (bagian pankreas yang dekat dengan usus dua belas jari dan saluran empedu utama), gejala awalnya yang khas :
1. sakit kuning (jaundice) pada kulit, sclera dan jaringan lainnya. Disebabkan adanya penyumbatan pada saluran empedu utama.
2. Dapat pula disertai dengan rasa gatal yang menyeluruh.
Jika Tumor di badan dan ekor pankreas (bagian tengah dan bagian yang paling jauh dari usus dua belas jari), bisa menyumbat pembuluh balik yang berasal dari limpa dan menyebabkan:
1. pembesaran limpa dan varises (pembesaran dan pembengkakan pembuluh balik yang berkelok-kelok) di sekeliling lambung dan kerongkongan.
2. Bila varises tersebut pecah, maka bisa terjadi perdarahan hebat, terutama dari kerongkongan.

2.7 KLASIFIKASI
Tumor pankreas di klasifikasikan menjadi 4 yaitu:
1. Insulinoma
Tumor pankreas yang berasal dari sel beta dan mengeluarkan insulin. Sel beta mengeluarkan insulin sebagai respons terhadap peningkatan glukosa darah. Peningkatan hasil tindakan insulin untuk menurunkan glukosa darah kembali normal pada titik mana lebih sekresi insulin dihentikan.


2. Glukagonoma
Merupakan tumor yang menghasilkan hormon glukagon, yang akan menaikkan kadar gula dalam darah dan menyebabkan ruam kulit yang khas. Sebuah glucagonoma adalah tumor langka dari sel-sel alfa pankreas yang menyebabkan hingga 1000 kali lipat produksi berlebih dari hormon glukagon. Alpha sel tumor yang umumnya terkait dengan sindrom glucagonoma.

3. Somastatinoma
Somatostatinoma adalah tumor dari sel-sel delta pankreas endokrin yang menghasilkan somatostatin.
4. Gastrinoma
Gastrinoma adalah tumor pankreas yang menghasilkan hormon gastrin dalam jumlah yang sangat besar, yang akan merangsang lambung untuk mengeluarkan asam dan enzim-enzimnya, sehingga terjadi ulkus peptikum.

2.8 PEMERIKSAAN FISIK
• Inspeksi:Pada abdomen terlihat buncit namun badannya kurus
• Palpasi: teraba masa pada abdomen
• Auskultasi: bising usus meningkat

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Biopsy
• CT Scan,MRI, USG : Untuk pencitraan terhadap adanya masa dalam kaitannya adalah tumor pankreas
• Pemeriksaan feses : Khususnya pada pasien dengan ikterus akibat bendungan, tinjanya mengandung lemakyang busuk
• Tes faal hati : Adanya Karsinoma di kaput pancreas sering menyebabkan sumbatan di saluran empedu
• Pemeriksaan darah : yang diperhatikan adalah serum lipase, amylase dan glikosa darah.kadar limpase lebih sering meningkat bila di bandingkan serum amylase

2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Masalah dengan metabolisme glukosa
Tumor dapat mempengaruhi kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin sehingga dapat mendorong permasalahan di metabolisme glukosa, termasuk diabetes.
2. Jaundice
terkadang diikuti dengan rasa gatal yang hebat. Menguningnya kulit dan bagian putih mata dapat terjadi jika tumor pankreas menyumbat saluran empedu,yaitu semacam pipa tipis yang membawa empedu dari liver ke usus dua belas jari. Warna kuning berasal dari kelebihan bilirubin. Asam empedu dapat menyebabkan rasa gatal jika kelebihan bilirubin tersebut mengendap di kulit.
3. Nyeri.
Tumor pankreas yang besar akan menekan lingkungan sekitar saraf, menimbulkan rasa sakit di punggung atau perut yang terkadang bisa menjadi hebat
4. Metastasis.
Metastasis. Ini adalah komplikasi paling serius dari kanker atau tumor ganas pankreas. Pankreas Anda dikelilingi oleh sejumlah organ vital, termasuk juga perut Anda, limpa kecil, liver, paru-paru dan usus. Karena kanker pankreas jarang terdeteksi pada stadium awal, kanker ini seringkali menyebar ke organ-organ tersebut atau ke dekat ujung limpa.
5. Selain itu dapat pula mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaan lainnya seperti: kanker pancreas, DM type 2, kolelitiasis, kolesistitis


2.11 THERAPY
1. Bila nyeri yang bersifat sedang, bisa dikurangi dengan aspirin atau asetaminofen. Namun apabila nyeri hebat di perut bagian atas bisa dikurangi dengan posisi membungkuk, menundukkan kepala dan menekuk lutut atau dengan obat-obatan seperti kodein atau morfin per-oral (melalui mulut). Untuk 70-80% penderita dengan nyeri hebat, bisa dikurangi dengan suntikan penghambat nyeri pada saraf.
2. Rendahnya kadar enzim pencernaan bisa diobati dengan sediaan enzim per-oral (melalui mulut). Jika terjadi diabetes (kencing manis), mungkin perlu diberikan insulin.

2.12 PENATALAKSANAAN
Satu-satunya harapan penyembuhan adalah pembedahan, pembedahan dapat dilakukan pada penderita yang kankernya belum menyebar. Pada pembedahan dilakukan pengangkatan pankreas saja atau pankreas dengan usus dua belas jari. Bahkan setelah pembedahanpun, beberapa studi ilmiah mengatakan hanya 10% penderita yang bertahan hidup selama 5 tahun. Tindakan medis dalam pemberian obat-obatan hanyalah semata-mata untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan. Pembedahan adalah salah satu cara yang diharapkan dapat menyembuhkan klien.

2.13 PROGNOSIS
. Pankreas memproduksi sejumlah enzim yang berfungsi memecahkan makanan sehingga tubuh dapat menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan. Tetapi tumor pankreas seringkali menghambat produksi atau penyaluran enzim ini. Akibatnya, tubuh tidak bisa dengan mudah menyerap nutrisi, hal inilah yang menyebabkan Prognosis pada tumor pancreas akan semakin buruk apabila tidak ditangani secara dini.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
I. Identitas pasien
II. Status kesehatan
a. Status Kesehatan saat ini
b. Status Kesehatan Masa lalu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Diagnosa Medis dan Therapy
III. Pola Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pola Nafas
2. Pola Nutrisi (Makanan dan Minuman)
3. Pola Eliminasi
4. Pola Aktivitas dan Latihan
5. Pola Tidur dan Istirahat
6. Pola Berpakaian
7. Pola Rasa Nyaman
8. Pola Kebersihan Diri
9. Pola Rasa Aman
10. Pola Komunikasi (Hubungan dengan orang lain)
11. Pola Beribadah
12. Pola Produktivitas (Fertilisasi, Libido, Menstruasi, Kontrasepsi, dll)
13. Pola Rekreasi
14. Kebutuhan Belajar
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda- tanda Vital




2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d distensi abdomen
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
3. Intoleransi aktifitas b.d syok hipoglikemi
4. Gangguan integritas kulit b.d pruritus

3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d distensi abdomen
Setelah diberikan tindakan keperawata selama 3x24jam diharapkan nyeri berkurang /terkontrol dengan KH:
-nyeri berkurang
-TTV normal
TD : 120 / 80mmHg
N : 80 x/mnt
RR : 20 x / mnt
T : 36 ° C
Intervensi:
Kaji skala nyeri dengan PQRST
R/Untuk mengetahui tingkat nyeri yang di rasakan
Kaji TTV & KU pasien
R/ TTV mempengaruhi skala nyeri
Anjari teknik relaksasi
R/Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian terhadap nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
R/ Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan nutrisi pasien terpenuhi dengan KH:
-mual muntah berkurang
-Nafsu makan kembali normal.
-BB dapat di pertahankan
Intervensi
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/ Untuk meningkatkan selera makan pasien
Anjurkan oral higine 2 kali sehari
R/ Untuk mengurangi mual muntah
Obs. Berat badan & turgor kulit pasien
R/ Indikator fisiologi lanjut dari dehidrasi dan kurangnya nutrisi

3. Intoleransi aktifitas b.d syok hipoglikemi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 diharapkan pasien dapat beraktivitas dengan normal dengan KH:
-pasien tidak mengalami kelelahan
Intervensi
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat peningkatan kelelahan & perubahan TTV
R/ Menetapkan kemampuan pasien beraktivitas
Berikan lingkunag tenang & batasi pengunjung. Dorong penggunaan manajement stres
R/ Menurunan stres & rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala ditinggikan

4. Gangguan integritas kulit b.d pruritus
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 diharapkan Kulit kembali normal dengan KH:
- pasien tidak merasa gatal
Intervensi
Obsevasi kulit setiap hari. Catat warna, torgor, sirkulasi dan sensasi
1.R/ Menetukan garis dasar dimana perubahan dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
Pertahankan hygiene, misalnya menggunakan
.R/ Mempertahankan kebersihan kulit.
Kolaborasi dalam pemberian obat - obatan topikal, antihistamin
R/ Untuk mengurangi rasa gatal

4. Evaluasi Keperawatan
DX 1: Nyeri dapat teratasi.
DX 2: Kebutuhan nutrisi & cairan dapat terpenuhi.
DX 3: Pasien tidak mengalami kelelahan.
DX 4: Rasa gatal berkurang.

DAFTAR PUSTAKA
NANDA, Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005/2006, NANDA International, Philadelphia, 2005.
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCDoengoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
www.medicastore.com
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh disebabkan oleh panas pada suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metabolisme (Buku Penuntun Diet edisi baru)
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia, dan petir yang mengenai mukosa, dan jaringan yang lebih dalam ( Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001 )
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak mata dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga oleh sebab kontak dengan suhu renadah (frost bite). [kapita selekta jilid 2]

EPIDIMIOLOGI
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat. Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th).

ETIOLOGI
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
Luka Bakar Termal . Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
Luka Bakar Kimia. Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
Luka Bakar Elektrik. Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
Luka Bakar Radiasi. Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

FAKTOR PREDISPOSISI
1. Kecelakaan kerja
2. Pemakaian kosmetik berbahan kimia berbahaya
3. Kelalaian saat bekerja
4. akibat berjemur


PATOFISIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab ( burning agent ). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.
Dalamnya luka bakar tergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. Sebagai conth, pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis serta dermis sehingga terjadi cedera derajat- tiga ( fullthickness injury ). Pajanan selama 15 menit dengan air panas yang suhunya sebesar 56,10C mengakibatkan cedera full-thickness yang serupa. Suhu yang kurang dari 440C dapat ditoleransi dalam periode waktu yang lama tanpa menyebabkan luka bakar.


KLASIFIKASI
Fase Luka Bakar
A. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.


Klasifikasi luka bakar
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni :
1. Berdasarkan penyebab
 Luka bakar karena api
 Luka bakar karena air panas
 Luka bakar karena bahan kimia
 Laka bakar karena listrik
 Luka bakar karena radiasi
 Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bulae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
 Derajat II dangkal (superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh.
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
 Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau hitam
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
 Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
 Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.


c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992)
adalah :
- Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
- Luka tidak sirkumfer.
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
Luas Luka Bakar :
Dewasa : Hukum 9 (Rule Of Nine(s)) atau anak Table Lund & Bowder
- Permukaan kepala : 9 %
- Permukaan pinggang : 9 %
- Permukaan setiap lengan: 9 %
- Permukaan paha : 9 %
- Permukaan dada : 9 %
- Permukaan betis : 9 %
- Permukaan perut : 9 %
- Perineum & genital : 9 %
- Permukaan punggung : 9 %
- Telapak tangan : 1 %
Bayi : Rumus 10
Anak : Rumus 10-15-10


2. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai berikut
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & PERUT 13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4
LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4
LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3
LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI BAWAH KA 5 5 5,5 6 7
TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
GEJALA KLINIS
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka:
# Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah, nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum terbentuk lepuhan.



# Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
# Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya.
Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah mengalami kerusakan.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
2. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3. Pemeriksaan kepala dan leher
• Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
• Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
• Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
• Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang
• Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
• Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
4. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
5. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
6. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
7. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri


8. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
9. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
Bag tubuh 1 th 2 th Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan volume
• Pemeriksaan elektrolit pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
• Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan kehilanga protein
• Faal hati dan ginjal
• CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
• Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phospate
• Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
• Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan menunjukkan faktor yang mendasari
• ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

PROGNOSIS

Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar.
Pada luka bakar superfisial (derajat I dan derajat II superfisial), lapisan kulit yang mati akan mengelupas dan lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya. Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat dari dasar suatu luka bakar superfisial dengan sedikit atau tanpa jaringan parut. Luka bakar superfisial tidak menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam (dermis).

Luka bakar dalam menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan epidermis yang baru tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang terluka dan dari sisa-sisa epidermis di dalam daerah yang terluka. Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat lambat dan bisa terbentuk jaringan parut. Daerah yang terbakar juga cenderung mengalami pengkerutan, sehingga menyebabkan perubahan pada kulit dan mengganggu fungsinya.
Luka bakar ringan pada kerongkongan, lambung dan paru-paru biasanya akan pulih tanpa menimbulkan masalah. Luka yang lebih berat bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut bisa menghalangi jalannya makanan di dalam kerongkongan dan menghalangi pemindahan oksigen yang normal dari udara ke darah di paru-paru.

TERAPI / TINDAKAN PENANGANAN
Medikasi
• Antibiotika ( bila < 6 jam) diberikan Sefalosporin generasi III
• Analgetika
• Antasid (H2 blocker ) , untuk mencegah stress ulcer
• ATS / Toxod
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih lanjut, sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita. Kulit segera dibersihkan dari bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mengguyurnya dengan air.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika:
- Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
- Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan benar di rumah
Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
- Terjadi luka bakar pada organ dalam.

Luka bakar ringan
Jika memungkinkan, luka bakar ringan harus segera dicelupkan ke dalam air dingin. Luka bakar kimia sebaiknya dicuci dengan air sebanyak dan selama mungkin.
Di tempat praktek dokter atau di ruang emergensi, luka bakar dibersihkan secara hati-hati dengan sabun dan air untuk membuang semua kotoran yang melekat. Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka diberi obat bius dan digosok dengan sikat. Lepuhan yang telah pecah biasanya dibuang. Jika daerah yang terluka telah benar-benar bersih, maka dioleskan krim antibiotik (misalnya perak sulfadiazin).
Untuk melindungi luka dari kotoran dan luka lebih lanjut, biasanya dipasang verban.
Sangat penting untuk menjaga kebersihan di daerah yang terluka, karena jika lapisan kulit paling atas (epidermis) mengalami kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang dengan mudah akan menyebar. Jika diperlukan, untuk mencegah infeksi bisa diberikan antibiotik,

Untuk mengurangi pembengkakan, lengan atau tungkai yang mengalami luka bakar biasanya diletakkan/digantung dalam posisi yang lebih tinggi dari jantung.
Pembidaian harus dilakukan pada persendian yang mengalami luka bakar derajat II atau III, karena pergerakan bisa memperburuk keadaan persendian.
Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri selama beberapa hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan dengan status imunisasi penderita.

Luka bakar berat
Luka bakar yang lebih berat dan membahayakan nyawa penderitanya harus segera ditangani, sebaiknya dirawat di rumah sakit. Kepada korban kebakaran biasanya diberikan oksigen melalui sungkup muka (masker) untuk membantu menghadapi efek dari karbon monoksida (gas beracun yang sering terbentuk di lokasi kebakaran). Di ruang emergensi, dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi pernafasan, luka lainnya di tubuh serta dilakukan pengobatan untuk menggantikan cairan yang hilang dan untuk mencegah infeksi. Untuk mengobati luka bakar yang berat kadang digunakan terapi oksigen hiperbarik, dimana penderita ditempatkan dalam ruangan khusus yang mengandung oksigen bertekanan tinggi.
Jika terjadi cedera pada saluran udara dan paru-paru akibat kebakaran, untuk membantu fungsi pernafasan bisa dipasang sebuah selang yang dimasukkan ke dalam tenggorokan.
Selang tersebut perlu dipasang jika cedera menimpa wajah atau jika pembengkakan pada tenggorokan menyebabkan terganggunya fungsi pernafasan. Jika tidak terjadi gangguan pada sistem pernafasan maka yang perlu dilakukan hanya memberikan oksigen tambahan melalui sungkup muka. Setelah daerah yang terluka dibersihkan, lalu dioleskan krim atau salep antibiotik dan dibungkus dengan verban steril.
Verban biasanya diganti sebanyak 2-3 kali/hari. Luka bakar yang luas sangat rentan terhadap infeksi berat karena itu biasanya diberikan antibiotik melalui infus. Mungkin perlu diberikan booster tetanus.
Luka bakar luas bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh, karena itu untuk menggantikannya diberikan cairan melalui infus. Luka bakar dalam bisa menyebabkan mioglonulinuria, yaitu suatu keadaan dimana protein mioglobulin dilepaskan dari otot yang rusak dan menyebabkan kerusakan ginjal. Jika tidak segera diberikan cairan yang memadai, bisa terjadi kegagalan ginjal.Kulit yang terbakar akan membentuk permukaan yang keras dan tebal yang disebut eskar, yang bisa menyebabkan terhalangnya aliran darah ke daerah tersebut. Untuk mengurangi ketegangan pada jaringan yang sehat dibawahnya, biasanya dilakukan eskarotomi (pemotongan eskar). Jika luasnya tidak lebih dari uang logam 50 sen dan terjaga kebersihannya, luka bakar yang dalampun bisa pulih dengan sendirinya. Tetapi jika lapisan kulit dibawahnya mengalami kerusakan yang luas, biasanya perlu dilakukan pencangkokkan kulit (skin graft).
Bagian kulit yang sehat bisa berasal dari tubuh penderita sendiri (autograft), dari donor hidup maupun dari kulit orang yang sudah meninggal (allograft), atau dari mahluk lain selain manusia (xenograft, biasanya babi karena kulitnya paling mirip dengan kulit manusia. Autograft sifatnya permanen, tetapi skin graft dari donor (baik manusia maupun hewan) sifatnya sementara, yaitu hanya melindungi daerah yang terbakar pada saat tubuh melakukan penyembuhan sendiri dan 10-14 hari kemudian akan ditolak oleh tubuh. Biasanya perlu dilakukan terapi fisik dan terapi okupasional untuk meminimalkan jumlah jaringan parut dan untuk mempertahankan sebanyak mungkin fungsi dari daerah yang terbakar. Secepat mungkin dipasang bidai untuk menjaga agar persendian tetap bisa digerakkan sehingga otot dan kulit tidak menjadi kaku dan memendek. Bidai dipasang sampai terjadi pemulihan yang luas.Sebelum dilakukan skin graft, persendian yang terkena dilatih terlebih dahulu sehingga kemampuan geraknya meningkat. Setelah graft ditempelkan, biasanya dilakukan pembidaian selama 5-10 hari untuk memastikan bahwa graft telah terpasang sebagaimana mestinya. Penderita harus mengkonsumsi sejumlah kalori dan gizi yang cukup yang diperlukan untuk proses pemulihan.Jika usus tidak berfungsi akibat cedera atau pembedahan berulang, zat gizi biasa diberikan melalui infus.
Diperlukan waktu yang lama untuk pemulihan luka bakar yang berat, kadang sampai bertahun-tahun, karena itu penderita bisa mengalami depresi berat sehingga dukungan moril sangat diperlukan dari orang-orang di sekelilingnya.

PENATALAKSANAAN
1. Prioritas pertama dalam mengatasi luka bakar adalah menghentikan proses luka bakar. Ini meliputi intervensi pertolongan pertama pada situasi :
 Untuk luka bakar termal ( api ), ”berhenti, berbaring, dan berguling.” tutup individu dengan selimut dan gulingkan pada api yang lebih kecil. Berikan kompres dingin untuk menurunkan suhu dari luka. ( es atau air dingin menyebabkan cedera lanjut pada jaringan yang terkena )
 Untuk luka bakar kimia ( cairan ), bilas dengan air dalam jumlah banyak untuk menghilangkan kinia dari kulit. Untuk luka bakar kimia ( bedak ), sikat bedak kimia dari kulit kemudian bilas dengan air.
 untuk luka bakar listrik matikan sumber listrik pertama-tama sebelum berusaha untuk memisahkan korban dengan bahaya
2. Prioritas kedua adalah menciptakan jalan nafas yang efektif, untuk klien denagn kecurigaan cedera inhalasi berikan oksigen dilembabkan 100% melalui masker 10 l/mnt. Gunakan intubasi endotrakeal dan tempatkan pada ventilasi mekanik bila gas darah arteri menunjukkan hiperkapnia berat meskipun dengan O2 suplemen
3. Prioritas ketiga adalah resusitasi cairan agresif untuk memperbaiki kehilangan volume plasma secara esensial setengah dari perkiraan volume cairan diberikanpada delapan jam pertama pasca luka bakar dan setengahnya lagi diberikan selama 16 jam kemudian. Tipe-tipe cairan yang digunakan melipuit kristaloid seperti larutan ringer laktat dan atau seperti koloid seperti albumin atau plasma. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat dua atau tiga dengan luas > 25 % atau lien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu :
@ cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
1.Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
2.Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan diuresis.
@ cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus = % luka bakar X BB (kg) X 4cc. Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberika elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama.
4. Prioritas keempat adalah perawatan luka bakar :
 Pembersihan dan pemberian krim antimikroba topikal seperti silver sufadiazin ( silvadene )
 Penggunaan berbagai tipe balutan sintetik atau balutan biologis ( tandur kulit ) khususnya pada luka bakar ketebalan penuh.


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan :
1. Perubahan pada volume cairan : kekurangan berhubungan dengan luka bakar luas
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kehilangan integritas kulit yang disebabkan oleh luka bakar
4. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh, kemungkinan kontraktur sekunder terhadap luka bakar ketebalan penuh
5. Nyeri berhubungan dengan cedera luka bakar
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar melingkari ekstremitas atau luka bakar listrik dalam
7. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keadaan hipermetabolisme dan kesembuhan luka.

Rencana keperawatan
1. Perubahan pada volume cairan : kekurangan berhubungan dengan luka bakar luas
Intervensi
1. Awasi tanda-tanda vital
2. Awasi haluaran urine dan berat jenis
3. Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma dan membantu mencegah komplikasi
6. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, elektrolit)
Rasional
1. Memberikan pedoman untuk pengantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler
2. Secara umum penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran urine.
3. Mencegah ketidakseimbangan dan kelebihan cairan
4. Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
5. resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit,plasma,albumin
6. Kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit


2. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Intervensi
Untuk cedera inhalasi asap :
1. Pantau laporan-laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
2. Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan (dibuktikan dengan hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
3. anjurkan pernapasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
4. Pertahankan posisi semi fowler bila hipotensi tak ada.
5. Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dipsnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan-eskarotomi sesuai pesanan.
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yamg diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
2. suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernapasan dukungan sampai pasien dapat dilakukan secara mandiri. Intubasi endotrakeal dilakukan oleh orang yang mempunyai sertifikat dukungan hidup jantung (ACLS), terapis pernapasan perawat anestesi atau anestesiologis.
3. Pernapasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
4. Untuk memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
5. Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi dada. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kehilangan integritas kulit yang disebabkan oleh luka bakar
Intervensi
1. Pantau :
• Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bila tandur kulit dilakukan setiap 8 jam)
• Suhu setiap 4 jam
• Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
2. Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik (debridement) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan; implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau Op site.
3. Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan berikan krim antibiotik topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
4. Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan belikan antibiotik IV sesuai ketentuan.
5. Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan ”Perawatan Perlindungan Balik” untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan, dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisi pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
6. Bila riwayat imunisasi tidak adekuat, berikan globulin imun tetanus.
7. Mulai rujukan pada ahli diet. Berikan protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT (Nutrisi Parenteral Total) atau makanan enteral bila pasien tidak dapat makan per oral.
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
2. Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
3. Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan bakteri.
4. Temuan-temuan ini menandakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotik yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan sisi tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberikan media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
5. Kuli adalah lapisan pertama untuk mempertahankan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lain melindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang eksternal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.
6. Untuk melindungi terhadap tetanus.
Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada situasi kesehatan saat ini. Nutrisi adekuat (protein, karbohidrat, dan vitamin) adalah esensial untuk penyembuhan luka dan untuk memenuhi kebutuhan energi. Metabolisme ditingkatkan pada luka bakar berat.

4. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh, kemungkinan kontraktur sekunder terhadap luka bakar ketebalan penuh
Intervensi
1. Sediakan waktu untuk pasien dan orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan. Informasikan pasien tentang hasil yang diharapkan terhadap kedalaman area luka bakar.
2. Anjurkan latihan gerak aktif setiap 2 jam.
3. Anjurkan klien untuk memenuhi aktifitas kehidupan sehari hari dengan bantuan perawat (sesuai dengan kebutuhan).
Rasional
1. Mengekspresikan perasaan membantu memudahkan koping. Pengetahuan akurat tentang hasil yang diharapkan membantu memudahkan transisi melalui proses berduka.
2. Untuk mencegah pengencangan jaringan parut progresif dan kontraktur.
3. Melakukan aktifitas sehari-hari memberikan latihan aktif, memudahkan pemeliharaan flesibilitas sendi dan tonus otot.


5. Nyeri berhubungan dengan cedera luka bakar
Intervensi
1. kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10).
2. pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat
3. jelaskan prosedur / berikan informasi yang tepat, khususnya pada debridemen
4. dorong penggunaan teknik manajemen strees contoh relaksasi progresi, nafas dalam, dll
5. berikan analgesik (narkotik dan non narkotik ) sesuai indikasi
6. berikan aktifitas terapeutik tepat untuk usia / kondisi
berikan tempat tidur yang nyaman sesuai dengan indikasi.
Rasional
1. perubahan lokasi atau intensitas, karakter nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi.
2. pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar dan untuk mencegah menggigil.
3. membantu menghilangkan nyeri / meningkatkan relaksasi.
4. memfokuskan kembali perhatian, meningkatan teknik relaksasi dan untuk meningkatkan rasa kontrol.
5. menghilangkan rasa nyeri.
6. membantu mengurangi konsentrasi rasa nyeri memfokuskan kembali perhatian.
7. peninggian linen dari luka membantu mengurangi rasa nyeri.

6. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar melingkari ekstremitas atau luka bakar listrik dalam
Intervensi
1. Untuk luka bakar melingkari ekstrimitas pantau status neurovaskuler dari ekstrimitas setiap 2 jam.
2. Pertahankan ekstrimitas bengkak di tinggikan
3. Kolaborasi dengan tim medis bila terjadi penuruan nadi, pengisian kapiler buruk / penurunan sensasi.
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
2. untuk meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.
3. Temuan ini menandakan kerusakan sirkulasi distal

7. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keadaan hipermetabolisme dan kesembuhan luka.
Intervensi
1. Pertahankan jumlah kalori ketat, timbang tiap hari.
2. Berikan makan dan makanan kecil sedikit tapi sering
3. Berikan kebersihan oral sebelum makan
4. Barikan diit TKTP dengan tambahan vitamin
5. Pastikan makanan yang disukai dan yang tidak disukai.
Rasional
1. pedoman tepat untuk pemasukan kalori
2. membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan masukan.
3. meningkatkan rasa dan membantu nafsu makan yang baik
4. memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan BB dan mendorong regenerasi jaringan.
5. meningkatkan masukan dalam tubuh.


EVALUASI
DX : 1
Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi edema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml per jam.
DX : 2
Frekuensi pernapasan 12-24 x per menit, warna kulit normal, GDA dalam rentang normal, bunyi napas bersih, tak ada kesulitan bernapas.
DX : 3
Tak ada demam, tak ada pembentukan jaringan granulasi tetap bebas dari infeksi.
DX : 4
Mengungkapkan harapan realistis dari tindakan, mengungkapkan pernyataan positif tentang diri.
DX : 5
Menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
DX : 6
warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba
DX : 7
menunjukkan pemasukan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dibuktikan oleh BB stabil, dan regenerasi jaringan.

Daftar Pustaka
1. Engram, Barbara.1998.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3.Jakarta : EGC
2. Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapis
3. Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G.2001.Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC
OSTEOSARKOMA

A.Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian
Osteosarkoma adalah tumor yang berasal dari sel mesenkim yang
ditandai dengan differensiasi osteo balstik dari sel neoplasma (Robbins and Kummar. 458.1995). Jenis maligna terbanyak dari tumor tulang yang berjumlah kira-kira 20% dari semua kasus (Ghale and Charlotte. 2000).

2. Etiologi
Etiologi dari osteosarkoma masih belum diketahui tetapi radiasi dan
virus onkogenik yang telah terlibat dalam terjadinya keganasan serta faktor genetik.

3. Patofisiologi
Kebanyakan osteosarkoma dijumpai pada kelompok usia muda antara 10-25 tahun. Kemudian sering menyerang pada daerah ujung metafisis ulang panjang seperti :
 Ujung distal tulang femur
 Ujung proximal tibial
 Ujung proximal humerus
 Ujung proximal femur
 Untuk tulang kering yang sering diserang adalah illium


pathway
Tumor

Mengganti jaringan metafisis

Adanya erosi kortex dan jaringan lunak

Kavum medula digantikan oleh tumor

Lapisan permukaan tulang

Periosteum dan kortex terpisah

Klasifikasi dan menciptakan segitiga codman


4. Tanda dan Gejala
• Timbul rasa nyeri, tumpul dalam dan perasaan seperti dilakukan pemboran pada tulang.
• Terang atau pembengkakan pada tulang atau persendian.
• Nyeri dada
• Batuk
• Demam
• Berat badan menurun
• Malaise

5. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang antara lain:
- Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi tulang
- Pemeriksaan radidensitas menyatakan adanya pembentukan tulang baru
- Metode radigrafi dapat digunakan untuk menilai tumor tulang malignan yang meliputi radigrafi, scan tulang, arteriologi, computer tomografi, fluoroscopi, MRI
- Biopsi merupakan hal yang vital dalam menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi, eksisi, biopsi jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat di
diagnosis. Tujuan panatalaksanaan secara umum meliputi pembuangan tumor, penghindaran amputasi kalau memungkinkan, pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi: pembedahan, kemoterapi, radioterapi, bioterapi, atau terapi kombinasi, pemberian analgesik, tranquelizer, diet, imobilisasi anggota tubuh yang sakit.

7. Prognosa
Dahulu prognosa dari osteosarkoma jelek yaitu dengan kelangsungan
hidup selama 5 tahun sebesar 10-20% dengan metastase. Sedangkan pada saat ini prognosa dengan metastase adalah 40% kehidupan selama 5 tahun.















B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Nyeri diatas area yang sakit dari ekstremitas, khususnya pada malam hari.
- Keterbatasan penggunaan ekstremitas
- Anoreksia
- Penurunan berat badan
- Kelelahan
- Pembengkakan local dengan atau tanpa trauma
- Peningkatan suhu kulit diatas area yang dipengaruhi
- Peningkatan suhu


2. Diagnosa Keperawatan

1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosis kanker dan prognosa yang tidak pasti.

o Kriteria hasil
Ansietas, kekhawatiran dan kelemahan menurun pada tingkat yang dapat mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam aktivitas dan proses pengambilan keputusan.

• Intervensi keperawatan
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan suatu suasana lingkungan yang dapat diterima.
R/ Membantu pasien dalam membangun kepercayaan pada tenaga kesehatan.

b. Evaluasi kemampuan pasien dalam pembuatan keputusan.
R/ Membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan.

c. Dorong sikap harapan yang realistis.
R/ Meningkatkan kedamaian diri.

d. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
R/ Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan.

e. Klasifikasi persepsi pasien tentang proses penyakit, pengobatan.
R/ Membantu dalam memahami informasi yang penting dan menghilangkan mitos.

f. Jawab pertanyaan pasien atau bantu mereka dalam mendapatkan informasi.
R/ Menemukan kebutuhan penyuluhan pasien mungkin dapat membantu dalam koping.

g. Dorong untuk bersikap asertif dalam mencari informasi.
R/ Untuk menemukan kebutuhan pasien.


2. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengobatan kemoterapi berkaitan dengan destruksi secara cepat pembelahan sel hematopoetik normal yang mengakibatkan immunosupresi.

o Kriteria hasil
Penurunan potensial infeksi.

• Intervensi keperawatan
a. Pantau infeksi sistemik atau lokal infeksi.
R/ Kekurangan neutropil selama granulositopenia menghambat kemampuan untuk melawan infeksi dan dapat menutupi munculnya tanda-tanda infeksi.

b. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam dan lebih sering jika diperlukan.
R/ Demam atau hipertermia mungkin mengindikasikan munculnya infeksi pada pasien granulositopetik.

c. Kaji semua daerah prosedur invasif terhadap kemungkinan adanya tanda infeksi.
R/ Membantu mengidentifikasikan komplikasi.

d. Kaji kemungkinan adanya kerusakan kulit dan permukaan mukosa.
R/ Kulit dan membran mukosa memberikan jalan pertama dari pertahanan terhadap mikroorganisme.

e. Laporkan demam diatas 37,70 C dengan segera.
R/ Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan jumlah sel darah putih yang rendah mungkin hanya merupakan tanda infeksi pasien.

f. Mulai terapi antibiotik dengan segera setelah diperoleh kultur yang perlu.
R/ Pasien dapat mengalami sepsis dalam waktu 12 jam demam tinggi jika tidak diobati dengan antibiotik.

g. Bantu pasien mengenai kebersihan diri meliputi: mandi, kebersihan mulut dan perawatan perineal.
R/ Menurunkan kehadiran organisme endogen.

h. Anjurkan istirahat sesuai kebutuhan
R/ Keletihan dapat menekan sistem imun tubuh.

i. Ganti semua balutan setiap hari termasuk pada jalur sentral
R/ Mencegah sepsis pada daerah invasif atau daerah lain.


3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, dan diare karena kemoterapi.

o Kriteria hasil
Pasien mempertahankan berat badan 5% sebelum pengobatan. Pasien tidak
mengalami mual, muntah, atau jika akan dikontrol dan diminimalkan.

• Intervensi keperawatan
a. Kaji masukan makanan dan cairan
b. Beritahu jika pasien mempunyai beberapa jenis alergi.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai kebutuhan.
d. Timbang berat badan pasien saat masuk dan setiap minggu dengan menggunakan timbangan yang sama.
e. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering.
f. Instruksikan untuk menelan obat antiemetik sebelum makan jika ada mual atau muntah.
g. Anjurkan pasien untuk mencoba makanan yang berbeda jika ada perubahan rasa kecap.


4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan efek samping kemoterapi yang dapat mengakibatkan kemoterapi hematuria atau tosisitas renal.

o Kriteria hasil
Eliminasi urine optimal dapat dipertahankan

• Intervensi keperawatan
a. Pantau eliminasi urine yang meliputi warna, jumlah, adanya sel darah merah. Ureum, keratinin
b. Berikan kemoterapi pada pagi hari.
c. Instruksikan pasien untuk minum paling sedikit 8-12 gelas perhari sebelum atau sesudah kemoterapi.
d. Instruksikan pasien untuk berkemih setiap 2-3 jam sebelum tidur dan ketika bangun di malam hari.
e. Beritahu mengenai rasional untuk masukan cairan adekuat dan sering berkemih.


5. Nyeri berhubungan dengan intervensi pembedahan

o Kriteria hasil
Nyeri tidak ada atau terkontrol.

• Intervensi keperawatan

a. Tentukan letak nyeri, karakteristik, kualitas, dan beratnya sebelum pasien mendapatkan pengobatan pengobatan.
b. Cek pesanan medis terhadap obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik.
c. Cek riwayat alergi obat.
d. Pilih analgesik yang sesuai jika lebih dari satu yang diresepkan.
e. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik untuk dosis pertama atau jika ada tanda yang tidak diumum mohon dicatat.
f. Bantu relaksasi untuk memfasilitasirespon terhadap analgetik.
g. Berikan analgetik pada waktunya terutama untuk nyeri berat.
h.

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
nyeri karena pembedahan atau amputasi bagian tubuh yang terkena, interupsi
pembedahan atau pengangkatan otot-otot, kartilago dan ligamen.

o Kriteria hasil
Pasien mampu bergerak atau berpindah secara mandiri.

• Intervensi keperawatan
a. Kaji puntung terhadap pembengkakan dan tanda-tanda infeksi.
b. Kaji balutan terhadap pendarahan.
c. Tinggikan kepala tempat tidur selama 24 jam pertama setelah amputasi.
d. Posisikan anggota badan yang sakit pada kesejajaran tubuh yang tepat.
e. Posisikan pasien dengan amputasi kaki pada lambung 3 x sehari.
f. Posisikan puntung dibawah lutut pada posisi ekstensi.
g. Berikan alat untuk berpegangan diatas tempat tidur.
h. Bantu dalam latihan dengan tepat.

















DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN IMPAKSI SERUMEN

I. Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertian
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Mansjoer, Arif :1999).
b. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain:
- Dermatitis kronik pada telinga luar,
- Liang telinga sempit,
- Produksi serumen terlalu banyak dan kental,
- Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).
c. Patofisiologi
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran . usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.
Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan.

d. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi serumen, antara lain :
- Pendengaran berkurang.
- Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan dinding liang telinga.
- Telinga berdengung (tinitus).
- Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)
e. Pemeriksaan Fisik
Telinga luar diperiksa dengan
inspeksi dan palpasi langsung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
 deformitas, lesi,
 cairan begitu pula ukuran,
 simetris dan sudut penempelan ke kepala..
 Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
 Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan
pada dasar kanalis.
Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada lipatan malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa dicatat dan deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gelembung udara, atau masa di telinga tengah harus dicatat.
 Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bila kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
h. Pemeriksaan Penunjang
a.CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
b.Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi inf.
c.Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normal beberapa bulan setelah resolusi klinik
d.MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
e.Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik
f.Ketajaman Auditorius.
 Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
 Bisikan kata atau detakan jam tangan.
Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
g. Uji Weber
memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.
h.Uji Rinne
gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.

i. Penatalaksanaan
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain:
1. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit).
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata pasien dan penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama saat MRS
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).
- Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar.

3. Pola kebutuhan dasar manusia
Pola kebutuhan dasar manusia meliputi :
- Pola napas
- Pola makan dan minum
- Pola eliminasi (BAB dan BAK)
- Pola istirahat dan tidur
- Pola berpakaian
- Pola rasa nyaman
- Pola kebersihan diri
- Pola rasa aman
- Pola komunikasi
- Pola beribadah
- Pola produktivitas
- Pola rekreasi
- Pola kebutuhan belajar

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi
2. Gangguan persepsi dan sensori (auditori) b.d. perubahan persepsi sensori
3. Gangguan harga diri b.d. stigma berkenaan dengan kondisi
4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai penyakit
5. Resiko infeksi b.d trauma pada kulit


c. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri pasien berkurang dengan KH:
- Pasien tampak rileks,
- skala nyeri (1-3)
Intervensi
• Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas.
• Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
• Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
• Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti nafas dalam
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (analgesik).
Rasional
• Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
• Untuk meningkatkan relaksasi.
• Dapat mengurangi rasa nyeri pasien
• Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan relaksasi mental dan fisik.
2. Gangguan persepsi dan sensori (auditori) b.d. perubahan persepsi sensori
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Gangguan persepsi sensori berkurang / hilang dengan KH :
- Pasien dapat mendengar dengan baik
- Pasien tidak meminta untuk mengulang setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya
Intervensi
• Memandang ketika sedang berbicara
• Kaji ketajaman pendengaran pasien
• Menggunakan tanda – tanda nonverbal (mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh) dan bentuk komunikasi lainnya.
• Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien
• Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program teraphy
Rasional
• Menunjukkan perhatian dan penghargaan
• Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan intervensi
• Membantu klien untuk mempersepsikan informasi
• Untuk menghindari perasaan terisolasi pasien
• Mematuhi program therapy akan mempercepat proses penyembuhan


3. Gangguan harga diri b.d. stigma berkenaan dengan kondisi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan gangguan harga diri pasien teratasi
dengan KH :
- Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi
- Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi
Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri yang negatif.
Intervensi
• Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan derajat ketidakmampuannya
• Dorong klien untuk mengeksplorasi perasaan tentang kritikan orang lain.Diskusikan cara koping perasaan ini dan bagaimana menerima ketidaksetujuan orang lain tanpa mengalami perasaan gagal
• Identifikasi arti dari kehilangan/disfungsi/perubahan pada pasien
• Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah
Rasional
• Penentuan faktor-faktor secara individual membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan/intervensi
• Mungkin memiliki perasaan tidak realistik saat dikritik dan perlu mempelajari bagaimana menerapkan kriktik konstruktif untuk pertumbuhan pribadi bukan merusak diri sendiri.Membantu mengembangkan percaya pada kemampuan dan penilaian sendiri disamping apa yang dipikirkan orang lain
• Kadang-kadang pasien menerima dan mengatasi gangguan fungsi secara efektif dengan sedikit penanganan, dilain pihak ada juga orang yang mengalami kesulitan dalam menerima dan mengatasi kekurangannya
• Mendemontrasikan penerimaan/membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan ini

4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai penyakit
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan akan informasi terpenuhi dengan KH :
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi
• Tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.
• Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan
• Berikan informasi mengenai penanganan dan pengobatan, interaksi,efek samping dan pentingnya ketaatan pada program
• Berikan HE pada pasien
Rasional
• Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
• Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
• Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam proses penyembuhan
• Diharapkan pasien memahami kondisi dan penanganan penyakit yang dialami

5. Resiko infeksi b.d trauma pada kulit
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3X24 jam diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil:
- Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti:
Kalor,dubor,tumor,dolor,dan fungsionalasia.
TTV dalam batas normal
Intervensi
• Kaji tanda – tanda infeksi
• Pantau TTV,terutama suhu tubuh.
• Ajarkan teknik aseptik pada pasien
• Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien.
Rasional
• Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi. Dan untuk menentukan tindakan keperawatan berikutnya.
• Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahuikeadaan umum pasien. Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu tanda – tanda infeksi.
• Meminimalisasi terjadinya infeksi
• Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.


d. Evaluasi
1. Dx 1 : - pasien tampak rileks
- skala nyeri 1-3
2. Dx 2 : - pasien dapat mendengar dengan baik
- pasien tidak mengulang untuk meminta untuk mengulang
setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya
3. Dx 3 : - Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang telah terjadi
- Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam
situasi
- Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep
diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri
yang negatif
4. Dx 4 : - pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan
pengobatan
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan
proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
5. Dx 5 : - Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti:
Kalor,dubor,tumor,dolor,dan fungsionalasia.
- TTV dalam batas normal

DAFTAR PUSTAKA
Adams,George L.dkk.1997.Boies:Buku Ajar Penyakit THT.Ed 6 : Jakarta.EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8 : Jakarta. EGC

Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3 : Jakarta. EGC

Mansjoer,Arief,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3: Jakarta.Mediaaesculapius

www. iranichi.multiply.com

www.blogdokter.net/2008/.../untung-ruginya-kotoran-telinga
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
Sirosis Hepatis

1. Pengertian
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

2. Epidemiologi
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsy sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat. Angka kejadian di Indonesia menunjukan pria lebih banyak menderita sirosis dari wanita (2-4,5:1), terbanyak didapat pada decade kelima. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dari 19.914 pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati(5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 8.19 pasien sirosis hati (72,7%) perbandingan pria dan wanita 2,2:1 dari hasil biopsy ternyata kekerapan sirosisc mikro dan makronodular hampir sama (1,6:1,3).
3. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
4. Patofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.


6. Klasifikasi
Terdiri atas :
1. Etiologi
2. Morfologi
3. Fungsional

1. Klasifikasi Etiologi
1.1 Etiologi yang diketahui penyebabnya.
1.1.1. Hepatitis virus tipe B dan C
1.1.2. Alkohol
1.1.3. Metabolik
Hemokromatosis idiopatik, penyakit wilson, defisiensi alpha 1 anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan glikogen
1.1.4. Kolestasis kronik atau sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik
1.1.5. Obstruksi aliran vena hepatik
Penyakit veno oklusif.
Sindrome Budd Chiari.
Perikarditis kontruktiva.
Payah jantung kanan.
1.1.6. Gangguan imunologis
Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
1.1.7. Toksik dan obat
MTX,INH,Metildopa
1.1.8 . Operasi pintas usus halus pada obesitas
1.1.9. Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistomiasis (biasanya ada hubungan dengan etiologi lain)
1.2. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya
Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik atau heterogenos. Ada yang mendapatkan kekerapan sekitar 50%, di Inggris 30%. Diprancis dimana alkoholisme sebagai etiologi banyak dijumpai, angka kriptogenik menurun. Juga dinegara dimana faktor etiologi telah diketahui seperti infeksi hepatitis viral dengan serologik marker, angka kejadian kriptogenik akan menurun

2. Klasifikasi Morfologi
Secara makroskopik sirosis dibagi atas :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran

1. Sirosis Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut diseluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3mm, sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Sirosis Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya pada daerah luas dengan parenkim yang masih banyak atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Sirosis Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Biopsi Hati:
Diagnosis pasti suatu penyakit hati seperti sirosis hati dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati.
3. Klasifikasi Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas :
 Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
 Dekompensasi (Aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

1. Kegagalan hati/hepatoseluler
Dapat timbul keluhan subyektif berupa lemah, berat badan menurun, kembung, mual ,dll.
Spider nevi/agiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas.
Eritema palmaris.
Asites
Pertumbuhan rambut berkurang
Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul:
Ikterus/jaundice, subferbis, sirkulasi hiperkinetik dan faktor hepatik.
Enselofati hepatik, bicara gagok atau slurred speech, flaping tremor akibat amonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
Hipoalbuminemia, Edema pretibial, gangguan koagulasi darah atau difesiensi protrombin.

2. Hipertensi Portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya registensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal ke sistem portal akibat distorsi arsitektur hati. Biasanya disebabkan satu faktor saja misalnya penigkatan resistensi. Lokasi penigkatan resistansi bisa :
Prehepatik, biasa kongenital, trombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik menigkat tetapi tekanan portal intrahepatik normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfe.
Intrahepatik
Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
Sinusoinal (Sirosis hati)
Post-sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran
2.3. Posthepatik karena perikarditis kontriktiva, insufisiensi trikuspidal.
7. Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

8. Pemeriksaan Fisik
8.1. Hati
Perkiraan besar hati, biasa hati membesar paa awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapat tangannya sendiri (7-10cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biaanya kenyal/firm,pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit tekan pada perabaan hati.
8.2. Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:
8.2.1. Scuffner. Hati membesar kemedial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).
8.2.2. Hacket, bila limfa membesar kearah bawah saja (HI-V)
8.3. Perut dan Ekstra Abdomen
Pada perut diperhatikan vena kolateral dan asites.
8.4. Manifestasi diluar perut.
Perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pingang, caput medussae dan tubuh bagianbawah. Perlu diperhatikan adanya aritema palmaris, ginekomastia dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangaan dalam menegakkan diagnosis sirosis hati.
1) Darah
Bisa dijumpai Hb rendah, Anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolestrol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik
2) Kenaikan kadar enzim transaminase atau SGOT, SGPT tidak berupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran darisel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3) Albumin.Kadar albumin yang merendah merupakan cereminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stres seperti tindakan operasi.
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal mempunyai prognosis yang jelek.
5) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na kurang dari 4meq/l menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K parentral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan Hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan pendarahan baik dari varises esofagus, gusi maupu efistaksis.
7) Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukan prognosis kurang baik
8) Pemeriksaam Marker serologi pertanda virus seperti HBsAg atau HBsAb, HBeAg atau HBeAb, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.
Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan.Nilai AFP yang terus menaik mempunyai n9ilai diagnostik untuk suatu hepatoma atau kanker hati primer. Nilai AFP > 500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
b. Radiologi
Dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
c. Esofagoskopi
Dengan ini dapat dilihat varises esofagos sebagai komplikasi sirosis hat kelebihannya ialah dapat melihat langsung pendarahan varises esofagus , tanda-tanda yang mengarah yang akan kemungkin an terjadi pendarahan.
d. Ultrasonografi
Diperlukan pengalaman seorang seorang sonografis karena banyak faktor subyektif yang dilihat pingirhati, permukaan, pembesaran, homogenitas, asites, splenomegali gambaran vena hepatika, vena porta,pelebaran saluran empedu daerah hipo atau hiperekoik.
e. Sidikan Hati
Radionukleid yang disuntikan secara intra vena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limfe. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limfe, kelainan tumorhati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpuk dan difus.
f. Tomografi komputerisasi
Walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar , bentuk dan homogenitas hati
g. ERCP
Digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstra hepatik.
h. Angiografi
Angiografi selektif, seliak gastrik atau splenofotografi terutama pengukuran tekanan vena porta.
Pada beberapa kasus prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista
10. Prognosis
Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis reversibel. Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson`s ternyata pada proses penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis akibat alkohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alkohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi,minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi Child yang dikembangkan maka keadaan dibawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari sirosis.
1) Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.
2) Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar.
3) Kadar albumin rendah.
4) Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatik spontan tanpa faktor pencetus luar.Gagal hati tanpa pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang jelas faktor pencetusnya.
5) Hati mengecil.
6) Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus.
7) Komplikasi nrurologis bukan akibat kolateralisasi ekstensif.
8) Kadar protrombin rendah.
9) CHE rendah,sediaan biopsi yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan.
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati atau kegagalan hepatoseluler,beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
11. Terapi atau tindakan penanganan
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal.Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
1) Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur,istirahat yang cukup,susunan diet tinggi kalori dan protein,lemak secukupnya (DH III-IV).Bila
6 Proses Keperawatan Pada Pasien Sirosis Hepatis
• Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau (durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Yang juga harus dicatat adalah riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat anestesi umum dicatat dan dilaporkan.
Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani. Di samping itu, hubungan pasien dengan keluarga, sahabat dan teman sekerja dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi sekunder akibat meteorismus (kembung), perdarahan gastrointestinal, memar dan perubahan berat badan perlu diperhatikan.
Status nutrisi yang merupakan indikator penting pada sirosis dikaji melalui penimbangan berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan antropometrik dan pemantauan protein plasma, transferin, serta kadar kreatinin.
Data dasar pengkajian pasien sirosis hepatis (Marylinm E.Donenges, tahun 1999)

1) Aktivitas/istirahat
Subyektif : Pasien mengeluh badan lemas, kelelahan dan terlalu lelah
Obyektif : Letargi, penurunan massa otot/tonus.

2) Sirkulasi
Subyektif : Pasien mengatakan ada riwayat penyakit jantung reumatik, perikarditis, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati)
Obyektif : Distensi vena abdomen

3) Eleminasi
Subyektif : Pasien mengeluh tidak bisa flatus
Obyektif : Distensi abdomen, penurunan/tidak adanya bising usus, urine gelap dan pekat

4) Makan/Minum
Subyektif : Mengeluh tidak ada nafsu makan,mual muntah, dan tidak dapat mencerna
Obyektif : Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan). Edema umum pada jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik ,nafas berbau/fetorepatikus, pendarahan gusi.

5) Neurosensori.
Subyektif : Orang terdekat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Obyektif : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tak jelas,asterik(ensefalopati hepatik).

6) Kenyamanan
Subyektif : Pasien mengeluh nyeri perut dan merasa gatal pada daerah perut.
Obyektif : Prilaku berhati-hati/distraksi, fokus padadiri sendiri.


7) Pernafasan
Subyektif : Mengeluh sesak nafas
Obyektif : Takipnea, pernafasan dangkal, terdabat bunyi nafas tambahan ,ekspansai paru terbatas (asites), hipoksia.


8) Keamanan
Subyektif : Perasaan gatal
Obyektif : Ikterik, ptekie angioma, spidernefi, iretema palmar.


9) Seksualitas
Subyektif : Mengeluh ada gangguan menstruasi, impoten.
Obyektif : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)

10) Pembelajaran
Subyektif : Mengatakan ada riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan penyakit hati alkoholik, riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpapar pada toksin, trauma hati, perdarahan gastro intestinal; atas dan penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Obyektif : Memerlukan bantuan dengan tugas perawatan/ pengaturan rumah, menunjukan rerata dirawat 7,2 hari.

Pemeriksaan diagnostik.
a) Skan biopsi hati : Menditeksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
b) Esofaguskopi : Dapat menunjukan adanya varises esofagus.
c) Bilirubinserum : Meningkat karena gangguan seluler, ketidak mampuan hati untuk mengkunjugasi, atau obstruksi bilier.
d) AST (SGOT) ALT(SGPT) LDH : Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
e) Alkaline fosfatase : Meningkat karena penurunan ekskresi.
f) Albumin serum : Menurun karena penekanan sintesis.
g) Globulin (Ig A dan Ig G) : Peningkatan sintesis
h) Darah lengkap : Ab/Ht dan SDM mungkin menurun karena pendarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Lecopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme dan defisiensi besi. Lecopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
i) Masa protrombin/PPT : Memanjang (penurunan sintesis protrombin)
j) Fibrinogen : Menurun
k) BUN : Meningkat menunjukan kerusakan darah/protein.
l) Amoniasirum : Meningkat karena ketidak mampuan untuk berubah dari amonia menjadi urea.
m) Glukosaserum : Hipoglikemia diduga mengganggu glikoserin
n) Elektrolit : Hipokalimia menunjukan penuingkatan aldosteron, meskipun sebagai ketidak seiombangan dapat terjadi.
o) Kalsium : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi vitamin D.
p) Pemeriksaan nutrien : Definisi vitamin A, B12, C, K, asam folat dan besi.
q) Urobilinogen urine : Ada/tak ada sebagai petunjuk untuk membedakan penyakit hati, penyakit himolitik, dan obstruksi biler
r) Urobilinogen fekal : Penurunan ekskresi
s) Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yanmg mungkin sebagai faktor pedisposisi.

b. Diagnosa Keperawatan ( Marilynn E. Doenges, 1999 )

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diet tidak adekuat : anoreksia mual muntah.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi:penurunan protein plasma,kelebihan masukan cairan / kelebihan natrium.
3) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi / status metabolik,akumulasi garam empedu pada kulit,adanya edema dan asites.
4) Risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya asites.
5) Risiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan profil darah abnormal : gangguan faktor pembekuan (penurunan produksi protrombin, pibrinogen dan gangguan absorpsi vitamin K).
6) Risiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan (tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala diagnosa actual).
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan biofisika/gangguan penampilan fisik, prognosis yang meragukan, perubahan peran fungsi.
8) Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronik sekunder akibat sirosis.
9) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, kesalahan interprestasi, ketidak biasaan terhadap sumber-sumber inpormasi.


c. Perencanaan dan rasional (Marilynn E.Doenges,1999)

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diet tidak adekuat : anoreksia mual muntah.

Pasien akan menunjukan peningkatan berat badan prograsif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi lebih lanjut
Intervensi
1) Ukur masukan diet dengan jumlah kalori
R/ Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan /defisiensi
2) Timbang sesuai dengan indikasi, bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep
R/ Menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi sulit karena keadaan gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan masa otot dan simpanan lemak subkutan.
3) Berikan makanan sedikit dan sering
R/ Buruknya toleransi terhadap makan banyak, mungkin berhubungan dengan peningkataan tekananan intra abdomen/asites.
4) Berikan tambahan garam bila diijinjkan hindari yang mengandung ammonium
R/ Tambahan garam meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan, ammonia berisiko ensefalopati.
5) Berikan makanan halus hindari makanan kasar sesuai indikasi
R/ Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat
6) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
R/ Pasien cendrung mengalami luka atau pendarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut dapat menyebabkan anoreksia
7) Kolaborasi dengan dokter : berikan obat sesuai indikasi contoh : Tambah vitamin. Tiamin, dan asam folat
R/ Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang rusak tak dapat menyimpan vitamin A. B kompleks, D dan K, juga kekurangan besi dan asam folat menimbulkan anemia

2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi:penurunan protein plasma,kelebihan masukan cairan / kelebihan natrium.
Menunjukan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran. Berat badan stabil ,tanda vital dalam rentan normal, dan tidak ada edema
Intervensi
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (Pemasukan melebihi pengeluaran timbang berat badan tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5kg/hari
R/ Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan , dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif/ peningkatan berat badan menunjukan retensi cairan lanjut. Penurunan volume sirkulasi ( perpindahan cairan) dapat mengakibatkan secara langsung fungsi/ haluran urine, mengakibatkan sindrom hepato renal.
2) Awasi tekanan darah
R/ Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar vaskuler. Distensi jugularis eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler
3) Auskultasi paru, catat penurunan/tak ada bunyi nafas dan terjadinya bunyi tambahan (krekels)
R/ Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi gangguan pertukaran gas dan komplikasi edema paru
4) Kaji derajat perifer/edema dependen.
R/ Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retrensi natrium dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH.
5) Ukur lingkaran abdomen
R/ Menunjukan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/ cairan kedalam area peritoneal akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume sirkulasi menyebabkan defisit



3) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi / status metabolik,akumulasi garam empedu pada kulit,adanya edema dan asites.
Mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukan prilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
1) Lihat permukaan kulit/ titik tekan secara rutin gunakan lotion minyak dan batasi penggunaan sabun untuk mandi
R/ Edema jaringan lebih cendrung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus, asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat
2) Ubah posisi pada jadwal teratur, saat diskusi/tempat tidur bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif
R/ Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan mempertahankan mobilitas sendi.
3) Tinggikan ekstremitas bawah.
R/ Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas.
4) Pertahankan seprei kering dan bebas lipatan .
R/ Kelembapan meningikan proritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
5) Gunting kuku jari hinga pendek
R/ Mencegah pasien dari cidera tambahan pada kulit khususnya bila tidur.
6) Berikan perawatan perinial setelah berkemih dan defikasi.
R/ Mencegah ekskorasi kulit dari garam empedu


4) Risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya asites.
Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif
Intervensi
1) Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan
R/ Pernafasan dangkal cepat/dipsnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2) Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi dan ronkhi.
R/ Menunjukan adanya komplikasi (adanya bunyi tambahan menuju akumulasi cairan/sekresi tak ada/menurunkan bunyi atelektasis) meningkatkan risiko infeki.
3) Selidiki perubahan tingkat kesadaran.
R/ Perubahan mental dapat menunjukan hipoksemia dan gagal pernafasan, yang sering disertai koma hepatik.
4) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi posisi miring.
R/ Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan aspirasi secret.
5) Ubah posisi dengan sering, dorong nafas dalam dan latihan batuk.
R/ Membantu ekspirasi paru dan mobilitas secret
6) Awasi suhu catat adanya menggigil meningkatnya batuk, perubahan warna/ karakter sputum
R/ Menunjukan timbulnya infeksi (pneumonia).
7) Kolaborasi dengan dokter: photo thorak , berikan tambahan O2 sesuai dengan indikasi
R/ Menyatakan perubahan status pernafasan , terjadinya komplikasi paru.O2 mungkin perlu untuk mencegah hipoksia.


5) Risiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan profil darah abnormal : gangguan faktor pembekuan (penurunan produksi protrombin, pibrinogen dan gangguan absorpsi vitamin K).
Pasien akan menunjukan prilaku menurunkan resiko perdarahan
Intervensi
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal (semua sekresi untuk adanya darah warna coklat atau samar ). Observasi warna, konsistensi feses dan muntah
R/ Esofagus dan rectum paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mucosa yang mudah rusak dan gangguan dalam hemostssis karena sirosis
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu sumber atau lebih
R/ KID sub akut dapat terjadi sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan
3) Awasi nadi, tekanan darah dan CVP bila ada
R/ Peningkatan nadi dengan penurunan tekanan darah dan CVP dapat menunjukan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
4) Catat perubahan mental/tingkat kesadaran
R/ Perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
5) Hindari pengukuran suhu rectal, hati-hati memasukan selang gastrointestinal.
R/ Rectal dan vena esophageal paling rentan untuk robek
6) Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bekas injeksi
R/ Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan risiko perdarahan/ hematoma.
7) Kolaborasi dengan dokter: awasi Hb ,Ht, dan faktor pembekuan. Berikan obat sesuai dengan indikasi; vitamin tambahan (vitamin K,D, dan C)
R/ Indikator anemia, perdarahan aktif atau terjadinya komplikasi (KID). Meningkatkan sintesis protrombin dan koagulasi bila hati berfungsi kekurangan vitamin C meningkatkan kerentanan terhadap sistem gastro intestinal untuk terjadi iritasi/perdarahan .


6) Risiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan (tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala diagnosa actual).
Pasien akan menunjukan perubahan prilaku pola hidup untuk mencegah /meminimalkan perubahan mental.
Intervensi
1) Observasi perubahan prilaku dan mental (letargi, bingung, cendrung tidur, bicara lambat/tak jelas, peka rangsangan)
R/ Pengkajian terus menerus terhadap prilaku dan status mental penting karena fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Catat terjadinya asterik, fektor hepatikum, aktifitas kejang.
R/ Menunjukan peningkatan kadar ammonia sirum. Peningkatan resiko berlanjutnya enselofati.
3) Konsul pada orang terdekat tentang prilaku umum dan mental pasien.
R/ Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
4) Orientasikan kembali pada waktu tempat orang sesuai kebutuhan .
R/ Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan menurunkan bingung/ansietas.
5) Pertahankan kenyamanan, lingkungan tenang dan pendekatan lambat, kegiatan tenang. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
R/ Menurunkan rangsangan berlebihan/ kelebihan sensori, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan koping.
6) Pasang pengaman tempat tidur dan beri bantalan bila perlu. Berikan pengawasan ketat.
R/ Menurunkan resiko cidera bila bingung, kejang atau terjadi perilaku merusak.
7) Kolaborasi dengan dokter: Awasi pemeriksaan laboratorium (Amonia, Elektrolit, Ph, BUN, glukosa, darah lengkap dengan difrensial.Berikan obat sesuai indikasi : Elektrolit
Agen bakterial (neo misin ,kanamisin)
R/ Peningkatan kadar ammonia, hipokalemia, alkalosis metabolik, hipoglikemik, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan atau berpotensi terjadi koma hefatik. Memperbaiki ketidak seimbangan dan dapat memperbaiki fungsi serebral/ metabolisme ammonia. Menghancurkan bakteri usus menurunkan produksi ammonia dan mencegah ensefalopati.


7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan biofisika/gangguan penampilan fisik, prognosis yang meragukan, perubahan peran fungsi.
Pasien akan : menyatakan pemahaman dan penerimaan diri pada situasi yang ada. Mengidentifikasi perasaan dan metode koping terhadap persepsi diri negatif
1) Diskusikan situasi /dorong pernyataan takut/masalah. Jelaskan hubungan antara gejala dan asal penyakit.
R/ Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alkohol atau penggunaan obat lain.
2) Dukung dan dorongan pasien (berikan perawatan dengan positif, prilaku bersahabat)
R/ Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan untuk membuat upaya membantu pasien merasakan nilai pribadi.
3) Dorong keluarga/orang terdekat untuk menyatakan perasaan berkunjung/berpartisipasi pada perawatan.
R/ Anggota keluarga dapat merasakan bersalah tentang kondisi pasien dan takut terhadap kematian. Kebutuhan dukungan emosi tanpa penilaiaan dan bebas mendekati pasien. Partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan kepada staf, pasien dan orang terdekat
4) Bantu pasien /orang terdekat untuk mengatasi perubahan penampilan (anjurkan memakai baju yamg tidak menonjolkan gangguan penampilan seperti pakaian merah, biru atau hitam)
R/ Pasien dapat menunjukan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites, area ekimosis. Meningkatkan harga diri dan meningkatkan rasa control.


8) Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronik sekunder akibat sirosis.
Pasien akan : menunjukan tanda fisiologis efek dari keletihan (menurunnya keluhan fisik, secara emosional labil dan tidak mudah tersinggung, bugar dan bersemangat. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa)
Intervensi
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas /rutinitas biasa, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2) Kaji kehilangan gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot.
R/ Menunjukan perubahan neurologi karena difisiensi vitamin B 12 mempengaruhi keamanan pasien /risiko cidera.
3) Berikan lingkungan yang tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telpon dan gangguan , berikan tindakan yang tidak direncanakan .
R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
4) Berikan bantua dalam aktivitas /ambulasi bila perlu memungkinkan pasien untuk melakukan secara bertahap.
R/ Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sendiri
5) Gunakan teknik penghematan energi (mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas)
R/ Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpanan energi dan mencegah kelemahan
6) Rencanakan kemajuan aktifitas dengan pasien, termasuk aktifitas yang pasien pandang perlu ditingkatkan tingkat aktifiytas sesuai dengan toleransi.
R/ Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.



9) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, kesalahan interprestasi, ketidak biasaan terhadap sumber-sumber inpormasi.
Pasien akan : menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan
Intervensi
1) Kaji ulang proses penyakit /prognosis dan harapan yang akan datang.
R/ Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang membuat pilihan informasi.
2) Informasikan pasien tentang efek gangguan obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan atau dijelaskan oleh dokter yang mengenal riwarat pasien
R/ Beberapa obat bersifat Hepatotosik (narkotik, sedatif, dan hipnotik). Selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolisme semua obat potensial efek akumulasi atau meningkatnya kecendrungan pendarahan.
3) Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang dan keju padat.Berikan instruksi diet tertulis.
R/ Pemeliharaan diet yang tepat dapat menghindari makanan tinggi ammonia, Perbaiki gejala dan membantu mencegah kerusakan hati. Intruksi tertulis akan membantu pasien sebagai rujukan dirumah.
4) Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati progran trapiutik
R/ Sifat mpenyakit kronis mempunyai potensial untuk komplikasi mengancam hidup. Kesempatan untuk evaluasi keefektifan memberikan program potensi piranti yang digunakan
5) Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label makanan/obat yang dijual bebas.
R/ Meminimalkan asites dan pembentukan edema. Penggunaan berlebihan bahan tambahan dapat mengakibatkan ketidak seimbangan elektrolit lain. Makanan, produk yang dijual bebas /pribadi (antasida, beberapa pembersih mulut) dapat mengandung natrium tinggi atau alkohol.
6) Dorong menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat adekuat
R/ Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan metabolik tubuh dan meningkatkan simpanan energi untuk regenerasi jaringan
7) Tingkatkan aktivitas hiburan yang dapat dinikmati pasien.
R/ Mencegah kebosanan dan meminimalkan asietas dan depresi




DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.