Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. ~ Ernest Newman

22 September 2010

ASKEP OSTEOMALASIA
A.Konsep Dasar Medis
1. Defenisi
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap (komplit).
2. Penyebab
Penyebabnya ditandai dengan keadaan kekurangan vitamin D (calcitrol), dimana terjadi peningkatan absorbsi kalsium dari sistem pencernaan dan penyediaan mineral dari tulang. penyediaan calsium dan phosfat dalam cairan eksta seluler lambat. Tanpa adekuatnya vitamin D, kalsium dan fosfat tidak akan terjadi di tempat pembentukan kalsium dalam tulang.
3. Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab dari osteomalasia yang umumnya menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Faktor yang berbahaya untuk perkembangan osteomalasia diantaranya kesalahan diet, malabsorbsi, gastrectomy, gagal ginjal kronik, terapi anticonvulsan jangka lama (phenyton, phenobarbital) dan insufisiensi vitamin D (diet, sinar matahari).Tipe malnutrisi (defisiensi vitamin D sering digolongkan dalam hal kekurangan calsium) terutama gangguan fungsi menuju kerusakan, tetapi faktor makanan dan kurangnya pengetahuan tentang nutrisi yang juga dapat menjadi faktor pencetus hal itu terjadi dengan frekuensi tersering dimana kandungan vitamin D dalam makanan kurang dan adanya kesalahan diet serta kurangnya sinar matahari. Osteomalasia kemungkinan terjadi sebagai akibat dari kegagalan dari absorbsi calsium atau kekurangan calsium dari tubuh. Gangguan gastrointestinal dimana kurangnya absorbsi lemak menyebabkan osteomalasia. Kekurangan lain selain vitamin D (semua vitamin yang larut dalam lemak) dan kalsium. Ekskresi yang paling terakhir terdapat dalam faeces bercampur dengan asam lemak (fatty acid). Sebagai contoh dapat terjadi gangguan diantaranya celiac disease, obstruksi sistem pencernaan kronik, pankreatitis kronis dan reseksi perut yang kecil. Lagi pula penyakit hati dan ginjal dapat menyebabkan kekurangan vitamin D, karenanya organ-organ tersebut mengubah vitamin D ke dalam untuk aktif. Terakhir, hyperparatiroid menunjang terjadinya kekurangan pembentukan calsium, dengan demikian osteomalasia menyebabkan kenaikan ekskresi fosfat dalam urine.
4. Manifestasi klinik
Umumnya gejala yang memperberat dari osteomalasia adalah nyeri tulang dan kelemahan. Sebagai akibat dari defisiensi kalsium, biasanya terdapat kelemahan otot, pasien kemudian nampak terhuyung-huyung atau cara berjalan loyo/lemah. Kemajuan penyakit, kaki terjadi bengkok (karena tinggi badan dan kerapuhan tulang), vertebra menjadi tertekan, pemendekan batang tubuh pasien dan kelainan bentuk thoraks (kifosis).
5. Evaluasi diagnostik
Pada foto x – ray umumnya nampak kekurangan mineral dari tulang sangat nyata. Berdasar dari vertebra mungkin menunjukkan fraktur kompressi dengan nyeri pada ujung vertebra. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lambatnya rata-rata serum kalsium dan jumlah fosfor serta kurangnya kenaikan alkaline phosfat. Ekskresi urine calsium dan creatinin lambat.






B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pasien dengan osteomalasia biasanya sering mengeluh nyeri tulang pada punggung bawah dan ekstremitas bercampur kelemahan. Gambaran dari ketidaknyamanan masih samar-samar, pasien mungkin ada yang fraktur, selama wawancara, informasikan tentang masalah yang nyata terdapat sehubungan dengan penyakitnya (sindrom malabsorbsi) dan kebiasaan diet dapat diketahui.Pada pemeriksaan fisik, kelainan bentuk skletal dicatat, deformitas spinal, dan deformitas yang bengkok dari tulang panjang mungkin memberikan ketidakbiasaan penampilan pada pasien dan cara berjalan loyo/lemah. Mungkin terdapat kelemahan otot, pasien mungkin menjadi tidak senang dengan penampilannnya.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian data, diagnosa keperawatan utama yang mungkin terjadi, termasuk dibawah ini :
a. Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
b. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara berjalan loyo/lemah, dan deformitas spinal.
3. Perencanaan
Tujuan utama dari pasien dengan osteomalasia mungkin termasuk mengajarkan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan, mengurangi nyeri dan memperbaiki serta meningkatkan konsep diri.
4. Implementasi keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
Membantu mengurangi rasa nyeri. Pemeriksaan fisik, psikis dan pengobatan dilakukan untuk membantu mengurangi rasa ketidaknyamanan dan nyeri yang dialami pasien. Jadi selain kelemahan juga terdapat nyeri skelet. Anjurkan untuk bergerak ringan pada waktu pengkajian misalnya dengan mengubah posisi secara berulang-ulang untuk membantu mengurangi gejala ketidaknyamanan dengan immobilitas.
Beri aktivitas yang mengalihkan perhatian pasien ke hal lain seperti mengajak bicara, nonton TV, dan tehnik distraksi lain, hal tersebut akan mengurangi persepsi klien terhadap nyeri.
Analgetik dibutuhkan untuk mengurangi rasa nyeri, respon pasien terhadap pengobatan dimonitor sebagai respon keadaan untuk terapy.
b. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
Pemahaman tentang proses penyakit dan prosedur perawatan. Pendidikan kesehatan tentang penyebab osteomalasia dan pendekatan untuk pengawasan penyakitnya. Pasien dianjurkan untuk diet sumber kalsium dan vitamin D (susu, sereal, telur dan hati ayam). Dosis yang tinggi dari vitamin D dapat menjadi racun dan faktor penunjang untuk terjadinya hypercalsemia, yang terpenting adalah memonitor tekanan rata-rata serum kalsium.
Aktifitas diluar yang dilakukan adalah berjemur dibawah sinar matahari untuk mendapatkan sinar ultraviolet pada kulit. Dimana target penting dan dibutuhkan untuk memproduksi vitamin D dalam tubuh.
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara berjalan loyo/lemah, dan deformitas spinal.
Peningkatan konsep diri. Untuk membangun sebuah hubungan kepercayaan pasien dalam hubungannnya dengan pelayanan perawat. Pasien diajak berdiskusi tentang body image dan metode koping yang efektif. Pasien diberi kesempatan untuk mengenal dan mengungkapkan perasaannya dan dimasukkan dalam rencana keperawatan sesuai masalahnya.
Menciptakan partisipasi aktif pasien dan perawat dalam rangka mengontrol diri dan perasaannya untuk membantu memecahkan masalah pasien.
Interaksi sosial membantu penerimaan klien akan keadaannya yang telah mengalami perubahan.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Pemahaman tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
1.)Pasien mengetahui proses perjalanan penyakit dan prosedur perawatan.
2.)Penggunaan sesuai kebutuhan terapy calsium dan vitamin D.
3.)Menjemur dibawah sinar matahari.
4.)Memonitor rata-rata serum kalsium untuk kelanjutan kesembuhan penyakit.
5.)Selalu follow up tentang semua ketetapan perawatan kesehatan.
b. Mencapai pengurangan rasa nyeri.
1.)Pasien melaporkan adanya perasaan nyaman.
2.)Pasien melaporkan berkurangnya kelemahan tulang.
c. Menunjukkan peningkatan konsep diri.
1.)Menunjukkan saling percaya dalam percakapan pasien - perawat.
2.)Peningkatan tingkat aktivitas
3.)Peningkatan interaksi sosial









DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC
ASKEP ARTRITIS REUMATOID
I. Definisi
Artritis adalah suatu bentuk penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang di sekitar sendi. Artritis merupakan suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan atau kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Infeksi arthritis merupakan peradangan yang disebabkan oleh bakteri, virus, Pasien menunjukan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang apabila tidak diobati akan menimbulkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif dan menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini
Penyakit ini biasanya muncul pada orang yang berusia 25-50 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan penderitannya pada usia berapapun. Wanita lebih sering terserang penyakit ini. Bagian tubuh yang biasa diserang oleh penyakit ini adalah pada persendian jari, lutut, pinggul, dan tulang punggung. Artritis merupakan penyakit degeneratif yang sifatnya menahun, serta dapat menghambat aktifitas penderitanya.
Ada sekitar 200 jenis penyakit artritis, namun yang umum dikenal adalah jenis artritis reumatoid, osteoatritis dan artritis pirai (gout).

Artritis Reumathoid
Adalah suatu penyakit inflamasi sistematik yang paling sering dijumpai, menyerang sekitar 1% populasi dunia. Penyakit ini menyebabkan sinovitis, nyeri, kerusakan sendi, dan gangguan fungsional. Dikarenakan kerusakan sendi yang ditimbulkan tidak dapat diperbaiki, hal ini dapat dicegah dengan intervensi pada bulan pertama setelah terserang penyakit. Artritis reumatoid menyerang persendian kecil. Penyebabnya sejenis virus dan juga faktor genetik. Terapi yang diberikan dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid untuk menghilangkan nyeri.



II. Etiologi
Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius, disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DW4 (Human Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada orang Kaukasia. Namun pada orang Amerika, Afrika, Jepang, dan Indian Chippewa hanya ditentukan kaitan dengan HLA-DW4. Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi, protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama – sama dengan radikal O2 dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi destruksi, kolagen, dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.
III. Faktor Predisposisi
Artritis reumatoid menyerang perempuan sekitar dua setengah kali lebih sering dari pada laki – laki, dengan insiden puncak antara usia 40 dan 60 tahun, bermanifestasi sebagai nyeri atau kaku pada persendian, bengkak, sakit, rasa panas, dan kemerahan. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan sistem imun pada jaringan sendi yang menurun.
Beberapa faktor pencetus dari atritis reumatoid yang banyak menyebabkan gejala, meliputi :
1. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan
Aktifitas klien dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan perhatian yang lebih, karena ketika klien dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak bergerak, akan memberatkan kondisi klien yang menurun terlebih lagi sistem imun yang sangat buruk. Sehingga klien dengan sistem imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan perhatian lebih untuk mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal ini dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal klien yang tidak lagi seperti usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal.

2. Lingkungan
Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan kelumpuhan.
IV. Patofisiologi

Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim – enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.

V. Gejala Klinis
Ada beberapa gejala/gambaran klinis yang kerap kali ditemukan pada klien yang mengalami atritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan, karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi. Artritis sering diawali dengan timbulnya rasa sakit serta lemah pada sendi tangan dan pinggang. Juga disertai bengkak dan kadang terjadi peradangan, tetapi sering tiba-tiba hilang. Beberapa gejala klinis yang kerap kali terjadi pada para penderita atritis reumatoid ini, yakni :
1. Gejala-Gejala Konstitusional Beberapa gejala tersebut meliputi lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Bahkan terkadang kelelahan yang sangat hebat.
2. Poliatritis Simetris Terutama terjadi pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.Hampir semua sendi diatrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di Pagi Hari Kejadian ini terjadi selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoatritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4. Atritis Erosif Atritis erosif merupakaan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5. Deformitas Kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
6. Nodula-Nodula Reumatoid Nodula-nodula reumatoid adalah masa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga penderita dewasa. Lokasi tersering yakni di daerah sepanjang sendi sikut atau sepanjang permukaan ekstensor lengan. Nodul ini merupakan tanda bahwa penyakit tersebut aktif.
7. Manifestasi Ekstraartikuler. Suatu prognosis dari penyakit ini yang menandakan akut tidaknya penyakit ini. Manifestasi yang dihasilkan atritis reumatoid yakni menyerang paru, jantung, mata, pembuluh darah. Kelainan pada organ-organ tersebut meliputi :
a. Kulit Nodula subkutan Vaskulitis, bercak-bercak coklat Lesi-lesi ekimotik
b. Jantung
c. Perikarditis Temponade perikardium Lesi peradangan miokardium dan katup jantung
d. Paru-paru --> Pleuritis dengan atau tanpa efusi Peradangan paru-paru
e. Mata--> Skleritis
f. Syaraf
g. Neuropati perifer Sindrom kompresi perifer (sindrom terowongan kapal, neuropati syaraf ulnaris, paralisis peronealis, abnormalitas vertebra servikal)
h. Sitemik Anemia Osteoporosis generalisata Syndrome felty Sindrom Sjogren (keratokonjungtivitis sika) Amiloidosis.
Kriteria Diagnostik Artritis Reumatoid dapat menjadi suatu proses yang kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada uji laboratorium yang positif. Perubahan – perubahan pada sendi dapat minor dan gejala – gejala hanya bersifat sementara. Diagnostik tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.
Beberapa kriteria diagnostik dari atritis rematoid adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan Pagi Hari ( Morning Stiffness )
Penderita merasa kaku dari mulai bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 2 jam. Bahkan kadang-kadang sampai jam 11 siang rasa kaku tersebut baru mulai berkurang.
2. Artritis pada tiga atau lebih sendi pembengkakan jaringan lunak sendi (soft tissue swelling) bukan pembesaran tulang (hyperostosis). pembengkakan di sini sekurang-kurangnya berlangsung sampai 6 minggu.
3. Artritis Sendi – Sendi Jari Tangan
4. Nyeri pada sendi yang terkena bila digerakkan (Joint Tenderness On Moving) sekurang-kurangnya didapati pada satu sendi.
5. Nyeri pada sendi bila digerakkan (pada sendi yang terkena), sekurang-kurangnya pada sebuah sendi yang lain.
6. Artritis Simetris Poliartritis yang simetris dan serentak (Symmetrical Polyartritis Simultaneously). Serentak di sini diartikan jarak antara rasa sakit pada satu sendi disusul oleh sendi yang lain harus kurang dari 6 minggu.
7. Nodul Reumatoid Subkutan.
8. Faktor uji rema positif dalam serum ( Rheuma Factor Test Positif )
9. Adanya Kelainan Radiologik Pada sendi yang terpapar sekurang-kurangnya didapat adanya dekalsifikasi atau erosi. Harus didapati dekalsifikasi pada atau dekat dengan sendi yang terkena, tidak hanya perubahan degenerasi. Perubahan-perubahan degenerasi tidak menyingkirkan adanya artritis reumatoid.
10. Pengendapan Mucin Kurang Pekat ( Poor Mucine Clot ) Bekuan mucin yang buruk pada cairan sinovial (dengan gumpalan seperti awan). Adanya inflamasi cairan sinovial disertai dengan 2000 sel darah putih/mm3 atau lebih tanpa kristal, dapat dimasukkan dalam kriteria ini.
11. Gambaran Histologik Khas Gambaran histologik yang didapat yakni dari sayatan benjolan reuma (Rheumatoid Nodule), sekurang-kurangnya 3 dari yang disebut di bawah ini :
 Adanya daerah sel-sel yang mati yang terletak ditengah-tengah ( Central Zone of Cell Necrosis ).
 Dikelilingi dengan sel-sel yang berproliferasi yang berjajar membentuk gambaran jeruji sepeda.
 Didapati sel-sel fibrosis di bagian tepinya
 Adanya sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun.
Perubahan histologik yang paling menonjol dari atritis ini yakni adanya fokus granulomatous dengan nekrosis sentral, dikelilingi oleh suatu palisade yang terdiri dari proliferasi mononuklear, fibrosis perifer dan infiltrasi sel inflamasi kronis. Ketika kita di klinis, tidak seluruh tanda-tanda yang disebut dalam kriteria di atas dapat kita jumpai pada penderita AR mungkin hanya sebagian saja yang tampak/kita temukan. Oleh sebab itu, diadakanlah pembagian kelas.
 Bila didapati sekurang-kurangnya 7 dari 11 kriteria tersebut diatas maka disebut classical RA (AR yang klasik)
 Bila didapati hanya 5 saja, maka disebut definite RA (AR definit)
 Bila hanya 3 saja maka probably RA (barangkali RA)
 Bila hanya 1 saja, maka disebut possible AR (mungkin AR).
Seringkali penderita AR ini mulai mengeluh adanya rasa sakit dan pembengkakan pada sendi-sendi kecil (jari tangan) dan dimulai sendi metacarpo phalangeal dan disertai dengan bengkak yang khas pada pergelangan tangan bagian dorsal. Bila kita melihat tanda-tanda ini, pikirkan kemungkinan AR terlebih dahulu, lebih-lebih bila simetris. Ada beberapa hal yang perlu juga dipahami sebelum kita menjustifikasi suatu artritis reumatoid, karena ada beberapa tanda yang mirip dengan kelainan penyakit ini. Adapun tanda-tanda tersebut yakni:
1. Butterfly rash yang khas pada Lupus Eritematosus Sistemik.
2. Konsentrasi LE sel tinggi atau jelas menderita SLE.
3. Periartritis Nodosa yang jelas pada pemeriksaan terdapat nekrosis arterial.
4. Kelemahan atau bengkak yang menetap pada leher, tubuh, dan otot-otot faring (polimiositis atau dermatomiositis).
5. Skleroderma yang jelas (sklerosis sistemik) tidak hanya terbatas pada jari jari.
6. Gambaran klinis khas demam reumatik disertai artritis migrasi dan adanya endokarditis.
7. Gambaran klinis khas artritis gout, bersifat akut, nycri dan bengkak pada satu sendi atau lebih tcrutama bila membaik dengan kolkhisin.
8. Toil gout.
9. Gambaran klinis khas artritis infektif yang disebabkan oleh bakteri atau virus disertai demam, menggigil dan artritis akut yang biasanya berpindah-pindah (pada stadium awal).
10. Pemeriksaan bakteriologik dan histologik ditemukan tuberkulosis pada satu sendi.
11. Gambaran klinis khas Sindrom Reiter disertai dengan uretritis, konjungtivitis, dan artritis akut yang pada mulanya berpindah-pindah.
12. Gambaran klinis khas shoulder hand syndrome (reflex sympathetic dystrophy syndrome). Bahu dan tangan yang terkena unilateral, disertai pembengkakan difus pada tangan yang diikuti dengan atrofi dan kontraktur.
13. Gambaran klinik khas hypertrophir, ostcoarthropathy disertai clubbing jari atau hipertrofi periostitis sepanjang tulang-tulang panjang, terutama jika terdapat lesi intrapulmonal atau gangguan lain yang berhubungan.
14. Gambaran klinik khas neuroarthropati (misal: Charcot joint) discrtai kondensasi dan destruksi tulang termasuk sendi dan didapati gangguan neurologik yang sesuai.
15. Asam homogentisik dalam urine (alkaptonuria), terdeteksi jelas dengan alkalinisasi.
16. Gambaran histologik sarkoid atau test Kveim positif.
17. Mieloma multipel, dibuktikan dengan peningkatan plasma sel dalam sumsum tulang atau dengan protein Bence Jones dalam urine.
18. Gambaran kulit khas eritema nodosum.
19. Leukemia atau limfoma dengan sel yang khas dalam darah, sumsum tulang, atau jaringan. 20. Agammaglobulinemia.

VI. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik khusus pada sistem muskuloskeletal meliputi : Inspeksi pada saat diam/istirahat, inspeksi pada saat gerak, palpasi.
a. Sikap/postur badan
Perlu diperhatikan bagaimana cara penderita mengatur posisi dari bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikuler yang tinggi, oleh karena itu penderita akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal dengan bantal. Pada sendi bahu (glenohumeral) dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi, mirip dengan waktu menggendong tangan dengan kain pada fraktur lengan.
Sebaliknya bila dilakukan abduksi dan eksorotasi maka penderita akan merasa sangat kesakitan karena terjadi peningkatan tekanan intraartikuler. Ditemukannya postur badan
yang membongkok ke depan disertai pergerakan vertebra yang terbatas merupakan gambaran khas dari spondilitis ankilosis.
b. Deformitas
Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dibedakan apakah deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau tidak dapat dikoreksi (misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi). Berbagai deformitas di lutut dapat terjadi antara lain genu varus, genu valgus, genu rekurvatum, subluksasi tibia posterior dan deformitas fleksi. Demikian pula deformitas fleksi di siku. Pada jari tangan antara lain boutonniere finger, swan neck finger, ulnar deviation, subluksasi sendi metakarpal dan pergelangan tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan unstable Z-shaped thumbs. Pada kaki ditemukan telapak kaki bagian depan melebar dan miring ke samping disertai subluksasi ibu jari kaki ke atas. Pada pergelangan kaki terjadi valgus ankle.

c. Perubahan kulit
Kelainan kulit sering menyertai penyakit reumatik atau penyakit kulit sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara psoriasis dan eritema nodosum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi periartikuler, yang sering pula merupakan tanda dari artritis septik atau artritis kristal.
d. Kenaikan suhu sekitar sendi
Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya kenaikan suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi.
e. Bengkak sendi
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut, misalnya :
1)Pada efusi lutut maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan di atas dan sekitar patela yang berbentuk seperti ladam kuda.
2)Pada sendi interfalang pembengkakan terjadi pada sisi posterolateral di antara tendon ekstensor dan ligamentum kolateral bagian lateral.
3)Efusi sendi glenohumeral akan mengisi cekungan segitiga di antara klavikula dan otot deltoid di alas otot pektoralis.
4)Pada efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi pembengkak-an pada sisi anterior. Bulge sign ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan jumlah cairan yang sedikit dalam rongga yang terbatas. Misalnya pada efusi sendi lutut bila dilakukan pijatan pada cekungan medial maka cairan akan berpindah ke sisi lateral patela dan kemudian berpindah sendiri ke sisi medial. Balloon sign ditemukan pada keadaan efusi dengan jumlah cairan yang banyak, bila dilakukan tekanan pada satu titik akan menyebabkan penggelembungan di tempat lain. Keadaan ini sangat spesifik pada efusi sendi. Pembengkakan kapsul sendi merupakan tenth spesifik dari sinovitis. Pada pembengkakan tergambar batas dari kapsul sendi yang makin nyata pada pergerakan dan teraba pada pergerakan pasif.
f. Nyeri raba
Menentukan lokasi yang tepat dari nyeri raba merupakan hal yang penting untuk menentukan penyebab dari keluhan pasien. Nyeri raba kapsuler/artikuler terbatas pada daerah sendi merupakan tanda dari artropati atau penyakit kapsuler. Nyeri raba periartikuler agak jauh dari batas daerah sendi merupakan tanda dari bursitis atau entesopati.
g. Pergerakan
Pada pemeriksaan perlu dinilai luas gerak sendi pada keadaan pasif dan aktif dan dibandingkan kiri dan kanan. Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah. Tenosinovitis atau lesi periartikuler hanya menyebabkan berkurangnya gerak sendi pada satu arah saja. Artropati akan memberikan gangguan yang sama dengan sinovitis.

VII. Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien.

1. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.

2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.


VIII. Prognosis
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.


IX. TERAPI
Prinsip utama pengobatan penyaki artritis adalah dengan mengistirahatkan sendi yang terserang, karena jika sendi yang terserang terus digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistirahatkan sendi secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Pembidaian bisa digunakan untuk imobilisasi dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi, tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakan yang sistematis.
Obat-obatan yang dipakai untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi nyeri,
2. Obat slow-acting, obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera apabila penyakitnya berkembang cepat. Yang sekarang digunakan adalah (a) senyawa emas, yang berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk tulang. Diberikan sebagia suntikan mingguan. Jika obat ini terbukti efektif, dosis dikurangi. (b) Penisilamin, efeknya menyerupai senyawa emas dan bisa digunakan bila senyawa emas tidak efektif dan menyebabkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Dosis dinaikan secara bertahap hingga terjadi perbaikan. Penisilamin yang biasa dipakai antara lain hydroxycloroquinine dan sulfasalazine.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila dipakai dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan penyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping, yang melibatkan hampir setiap organ. Untuk mengurangi resiko terjadinya efek samping, maka hampir selalu digunakan dosis efektif terendah. Obat ini disuntikan langsung ke dalam sendi, tetapi dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, terutama jika sendi yang terkena digunakan secara berlebihan sehingga mempercepat terjadinya kerusakan sendi.
4. Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin, dan cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan dengan dosis rendah.

X. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan artritis reumatoid didasarkan pada pengertian patofisiologis penyakit ini. Selain itu perhatian juga ditujukan terhadap manifestasi psikofisiologis dan kekacauan psikososial yang menyertainya yang disebabkan oleh perjalana penyakit yang fluktuatif dan kronik. Untuk memuat diagnostik yang akurat dapat memakan waktu sampai bertahun-tahun, tetapi pengobatan dapat dimulai secara lebih dini.
Tujuan utama dari program pengobatan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien.
3. Untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan ini: pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi dan obat-obatan.

Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga penderita artritis reumatoid, serta keluarga mereka.

Istirahat penting karena artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah itu bisa timbul setiap hari, tetapi ada masa-masa ketika pasiem merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.

Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah.

Alat-alat pembantu dan adaktif mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1.Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan,keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal)
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan
ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ), ancaman pada konsep diri,
citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat, mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ)
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi,
Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus, lesi kulit, ulkus kaki,
kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ), penggunaan makanan
kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian, riwayat
perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.


Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulanagan : Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi,
aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan
rumah tangga.

Tinjau kembali periksaan diagnostik
Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
Fiksasi lateks : Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h)
mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala
meningkat
Protein C-reaktif : positif selama masa eksaserbasi.
SDP : Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang. Ig
( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan
proses autoimun sebagai penyebab AR.
Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan ( perubahan awal ) berkembang
menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak
sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik
yang terjadi secara bersamaan.
Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
Artroskopi Langsung :Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
Aspirasi cairan sinovial : Mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna
kuning ( respon inflamasi, produk-produk
pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3
dan C4 ).
Biopsi membran sinovial : Menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas.
3. Meningkatkan monasep diri yang positif
4. mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan
pengobatan.

TUJUAN PEMULANGAN
1. Nyeri hilang/ terkontrol
2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
3. Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan.
4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut/ Kronis
Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Dapat dibuktikan oleh :
• Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan.
• Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
• Perilaku distraksi/ respons autonomic
• Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
• Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
• Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
• Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
• Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:
a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu
dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program)
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi/nyeri)
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat,
brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi
netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi
kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
(R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan
sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi,
hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan
rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam
aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali
perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat)
f. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/
Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan
untuk ikut serta dalam terapi)
g. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/
sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan
dan meningkatkan mobilitas.)

2. Kerusakan Mobilitas Fisik
Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh :
• Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
• Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
• Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
• Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/
Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses
inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang
tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan
seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan
kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan
isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi
sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat
menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat
merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/
bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/
Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan
yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/
Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan
posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
g. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan
pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera
akibat kecelakaan/ jatuh)
h. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan
program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan
dalam mengidentifikasikan alat)
i. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan
pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
j. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin
dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)

3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan Peran
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-
tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
Dapat dibuktikan oleh :
• Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
• Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
• Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada orang terdekat.
• Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
• Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
• Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan
masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/
kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat.
Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya
hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi
bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang
lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai
pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode
koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
e. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
f. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan
mendorong berpartisipasi dalam terapi)
g. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan
penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
h. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri,
psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama
berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-
obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya
depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih
efektif)

4. Kurang Perawatan Diri
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan,
daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
Hasil yang dihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
• Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
• Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi
penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin
dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan
pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.( R/
Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana
untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan
kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan
alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing,
menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk
mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan
evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan
rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan
untuk persiapan situasi di rumah)

5. Penatalaksanaan Pemeliharaan Rumah, Kerusakan, Resiko Tinggi
Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem
pendukung tidak adekuat.
Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala
membuat diagnosa menjadi aktual)
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
• Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang
diperlukan)
b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri
sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan
rumah untuk memenuhi kebutuhan individu)
c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi
individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis:
membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin
bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus)
d. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/
Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-
tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian)
e. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu
rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung
kontinuitas dalam situasi rumah).

6. Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan
interpretasi informasi.
Dapat dibuktikan oleh :
• Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.
• Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
• Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui
diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan
kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat,
perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres.
(R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani
proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/
Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada
waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan
meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-
obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk
mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak
obat/ efek samping yang berbahaya)
g. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak
mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat
umum dan perbaikan jaringan)
h. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk
menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih
nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
i. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk
mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan
kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
j. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat istirahat
maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap
meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan,
menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan
bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh
yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi
tekanan sendi dan nyeri ).
k. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah
bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R:
mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
l. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis:
LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/
perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah
takar lajak, efek samping yang berbahaya.
m. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R:
bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).


Evaluasi
1. Terpenuhinya penurunan dan peningkatan adaptasi nyeri
2. Terpenuhiya dukungan psikologis
3. tercapainya fungís sendi dan mencegah terjadinya deformitas
4. Tercapainya peningkatan fungisi anggota gerak yang terganggu
5. Terpenuhinya kebutuhan pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC
ASKEP KATARAK

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua – duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. (Kapita Selekta Kedokteran,2001)
Katarak merupakan opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Suzanne & Brenda,2002)
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh, menyebabkan gangguan pada penglihatan.
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini memperburuk penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak sering terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa.(Sidarta Ilyas,2005)


2. Epidemiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75— 85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak.

3. Klasifikasi
Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:
1. Katarak congenital:
Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin.
2. Katarak Traumatik :
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior.
3. Katarak Sekunder:
Katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum.
4. Katarak yang berkaitan dengan usia:
Merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat 3 jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular. Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. Posterior subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun.

4. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
• Faktor keturunan.
• Cacat bawaan sejak lahir.
• Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
• Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
• Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).
• Gangguan pertumbuhan.
• Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
• Rokok dan Alkohol.
• Operasi mata sebelumnya.
• Trauma (kecelakaan) pada mata.
• Ketuaan (Katarak Senilis).
• Trauma.
• Penyakit mata lain (Uveitis).
• Penyakit sistemik (DM).
• Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles).
• Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.


5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.


6. Gejala klinis
- Gatal – gatal pada mata
- Air mata mudah keluar
- Pada malam hari penglihatan terganggu
- Pandangan kabur yang tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata atau ukuran kaca mata yang sering berubah.
- Pupil yang normalnya berwarna hitam, menjadi berwarna kekuningan, abu – abu, atau putih
- Sulit saat membaca atau mengemudi di malam hari.
- Dapat melihat dobel pada satu mata
- Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti berasap
- Setelah katarak bertambah matang, maka retina menjadi semakin sulit dilihat, akhirnya reflek fundus tiidak ada, dan pupil berwarna putih.

7. Pemeriksaan Fisik
1. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler ( tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan ) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral, gloukoma.
3. Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler ( TIO ) normalnya 12-25 mmHg.
4. Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
5. Darah lengkap, laju sedimentasi ( LED ). Menunjukkan anemia sistemik atau infeksi.
6. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
7. Tes toleransi glukosa ( FBS ). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes. ( Marilyn E. Doenges,2000 )
Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel / mm3, pasien ini merupakan kandidat untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL. ( Brunner & Suddarth, 2002 )

8. Pemeriksaan Diagnosrik
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan b kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, e. c. glukoma.
d. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
e. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
f. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
g. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
h. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
i. EKG, kolesterol serum, lipid
j. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
k. Keratometri.

9. Therapy/tindakan penanganan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan penyulit, seperti glaucoma dan uveitis. Macam – macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain :
- Ekstraksi katarak intrakapsuler :
Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa di angkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis.
- Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat mata selama pembedahan.
- Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang lebih pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi.
- Pengangkatan lensa
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata, maka bila lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat dilakukan dengan salah satu metode dari 3 metode yaitu:


a. Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer spasial, membuat benda – benda nam[ak jauh lebih dekat dari yang sebenarnya.
b. Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi sferis, tidak ada penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
c. Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia yang tebal dan berat, untuk mengobati penglihatan pasca operasi.

10. Komplikasi
- Endoftalmitis
- Edema kornea
- Distorsi atau terbukanya luka operasi
- Bilik mata depan dangkal
- Glaucoma
- Uveitis
- Dislokasi lensa intraokuler
- Perdarahan segmen anterior atau posterior
- Ablasio retina
- Sisa massa lensa
- Robek kapsul posterior
- Prolaps vitreous
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian :
Data subyektif :
Pre operasi :
- Pasien mengeluh penglihatan kabur
- Pasien mengeluh silau pada siang hari
- Pasien mengeluh gatal – gatal pada mata dan air mata mudah keluar
- Pasien mengeluh melihat dobel pada satu mata
Post operasi :
- Pasien mengeluh nyeri pada bagian mata yang dioperasi

Data obyektif :
Pre operasi :
- Adanya pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
- Tidak ada reflex fundus
Post operasi :
- Pasien nampak meringis
- Skala nyeri pasien: 7

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa pre operasi :
- Gangguan sensori perseptual penglihatan berhubungan dengan ketercatasan penglihatan
- Resiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
- Ansietas berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
- Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
Diagnosa post operasi:
- Nyeri berhubungan dengan pembedahan
- Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan
- Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan pembedahan
- Resiko terhadap cedera berhubungan dengan pembedahan

4. Evaluasi
Pre Operasi :
Dx. 1 : Setelah diberikan perawatn …x 24 jam, pasien diharapkan mampu melihat dengan baik

Post operasi :

Dx. 1 : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ….x24 jam, diharapkan Skala nyeri pasien < 7, dan pasien tidak tampak meringis

DAFTAR PUSTAKA


1. http://www.jakarta-eye-center.com/default.asp?menu=artikel&id=53
2. http://www.pdfdownload.org/pdf2html/pdf2html.php?url=http%3A%2F%2Fwww.klinikmatanusantara.com%2Ffile%2F329.pdf&images=yes
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Katarak
4. http://www.geocities.com/infokeben/katarak.htm
AsKep Akne Vulgaris
Konsep Dasar Gangguan Integumen (Akne Vulgaris)
I. Definisi/pengertian
A. Akne vulgaris ( jerawat ) penyakit kulit akibat perdangan kronik folikel pilosebasea yang umunya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papula, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya ( Arif Mansjoer, dkk. 2000)
B. Akne vulgaris ( jerawat ) merupakan kelainan folikel umum yang mengenai pilosebasea ( polikel rambut ) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher, serta bagian atas. Akne ditandai dengan komedo tertutup ( white head ), komedo terbuka ( black head ), papula, pustul, nodus, dan kista ( Brunner & Suddarth, 2001 )

II. Epidemiologi/ insiden kasus
Akne vulgaris biasanya terjadi pada seseorang antara usia 40 dan 60 tahun.
Akne vulgaris sering dialami oleh mereka yang berusia remaja dan dewasa muda, dan akan dengan sendirinya pada usia sekitar 20 – 30 tahun. Walaupun demikian ada banyak juga orang setengah baya yang mengalami serangan akne. Akne tidak terdapat pada laki – laki yang dikastrasi sebelum puberitas atau pada perempuan yang sudah diooforektomi.

III. Etiologi/penyebab
Akne biasanya disebabkan oleh tingginya sekresi sebum. Androgen telah diketahui sebagai perangsang sekresi sebum, estrogen mengurangi produksi sebum.
Penyebab eksternal acne vulgaris jarang teridentifikasi.
* Beberapa kosmetik dan minyak rambut (hair pomades) dapat memperburuk akne.

* Obat-obatan pemicu timbulnya akne antara lain: steroid, lithium, beberapa antiepilepsi, dan iodides.

* Congenital adrenal hyperplasia, polycystic ovary syndrome, dan kelainan endokrin lainnya (dengan kadar androgen yang berlebihan) dapat memicu perkembangan acne vulgaris.

* Acne vulgaris dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik.


IV. Faktor Predisposisi
selain faktor dari dalam ada juga faktor lain yang mempengaruhi akne yaitu faktor – faktor mekanik seperti mengusap, menggesek tekanan, dan meregangkan kulit yang kaya akan kelenjar sebasea dapat memperburuk akne yag sudah ada. Selain itu obat – obatan juga dapat mencetuskan akne sperti kortikosteroid oral kronik yang dipakai untuk mengobati penyakit lain ( seperti lupus eritematosus sistemik atau transplantasi ginjal ), dapat menimbulkan vistula dipermukaan kulit wajah. Dada dan punggung, kontrasepsi juga dapat memperburuk akne.
Akne pada perempuan yang berusia sekitar 20 an, 30-an dan 40-an sering kali disebabkan oleh kosmetik dan pelembab yang dasarnya dari minyak dan menimbulkan komedo.
V. Patofisiologi

VI. Klasifikasi Akne Vulgaris
Akne diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Komedonal ( komedo hitam dan komedo putih )
2. Papulopustular ( papula dan Postula )
3. Kistik

Macam – macam akne:
1. Ekskoriata terjadi pada individu yang memanipulasi jerawat secara obsesif, dengan demikian dapat menimbulkan jaringan parut yang banyak sekali.
2. Akne konglobata merupakan bentuk akne kistik yang paling berat dengan kista profunda, komedo multiple dan jaringan parut yang nyata. Keadaan ini dapat disertai demam, dan mungkin pasien perlu dirawat dirumah sakit.
3. Akne koloidalis memiliki jaringan parut dan keloid multiple di tempat – tempat terdapat lesi akne.

VII. Gejala Klinis
* Gejala lokal termasuk nyeri (pain) atau nyeri jika disentuh
(tenderness).
* Biasanya tidak ada gejala sistemik pada acne vulgaris.
* Akne yang berat (severe acne) disertai dengan tanda dan gejala
sistemik disebut sebagai acne fulminans.
* Acne dapat muncul pada pasien apapun sebagai dampak
psikologis, tanpa melihat tingkat keparahan penyakitnya.
*Erupsi kulit berupa komedo, papul, pustule,nodus atau kusta dapat disertai rasa gatal. Isi komedo adalah sebum yang kental atau padat. Isi kkista biasanya berupa pus dan darah. Tempat predileksi adalah muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan bagian atas.

VIII. Pemeriksaan Fisik
Acne vulgaris bercirikan adanya komedo, papula, pustula, dan nodul pada distribusi sebaceous.

Komedo dapat berupa whitehead (komedo tertutup) atau blackhead (komedo terbuka) tanpa disertai tanda-tanda klinis dari peradangan apapun.

Papula dan pustula terangkat membenjol (bumps) disertai dengan peradangan yang nyata.

Wajah dapat menjadi satu-satunya permukaan kulit yang terserang jerawat; namun dada, punggung, dan lengan atas juga sering terkena jerawat.

* Pada akne komedo (comedonal acne), tidak ada lesi peradangan. Lesi komedo (comedonal lesions) merupakan lesi akne yang paling awal, sedangkan komedo tertutup (closed comedones) merupakan lesi precursor dari lesi peradangan (inflammatory lesions)

* Akne peradangan yang ringan (mild inflammatory acne) bercirikan adanya komedo dan papula peradangan.

* Akne peradangan yang sedang (moderate inflammatory acne) memiliki komedo, papula peradangan, dan pustula. Akne ini memiliki lebih banyak lesi dibandingkan dengan akne peradangan yang lebih ringan.

* Acne nodulocystic bercirikan komedo, lesi-lesi peradangan, dan nodul besar yang berdiameter lenih dari 5 mm. Seringkali tampak jaringan parut (scarring).


IX. Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan Laboratorium
Penegakan diagnosis acne vulgaris berdasarkan diagnosis klinis.

* Pada pasien wanita dengan nyeri haid (dysmenorrhea) atau hirsutisme, evaluasi hormonal sebaiknya dipertimbangkan. Pasien dengan virilization haruslah diukur kadar testosteron totalnya. Banyak ahli juga mengukur kadar free testosterone, DHEA-S, luteinizing hormone (LH), dan kadar follicle-stimulating hormone (FSH).

* Kultur lesi kulit untuk me-rule out gram-negative folliculitis amat diperlukan ketika tidak ada respon terhadap terapi atau saat perbaikan tidak tercapai.

B. Pemeriksaan Histopatologis
Microcomedo dicirikan oleh adanya folikel berdilatasi dengan a plug of loosely arranged keratin. Seiring kemajuan (progression) penyakit, pembukaan folikular menjadi dilatasi dan menghasilkan suatu komedo terbuka (open comedo). Dinding follicular tipis dan dapat robek (rupture). Peradangan dan bakteri terlihat jelas, dengan atau tanpa follicular rupture. Follicular rupture disertai reaksi badan asing (a foreign body reaction). Peradangan padat (dense inflammation) menuju dan melalui dermis dapat berhubungan dengan fibrosis dan jaringan parut (scarring).

X. Prognosis

* Pada pria, akne biasanya menghilang pada usia dewasa muda. Lima persen pria masih memiliki akne pada usia 25 tahun.

* Pada wanita, 12% masih memiliki akne di usia 25 tahun, sedangkan 5% masih memiliki akne di usia 45 tahun.

* Rata-rata prognosis orang dengan akne adalah baik.


XI. Therapy
Pengobatan akne meliputi penghentian pemakaian semua faktor yang dapat mmperberat akne seperti pemakaian make up dan krim pelembab yang bahan dasarnya terbuat dari minyak. Pembersihan dan penggosokan wajah dengan sabun dapat melenyapkan minyak diperlukan kulit dan melepaskan beberapa komedo. Dianjurkan dengan memakai sabun seperti dial, pernox, postek, neutrogenadan desquam-X wash dan benzoil peroksida
Antibiotic topical yang dihgunakan untuk mengobati akne, papula dan pustula superpisial adalah klindamisin dan ertromisin.

Antibiotik sistemik merupakan therapy utama untuk akne popular dan pustular ropunda. Pasien biasanya diberi tetrasiklin, eritromisin dan minosiklin.

Farmakoterapi Jerawat
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk mencegah komplikasi.
Secara umum ada dua golongan:
1. Retinoid, misalnya:
1.1. isotretinoin,
1.2. tretinoin,
1.3. adapalene,
1.4. tazarotene.
2. Antibiotik, misalnya:
2.1. minocycline,
2.2. doxycycline,
2.3. tetracycline,
2.4. trimethoprim/sulfamethoxazole.

Berikut ini sedikit uraian tentang farmakoterapi jerawat beserta nama dagangnya di Amerika:
1. Retinoid
1.1. Isotretinoin (Accutane)

Mekanisme Kerja
Pengobatan (medication) secara oral yang paling efektif mengobati berbagai kondisi dermatologis yang serius.
Isotretinoin merupakan bentuk isomer 13-cis sintetis dari tretinoin yang terjadi secara alami (trans-retinoic acid). Struktur kedua agen tersebut berhubungan dengan vitamin A. Menurunkan ukuran kelenjar sebaseus dan produksi sebum. Juga menghambat diferensiasi kelenjar sebaseus dan keratinisasi abnormal.
Pasien wanita haruslah memberikan informed consent secara tertulis (dan menandatanganinya), yang menyatakan bahwa mereka akan menggunakan kontrasepsi selama menjalani terapi dan untuk 30 hari paskaterapi.

Dosis
Total dosis kumulatif yang direkomendasikan sebesar 120-150 mg/kg berat badan, dosis awal (starting dose) sebaiknya <0.5 mg/kg berat badan/hari PO, kemudian dosis dapat dinaikkan hingga 1 mg/kg berat badan/hari.

1.2. Tretinoin (Retin-A, Retin-A Micro, Avita)

Mekanisme Kerja
Menghambat pembentukan microcomedo. Menormalkan diferensiasi epidermis folikuler dan menunjukkan (meng-exhibit) anti-inflammatory properties. Tersedia dalam krem 0.025%, 0.05%, dan 0.1%. Juga tersedia dalam bentuk gels 0.01% dan 0.025%.

Dosis
Dimulai dengan formulasi tretinoin dosis terendah dan dapat ditingkatkan sesuai toleransi tubuh. Berikan hs (sebelum tidur) atau qod. Turunkan dosis bila terjadi iritasi.

1.3. Adapalene (Differin)

Mekanisme Kerja
Turunan (derivative) asam naptoat (naphthoic acid) yang mampu mengikat reseptor asam retinoat (retinoic acid). Menormalkan diferensiasi epidermis folikuler dan menunjukkan (meng-exhibit) anti-inflammatory properties. Tersedia dalam sediaan (formulation) krem, gel, solution, dan pledget.

Dosis
Berikan sedikit pada kulit yang berjerawat, diberikan: qd.

1.4. Tazarotene (Tazorac, AVAGE)
Mekanisme Kerja
Prodrug retinoid yang memiliki active metabolite modulates differentiation dan proliferation of epithelial tissue; juga memiliki efek antiperadangan (anti-inflammatory) dan immunomodulatory properties. Tersedia preparat krem dan gel 0.05% dan 0.1%.

Dosis
Berikan sedikit saja pada area yang berjerawat, diberikan: qd.

2. Antibiotik

2.1. Minocycline (Dynacin, Minocin)

Mekanisme Kerja
Mengobati infeksi yang disebabkan oleh organisme gram-negatif dan gram-positif. Juga infeksi yang disebabkan oleh organisme klamidia (chlamydial), riketsia (rickettsial), dan mikoplasma (mycoplasmal).

Tersedia dalam preparat 50mg, 75mg, dan 100mg.

Dosis dewasa
50-100 mg PO bid.

Dosis anak-anak
<8 tahun: tidak direkomendasikan.
>8 tahun: mula-mula 4 mg/kg berat badan PO,
diikuti dengan 2 mg/kg berat badan q12h.

2.2. Doxycycline (Bio-Tab, Doryx, Vibramycin)

Mekanisme Kerja
Agen antibakteri yang efektif melawan organisme gram-positive dan gram-negative.

Tersedia dalam preparat 20mg, 50mg, dan 100mg.

Dosis dewasa
100 mg PO bid.

Dosis anak-anak
<8 tahun: tidak direkomendasikan.
>8 tahun: 2-5 mg/kg berat badan/hari PO/IV dalam 1-2 dosis
terbagi; sebaiknya tidak melebihi 200 mg/hari.

2.3. Tetracycline (Sumycin)

Mekanisme Kerja
Agen antibakteri yang efektif melawan organisme gram-positive dan gram-negative.

Dosis dewasa
250-500 mg PO q6h
Untuk infeksi ringan sampai sedang: 500 mg PO bid atau 250 mg PO qid untuk 7-14 hari.

Dosis anak-anak
<8 tahun: : tidak direkomendasikan.
>8 tahun: 25-50 mg/kg/hari (10-20 mg/lb) PO dibagi qid

2.4. Trimethoprim/sulfamethoxazole
(Bactrim, Bactrim DS, Septra, Septra DS).

Mekanisme Kerja
Antibiotik dengan aktivitas melawan banyak organisme gram-positive dan gram-negative. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihidrofolat (dihydrofolic acid). Tersedia dosis 80 mg trimethoprim dan 400 mg sulfamethoxazole atau 160 mg trimethoprim dan 800 mg sulfamethoxazole (kekuatan ganda).

Dosis dewasa
160 mg TMP/800 mg SMZ PO q12h.

Dosis anak-anak
8 mg/kg berat badan/hari TMP/40 mg/kg berat badan/hari SMZ PO/IV dibagi q12h.


XII. Penatalaksanaan
Saat digunakan antibiotik sistemik atau topikal, sebaiknya digunakan bersama dengan benzoyl peroxide untuk mengurangi risiko terjadinya resistance.

1. Topical treatments
Topical retinoids bersifat comedolytic dan anti-inflammatory.
Topical retinoids yang paling banyak diresepkan termasuk adapalene, tazarotene, dan tretinoin.

Topical retinoids menipiskan stratum corneum, dan berkaitan erat dengan sun sensitivity. Nasihatilah pasien untuk berlindung dari sinar matahari (sun protection), misalnya dengan memakai topi, tabir surya, dll.

Antibiotik topikal yang yang umum diresepkan termasuk erythromycin dan clindamycin dosis tunggal atau dikombinasikan dengan benzoyl peroxide.

2. Systemic treatments

Antibiotik sistemik merupakan terapi mainstay untuk jerawat.

Antibiotik kelompok tetracycline umumnya diresepkan untuk akne. Semakin antibiotik bersifat lebih lipofilik, seperti doxycycline dan minocycline, biasanya lebih efektif daripada tetracycline.

Antibiotik lainnya, seperti: trimethoprim, dosis tunggal atau dikombinasi dengan sulfamethoxazole, dan azithromycin, dilaporkan bermanfaat.

XIII. Diit
Nasi

XIV. Komplikasi
* Lesi akne dapat berlanjut menjadi permanent scarring.

Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
A. Data Subjektif
1. Pasien mengeluh gatal pada wajah
2. Pasien mengeluh nyeri bila disentuh
3. Pasien mengeluh tentang bagian tubuhnya yang terdapat jerawat
4. Pasien mengatakan takut tentang bekas jerawatnya
5. Pasien mengatakan tidak tahu tentang cara mengatasi jerawatnya


B. Data Objektif
1. Terdapat komedo pada wajah, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan bagian atas
2. Terdapat pus
3. Terdapat darah
4. Pasien tampak cemas
5. Pasien tampak bertanya-tanya tentang wajahnya
6. Pasien tampak sering menggaruk-garuk wajahnya

II. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadi penyebaran infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat
2. Nyeri b/d proses peradangan
3. Gangguan perubahan citra tubuh b/d keadaan luka
4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakitnya
5. Ansientas b/d kecacatan
6. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit
III. Rencana Keperawatan
A. Dx 1
Intervensi:
1. Observasi keadaan luka pasien
2. Gunakan tehnik septic dan aseptic selama perawatan luka
3. Tekankan tehnik cuci tangan yang baik untuk setiap individu yang kontak dengan pasien
4. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional:
1. Mengetahui keadaan luka pasien
2. Mencegah terpajan organism infeksius
3. Mencegah kontaminasi silang dan menurunkan resiko penyebaran infeksi
4. Antibiotic dapat membantu mengurangi penyebaran infeksi
B. Dx 2
Intervensi
1. Observasi tingkat nyeri pasien(skala 0-10)
2. Ajarkan pasien tehnik distraksi,relaksasi
3. Beri posisi yang nyaman
4. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional
1. Mengetahui derajat nyeri pasien
2. Distraksi relaksasi dapat membantu meringankan nyeri
3. Memberikan kenyamanan pada pasien sehingga dapat mengurangi nyeri yang dirasakan
4. Pemberian analgetik dapat membantu meringankan derajat nyeri pasien
C. Dx 3
Intevensi
1. Observasi makna perubahan yang dialami oleh pasien
2. Libatkan keluarga atau orang terdekat dalam perawatan
3. Catat perilaku menarik diri : peningkatan ketergantungan, manipulasi atau tidak terlibat pada perawatan
Rasional
1. Mengetahui perasaan pasien tentang keadaannya dan control emosinya
2. Dukung keluarga dan orang terdekat dapat mempercepat proses penyembuhan
3. Dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi lanjut dan terapi lebih ketat
D. Dx 4
Intervensi
1. Diskusikan tentang perawatan kulit,contoh :penggunaan pelembab dan pelindung sinar matahari
2. Berikan HE tentang Higiene,pencegahan dan pengobatan penyakitnya
3. Tekankan pentingnya mengevaluasi perawatan
Rasional
1. Meningkatkan perawatan diri setelah pulang dan kemandirian
2. Meningkatkan pengetahuan pasien
3. Dukungan jangka panjang continue dan perubahan terapi dibutuhkan untuk mencapai penyembuhan optimal
E. Dx 5
Intervensi :
1. Observasi derajat ansietas pasien
2. Informasikan pasien bahwa perasaannya normal
3. Berkan kenyaman fisik, lingkungan tenag dan istirahat
Rasional:
1. Mengetahui tingkat ansietas pasien sehingga dapat memberikan HE yang tepat
2. Pemahaman bahwa perasaan normal dapat membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan kontrol emosi
3. Rasa nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga membantu menurunkan ansietas
F. Dx 6
Intervensi :
1. Obeservasi atau catat ukuran, warnadan keadaan kulit di ara sekitar luka
2. Ubah posisi dengan sering
3. Beri perawatan kulit sering agar tidak terjadi kering atau lembab
Rasional :
1. Mengetahui perkembangan luka pasien dan kulit di sekitarnya
2. Memperbaiki sirkulasi darah
3. Terjadi kering / lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan

IV. Evaluasi
A. Dx 1
“tidak terjadi penyebaran infeksi akibat luka jerawat”
B. Dx 2
“ Nyeri pasien dapat diatasi”
C. Dx 3
“ pasien tidak lagi mengalami gangguan perubahan citra tubuh”
D. Dx 4
“ Pasien mengetahui tentang hygiene, pencengahan dan pengobatan bekas jerawatnya”
E. Dx 5
“ Ansietas pasien dapat diatasi”
F. Dx 6
“ Tidak terjadi kerusakan integritas kuli

Daftar Pustaka

1. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta.
2. Djuanda, A . 2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin . FKUI : Jakarta.
3. Phipet.blog.friendster.com/2008/04/pengaruh – menstruasi terhadap/jerawat – akne – vulgaris
4. Http=//mariasonhaji.wordpress.com/2008/12/02/antibiotika – topical/
5. Luknanrohimin.bog spot.com/2008/03/asuhan – keperawatan – aknevulgaris
6. Mansjoer, arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi Ketiga. Media Aesculapius: Jakarta
ASKEP TUMOR OTAK
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

I. Definisi
Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang tengkorak
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.
Tumor intracranial meliputi lesi benigna dan maligna. Tumor intracranial dapat terjadi pada beberapa struktur area otak dan pada semua kelompok umur. Tumor otak dinamakan sesuai dengan jaringan dimana tumor itu muncul.

II. Epidemiologi
Tumor otak mewakili sebanyak 20% dari semua kanker pada anak-anak. Pada kelompok usia ini 70% tumor primer tumbuh di daerah fosa posterior, sementara pada orang dewasa, proporsi yang sama tumbuh di atas tentorium. Pada orang dewasa terdapat insiden tumor primer dan metastatik yang hampir sama.

III. Etiologi
Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliptu faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan. (Fagan Dubin, 1979; Larson, 1980; Adams dan Maurice, 1977; Merrit, 1979). Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh lain juga dapat terjadi. Karsinoma metastase lebih sering menuju ke otak dari pada sarkoma. Lokasi utama dari tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan payudara.



IV. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi) dan gangguan pernafasan.


V. Klasifikasi
1. Berdasarkan jenis tumor
 Jinak
a. Acoustic neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma (grade I)
 Malignant
a. Astrocytoma (grade 2,3,4)
b. Oligodendroglioma
c. Apendymoma
2. Berdasarkan lokasi
 Tumor intradural
a. Ekstramedular
b. Cleurofibroma
c. Meningioma
d. Intramedular
e. Apendymoma
f. Astrocytoma
g. Oligodendroglioma
h. Hemangioblastoma
 Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru – paru, ginjal dan lambung.

VI. Gejala Klinis
Tumor otak menunjukkan gejala klinis yang tersebar bila tumor ini menyebabkan peningkatan TIK serta tanda dan gejala local sebagai akibat dari tumor yang mengganggu bagian spesifik dari otak.

a) Gejala peningkatan tekanan intracranial
Gejala – gejala peningkatan tekanan intracranial disebabkan oleh tekanan yang berangsur-angsur terhadap otak akibat pertumbuhan tumor. Pengaruhnya adalah gangguan keseimbangan yang nyata antara otak, cairan serebrospinal dan darah serebral. Semua terletak di tengkorak.
Gejala yang banyak terjadi akibat tekanan intra cranial yaitu :
• Sakit kepala
Meskipun tidak selalu ada tetapi ini banyak terjadi pada pagi hari dan menjadi buruk oleh karena batuk,menegang atau melakukan gerakan yang tiba-tiba. Keadaan ini disebabkan oleh serangan tumor, tekanan atau penyimpangan struktur sensitive nyeri, atau oleh karena edema yang mengiringi adanya tumor.
• Muntah
Kadang-kadang dipengaruhi oleh asupan makanan,yang selalu disebabkan adanya iritasi pada pusat vagal di medulla.
• Papiledema (edema pada saraf optic)
Ada sekitar 70%-75% dari pasien dan dihubungkan dengan gangguan penglihatan seperti penurunan tajam penglihatan, diplopia (pandangan ganda) dan penurunan lapang pandangan.
• Perubahan kepribadian
• Adanya variasi penurunan focal motorik,sensor dan disfungsi saraf cranial
b) Gejala terlokalisasi
Lokasi gejala-gejala terjadi spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena,menyebabkan tanda-tanda yang ditunjukkan local,seperti pada ketidaknormalan sensori dan motorik, perubahan penglihatan dan kejang.
• Tumor korteks motorik memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan seperti kejang yang terletak pada satu sisi tubuh yang disebut kejang jacksonian.
• Tumor lobus oksipital menimbulkan manifestasi visual, hemianopsia homonimus kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang pandangan pada sisi yang berlawanan dari tumor) dan halusinasi penglihatan.
• Tumor serebelum menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan mistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja) biasanya menimbulkan gerakan horizontal.
• Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi perilaku mental, pasien kurang merawat diri.
• Tumor sudut serebropontin biasanya diawali pada sarung saraf akustik dan memberikan rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak. Yaitu: tisnitus dan kelihatan vertigo, kesemutan dan terasa gatal-gatal pada wajah dan lidah, terjadi kelemahan atau paralisis , karena pembesaran tumor menyerang serebelum mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik.
• Tumor intracranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan funsi bicara dan gangguan gaya berjalan teutama pada pasien lansia.

VII. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per system (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi, pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernafasan.
Pengkajian inspeksi pernafasan pada klien tanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi . pengkajian pada klien tanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. TD biasa normal, tidak ada peningkatan heart rate.
c. B3 (Brain)
Tumor otak sering menyebabkan berbagai deficit neurology tergantung dari gangguan fokal dan adanya peningkatan TIK. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada system lainnya. Trias klasik pada tumor kepala adalah nyeri kepala, muntah dan papiledema.
d. B4 (Bladder)
Lnkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f. B6 (Bone)
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan , kehilangan sensorik , mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

VIII. Pemeriksaan Diagnostik
• Scan otak. Meningkatt isotop pada tumor.
• Angiografi serebral. Deviasi pembuluh darah.
• X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi intracranial.
• X-ray dada. Deteksi tumor paru primer atau penyakit metastase.
• CT scan atau MRI. Identfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran ventrikel serebral.
• Ekoensefalogram. Peningkatan pada struktur midline.

IX. Diagnosa Banding
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :
• Abses intraserebral
• Epidural hematom
• Hipertensi intrakranial benigna
• Meningitis kronik.
X. Prognosis
Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-40%. Terapi tumor otak di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit di Jakarta.
XI. Penatalaksanaan
Tindakan terhadap tumor otak adalah paliatip dan melibatkan penghilangan atau mengurangi simtomatologi serius.
Pendekatan terapeutik ini mencakup radiasi, yang menjadi dasar pengobatan, pembedahan (biasanya pada metastase intracranial tunggal), kemoterapi.
Kortikosteroid dapat membantu mengurangi sakit kepala dan perubahan kesadaran. Hal ini dianggap bahwa kortikosteroid (deksametason, prednison) menurunkan radang sekitar pusat metastase dan menurunkan edema sekitarnya.
Obat-obat lain mencakup agen-agen osmotic (manitol, gliserol) untuk menurunkan cairan pada otak, yang ditunjukkan dengan penurunan TIK. Obat-obat anti kejang (penitoin) digunakan untuk mencegah dan mengobati kejang.
Bila pasien mempunyai nyeri hebat, morfin dapat diinfuskan kedalam ruang epidural atau subaraknoid melalui jarum spinal dan kateter sedekat mungkin ke segmen spinal dimana nyeri dirasakan. Morfin disis kecil diberikan pada interval yang ditentukan.


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian :
a. Anamnesis : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan :
• Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan TIK dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat, muntah-muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
• Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana terjadi nyei kepala, mual, muntah, kejang dan penurunan tingkat keasadaran. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam ntrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive dan koma.
• Riwayat Kesehatan lalu
Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
• Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui adanya tumor otak pada generasi sebelumnya.




2. Diagnosa Keperawatan :
a. Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan desak ruang oleh masa tumor intracranial dan edema serebral.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kompresi pada pusat pernapasan di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan.
c. Risiko cedera yang berhubungan dengan gangguan dalam cara berjalan, vertigo, dan/ atau gangguan penglihatan, sekunder akibat kompresi/ perubahan tempat jaringan otak.
d. Ansietas yang berhubungan dengan implikasi kondisi dan ketidakpastian masa yang akan datang.
e. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melakukan/ kesulitan dalam pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari sekunder akibat kerusakan sensorik-motorik.
f. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan pemakaian energi untuk metabolism, asupan nutrisi yang kurang, mual, muntah.
g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensorik-motorik.
h. Nyeri akut: sakit kepala yang berhubungan dengan kompresi/ perubahan tempat jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial.
i. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial.








3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Dx : Risiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan desak ruang oleh massa tumor intrakranial dan edema serebral.
Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
Kriteria hasil :klien tidak gelisah , klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-muntah, dan muntah GCS :4,5,6, tidak terdapat papilidema, TTV dalam batas normal.

Intervensi Rasionalisasi
Kaji factor penyebab dari situasi / keadaan dari individu / penyebab koma / penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis / tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
Monitor ttv tiap 4 jam Suatui keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolic) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intracranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi, distrimia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK
Evaluasi pupil Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari pergerakan bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak terkoyak. Keseeimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respons reflex saraf cranial.
Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan. Panas merupakan reflex dari hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolism dan O₂ akan menunjang peningkatan TIK
Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Tindakan terus-menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan , lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah, dan suasana yang tidk gaduh. Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.
Cegah / hindarkan terjadinya valsava maneuver. Mengurangi tekanan intrathorakal dan intraabdominal sehingga menghindarkan peningkatan TIK
Bantu klien jika batuk,muntah Aktivitas ini dapat meningkatkan intrathoraks/tekanan dalam thoraks dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari. Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan repleks nyeri di mana klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran atau pelebaran bladder , pertahankan drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. Dapat meningkatkan respon otomatis yang potensial menaikkan TIK.
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang sebab akibat peningkatan TIK Meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran GCS Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi pemberian O₂ sesuai indikasi. Mengurangi hipokemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral , dan volume darah serta menaikkan TIK.
Berikan cairan intravena sesuai dengan yang diindikasikan. Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral , peningkatan minuman pada pembuluh darah , tekanan darah, dan TIK.
Berikan obat deuritik osmotic contohnya dexametason, metal prednisolon. Deuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari sel otak dan mengurangi edema serebral dan TIK.
Berikan analgesic narkotik contoh kodein. Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
Berikan antipiretik contohnya asetaminofen. Mengurangi/ mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti protombin, LED. Membantu memberikan informasi tentang efektivitas pemberian obat.

b. Dx: ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kompresi pada pusat pernapasan di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan adanya peningkatan pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil : pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi factor-faktor penyebab.

Intervensi Rasionalisasi
Berikan posisi yang nyaman , biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Baik kesisi yang sakit. Dukung klien untuk duduk klien untuk duduk sebanyak mungkin. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Observasi fungsi pernapasan , catat frekuensi pernapasan , dispnea atau perubahan TTV Disters pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi / factor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
Pertahankan prilaku tenang, bantu klien untuk mengontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan / ansietas.
Taruhlah kantung resusitasi di samping tempat tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu-waktu dapat digunakan. Kantung resusitasi / manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain misalnya dokter, radiologi, dan fisioterapi.
• Pemberian antibiotic
• Pemberian analgesic
• Fisioterapi dada
• Konsul foto thoraks. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

c. Dx :Risiko cedera yang berhubungan dengan gangguan dalam cara berjalan, vertigo, dan/ atau gangguan penglihatan, sekunder akibat kompresi/ perubahan tempat jaringan otak.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi cedera.
Kriteria hasil : Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor ang terlibat dalam kemungkinan cidera.
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Intervensi Rasional
Jauhkan dari benda-benda tajam Meminimalkan risiko cedera
Berikan penerangan yang cukup Meminimalkan terjadinya benturan
Usahakan lantai tidak licin dan basah Meminimalkan klien jatuh
Pasang side rail Menghindari klien terjatuh pada saat istirahat
Anjurkan pada keluarga klien untuk selalu menemani klien dalam beraktivitas. Untuk meningkatkan menjaga keamanan

d. Dx :Ansietas yang berhubungan dengan implikasi kondisi dan ketidakpastian masa yang akan datang.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan rasa cemas klien berkurang
Kriteria hasil : klien dapat mengakui dan mendiskusikan rasa takut
mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi
tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.

intervensi Rasional
Kaji status mental tingkat ansietas dari pasien/keluarga.
Catat adanya tanda-tanda verbal atau non verbal. Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya.
Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas.
Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan barikan informasi tentang prognosa penyakit. Penting u/ menciptakan kepercayaan karena diagnosa tumor otak mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yg akurat dapat memberikan keyakinan pd pasien dan juga keluarga.
Jelaskan dan siapkan u/ tindakan prosedur sebelum dilakukan Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan otak.
Berikan kesempatanpasien u/ mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya. Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat titujukan.
Libatkan pasien/ keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin. Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.
Berikan dukungan terhadap perencanaan gaya hidup yang nyata setelah sakit dalam dalam keterbatasannya tetapi sepenuhnya menggunakan kemampuan/ kapasitas pasien. Meningkatkan perasaan akan keberhasilan dalam penyembuhan.

e. Dx : Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melakukan/ kesulitan dalam pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari sekunder akibat kerusakan sensorik-motorik.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan personal hygiene terpenuhi
Kriteria hasil : klien dapat menunjukkan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan

intervensi Rasionalisasi
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu

Klien dalam keadaan cemas dan ketergantungan, hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
Menyadarkan tingkah laku / sugesti tindakan pada penindungan kelemahan. Pertahankan support pola pikir, izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik positif untuk usahanya Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien. Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba
Rencanakan tindakan untuk menangani defisit penglihatan
Klien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat keluar masuknya orang ke ruangan
Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan
Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar tempat tidur menurunkan resiko tertimpa perabotan
Beri kesempatan untuk menolong diri seperti ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet Mengurangi ketergantungan


Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan istirahat Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
Pemberian supositoria dan pelumas feses / pencahar Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB
Konsul ke dokter terapi okupasi Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus

f. Dx : Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan pemakaian energi untuk metabolism, asupan nutrisi yang kurang, mual, muntah.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil: Pasien mengerti tentang pentingnya nurisi bagi tubuh.
Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboraturium.

Intervensi Rasionalisasi
Evaluasi kemampuan makan klien Klien dengan tracheostomy tube mungkin sulit untuk makan, tetapi klien dengan endotracheal tube dapat menggunakan mag slang atau member makanan parenteral
Observasi atau timbang berat badan jika memungkinkan Tanda kehilangan berat badan dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalh katabolisme, kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.
Monitor keadaan otot yang menurun dan kehilangan lemak subkutan Menunjukkan indikasi kekurangan energy otot dan mengurangi fungsi otot-otot pernapasan.
Catat pemasukan peroral jika diindikasikan. Anjurkan klien untuk makan. Nafsu makan biasanya berkurang dan nurisi yang masukpun berkurang. Anjurkan klien memilih makanan yang disenangi dapat di makan (bila sesuai anjuran)
Berikan makanan kecil dan lunak. Mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan, dan mencegah ganggu.an pada lambung
Kajilah fungsi system gastrointestinal yang meliputi suara bising usus, catat terjadi perubahan di dalam lambung seperti mual dan muntah. Observasi perubahan pergerakan usus misalnya diare , konstipasi. Fungsi system gastrointestinal sangat penting untuk memasukan makanan. Ventilator dapat menyebabkan kembung pada lambung dan perdarahan lambung.
Anjurkan pemberian cairan 2500 cc/hari selama tidak terjadi gangguan jantung. Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunan ventilator selama tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi.
Kolaborasi
a. Aturlah diet yang diberikan sesuai keadaan klien

b. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum, transferin, BUN/Creatinin, dan glukosa
a. Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat diperlukan selama pemasangan ventilator untuk mempertahankan fungsi otot-otot respirasi.
b. Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien

g. Dx : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensorik-motorik.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil: Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dg cara yang teratur. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
Ubah posisi minimal setiap 2 jam Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Letakkan pada posisi telungkup satu atau dua kali sehari jika pasien dapat mentoleransinya. Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
Mulailah melakukan laihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstrimitas saat masuk. Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
Sokong ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki selama periode paralisis flaksid. Mencegah kontraktur dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.
Tempatkan bantal di bawah aksila u/ malakukan abduksi pada tangan. Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
Tinggikan tangan dan kepala. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terjadinya edema.
Bantu u/ mengembangkan keseimbangan duduk. Membantu dalam melatih kembali saraf, meningkatkan respons proprioseptik dan motorik.
Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. Mempertahankan posisi fungsional.

h. Nyeri akut: sakit kepala yang berhubungan dengan kompresi/ perubahan tempat jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri dapat berkurang / hilang
Kriteria hasil :secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat mengidentifikasikan aktivitas yang meningkat atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0.

intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi dan non invasive
Pendekatan dengan menggunakan non farmakologi telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri

Ajarkan teknik relaksasi masase Dapat melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi dan akan dapat mengurangi nyerinya
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut Mengalihkan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa nyeri akan berlangsung
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya, dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
Observasi nyeri dan tingkat respon motorik klien Untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
Kolaborasi pemberian analgesik
Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

i. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

Intervensi Rasional
Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukusa, turgor kulit. Indikator keadekuatan volume sirkulasi.
Awasi jumlah dan tipe masukan cairan. Ukur haluaran urine dengan adekuat. Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak padakeseimbangan elektrolit.
Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laktasik/ diuretik. Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau penggunaan laksatif/ diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.
Identifikasi rencana untuk meningkatkan atau mempertahankan keseimbangan cairan optimal misal jadwal masukan cairan. Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki ketidakseimbangan akan lebih besar kesempatan untuk berhasilnya.


4. Evaluasi
Dx 1 : Klien tidak gelisah.
Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-muntah, dan muntah.
GCS :4,5,6, TTV dalam batas normal.
Tidak terdapat papilidema.
Dx 2: Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Terjadi perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi factor faktor penyebab.
Dx 3:Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor ang terlibat dalam kemungkinan cidera.
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Dx 4 : Klien dapat mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
Mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
Dx 5 : Klien dapat menunjukkan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri.
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
Dx 6 : Pasien mengerti tentang pentingnya nurisi bagi tubuh.
Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboraturium.
Dx 7 : Tidak terjadi kontraktur sendi.
Bertambahnya kekuatan otot.
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Dx 8 : Pasien melaporkan nyeri berkurang.
Pasien dapat mengidebtifikasi activitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri.
Pasien tampak relaks.
Skala nyeri 0.
Dx 9 : Haluaran urine adekuat.
Tanda vital stabil.
Membran mukosa lembab.
Turgor kulit baik.