I. KONSEP DASAR PENYAKIT
Sirosis Hepatis
1. Pengertian
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Epidemiologi
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsy sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat. Angka kejadian di Indonesia menunjukan pria lebih banyak menderita sirosis dari wanita (2-4,5:1), terbanyak didapat pada decade kelima. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dari 19.914 pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati(5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 8.19 pasien sirosis hati (72,7%) perbandingan pria dan wanita 2,2:1 dari hasil biopsy ternyata kekerapan sirosisc mikro dan makronodular hampir sama (1,6:1,3).
3. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
4. Patofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
6. Klasifikasi
Terdiri atas :
1. Etiologi
2. Morfologi
3. Fungsional
1. Klasifikasi Etiologi
1.1 Etiologi yang diketahui penyebabnya.
1.1.1. Hepatitis virus tipe B dan C
1.1.2. Alkohol
1.1.3. Metabolik
Hemokromatosis idiopatik, penyakit wilson, defisiensi alpha 1 anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan glikogen
1.1.4. Kolestasis kronik atau sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik
1.1.5. Obstruksi aliran vena hepatik
Penyakit veno oklusif.
Sindrome Budd Chiari.
Perikarditis kontruktiva.
Payah jantung kanan.
1.1.6. Gangguan imunologis
Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
1.1.7. Toksik dan obat
MTX,INH,Metildopa
1.1.8 . Operasi pintas usus halus pada obesitas
1.1.9. Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistomiasis (biasanya ada hubungan dengan etiologi lain)
1.2. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya
Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik atau heterogenos. Ada yang mendapatkan kekerapan sekitar 50%, di Inggris 30%. Diprancis dimana alkoholisme sebagai etiologi banyak dijumpai, angka kriptogenik menurun. Juga dinegara dimana faktor etiologi telah diketahui seperti infeksi hepatitis viral dengan serologik marker, angka kejadian kriptogenik akan menurun
2. Klasifikasi Morfologi
Secara makroskopik sirosis dibagi atas :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran
1. Sirosis Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut diseluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3mm, sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Sirosis Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya pada daerah luas dengan parenkim yang masih banyak atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Sirosis Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Biopsi Hati:
Diagnosis pasti suatu penyakit hati seperti sirosis hati dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati.
3. Klasifikasi Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas :
Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
Dekompensasi (Aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)
1. Kegagalan hati/hepatoseluler
Dapat timbul keluhan subyektif berupa lemah, berat badan menurun, kembung, mual ,dll.
Spider nevi/agiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas.
Eritema palmaris.
Asites
Pertumbuhan rambut berkurang
Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul:
Ikterus/jaundice, subferbis, sirkulasi hiperkinetik dan faktor hepatik.
Enselofati hepatik, bicara gagok atau slurred speech, flaping tremor akibat amonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
Hipoalbuminemia, Edema pretibial, gangguan koagulasi darah atau difesiensi protrombin.
2. Hipertensi Portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya registensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal ke sistem portal akibat distorsi arsitektur hati. Biasanya disebabkan satu faktor saja misalnya penigkatan resistensi. Lokasi penigkatan resistansi bisa :
Prehepatik, biasa kongenital, trombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik menigkat tetapi tekanan portal intrahepatik normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfe.
Intrahepatik
Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
Sinusoinal (Sirosis hati)
Post-sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran
2.3. Posthepatik karena perikarditis kontriktiva, insufisiensi trikuspidal.
7. Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
8. Pemeriksaan Fisik
8.1. Hati
Perkiraan besar hati, biasa hati membesar paa awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapat tangannya sendiri (7-10cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biaanya kenyal/firm,pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit tekan pada perabaan hati.
8.2. Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:
8.2.1. Scuffner. Hati membesar kemedial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).
8.2.2. Hacket, bila limfa membesar kearah bawah saja (HI-V)
8.3. Perut dan Ekstra Abdomen
Pada perut diperhatikan vena kolateral dan asites.
8.4. Manifestasi diluar perut.
Perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pingang, caput medussae dan tubuh bagianbawah. Perlu diperhatikan adanya aritema palmaris, ginekomastia dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangaan dalam menegakkan diagnosis sirosis hati.
1) Darah
Bisa dijumpai Hb rendah, Anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolestrol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik
2) Kenaikan kadar enzim transaminase atau SGOT, SGPT tidak berupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran darisel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3) Albumin.Kadar albumin yang merendah merupakan cereminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stres seperti tindakan operasi.
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal mempunyai prognosis yang jelek.
5) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na kurang dari 4meq/l menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K parentral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan Hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan pendarahan baik dari varises esofagus, gusi maupu efistaksis.
7) Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukan prognosis kurang baik
8) Pemeriksaam Marker serologi pertanda virus seperti HBsAg atau HBsAb, HBeAg atau HBeAb, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.
Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan.Nilai AFP yang terus menaik mempunyai n9ilai diagnostik untuk suatu hepatoma atau kanker hati primer. Nilai AFP > 500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
b. Radiologi
Dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
c. Esofagoskopi
Dengan ini dapat dilihat varises esofagos sebagai komplikasi sirosis hat kelebihannya ialah dapat melihat langsung pendarahan varises esofagus , tanda-tanda yang mengarah yang akan kemungkin an terjadi pendarahan.
d. Ultrasonografi
Diperlukan pengalaman seorang seorang sonografis karena banyak faktor subyektif yang dilihat pingirhati, permukaan, pembesaran, homogenitas, asites, splenomegali gambaran vena hepatika, vena porta,pelebaran saluran empedu daerah hipo atau hiperekoik.
e. Sidikan Hati
Radionukleid yang disuntikan secara intra vena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limfe. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limfe, kelainan tumorhati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpuk dan difus.
f. Tomografi komputerisasi
Walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar , bentuk dan homogenitas hati
g. ERCP
Digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstra hepatik.
h. Angiografi
Angiografi selektif, seliak gastrik atau splenofotografi terutama pengukuran tekanan vena porta.
Pada beberapa kasus prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista
10. Prognosis
Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis reversibel. Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson`s ternyata pada proses penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis akibat alkohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alkohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi,minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi Child yang dikembangkan maka keadaan dibawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari sirosis.
1) Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.
2) Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar.
3) Kadar albumin rendah.
4) Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatik spontan tanpa faktor pencetus luar.Gagal hati tanpa pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang jelas faktor pencetusnya.
5) Hati mengecil.
6) Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus.
7) Komplikasi nrurologis bukan akibat kolateralisasi ekstensif.
8) Kadar protrombin rendah.
9) CHE rendah,sediaan biopsi yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan.
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati atau kegagalan hepatoseluler,beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
11. Terapi atau tindakan penanganan
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal.Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
1) Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur,istirahat yang cukup,susunan diet tinggi kalori dan protein,lemak secukupnya (DH III-IV).Bila
6 Proses Keperawatan Pada Pasien Sirosis Hepatis
• Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau (durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Yang juga harus dicatat adalah riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat anestesi umum dicatat dan dilaporkan.
Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani. Di samping itu, hubungan pasien dengan keluarga, sahabat dan teman sekerja dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi sekunder akibat meteorismus (kembung), perdarahan gastrointestinal, memar dan perubahan berat badan perlu diperhatikan.
Status nutrisi yang merupakan indikator penting pada sirosis dikaji melalui penimbangan berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan antropometrik dan pemantauan protein plasma, transferin, serta kadar kreatinin.
Data dasar pengkajian pasien sirosis hepatis (Marylinm E.Donenges, tahun 1999)
1) Aktivitas/istirahat
Subyektif : Pasien mengeluh badan lemas, kelelahan dan terlalu lelah
Obyektif : Letargi, penurunan massa otot/tonus.
2) Sirkulasi
Subyektif : Pasien mengatakan ada riwayat penyakit jantung reumatik, perikarditis, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati)
Obyektif : Distensi vena abdomen
3) Eleminasi
Subyektif : Pasien mengeluh tidak bisa flatus
Obyektif : Distensi abdomen, penurunan/tidak adanya bising usus, urine gelap dan pekat
4) Makan/Minum
Subyektif : Mengeluh tidak ada nafsu makan,mual muntah, dan tidak dapat mencerna
Obyektif : Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan). Edema umum pada jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik ,nafas berbau/fetorepatikus, pendarahan gusi.
5) Neurosensori.
Subyektif : Orang terdekat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Obyektif : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tak jelas,asterik(ensefalopati hepatik).
6) Kenyamanan
Subyektif : Pasien mengeluh nyeri perut dan merasa gatal pada daerah perut.
Obyektif : Prilaku berhati-hati/distraksi, fokus padadiri sendiri.
7) Pernafasan
Subyektif : Mengeluh sesak nafas
Obyektif : Takipnea, pernafasan dangkal, terdabat bunyi nafas tambahan ,ekspansai paru terbatas (asites), hipoksia.
8) Keamanan
Subyektif : Perasaan gatal
Obyektif : Ikterik, ptekie angioma, spidernefi, iretema palmar.
9) Seksualitas
Subyektif : Mengeluh ada gangguan menstruasi, impoten.
Obyektif : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)
10) Pembelajaran
Subyektif : Mengatakan ada riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan penyakit hati alkoholik, riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpapar pada toksin, trauma hati, perdarahan gastro intestinal; atas dan penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Obyektif : Memerlukan bantuan dengan tugas perawatan/ pengaturan rumah, menunjukan rerata dirawat 7,2 hari.
Pemeriksaan diagnostik.
a) Skan biopsi hati : Menditeksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
b) Esofaguskopi : Dapat menunjukan adanya varises esofagus.
c) Bilirubinserum : Meningkat karena gangguan seluler, ketidak mampuan hati untuk mengkunjugasi, atau obstruksi bilier.
d) AST (SGOT) ALT(SGPT) LDH : Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
e) Alkaline fosfatase : Meningkat karena penurunan ekskresi.
f) Albumin serum : Menurun karena penekanan sintesis.
g) Globulin (Ig A dan Ig G) : Peningkatan sintesis
h) Darah lengkap : Ab/Ht dan SDM mungkin menurun karena pendarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Lecopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme dan defisiensi besi. Lecopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
i) Masa protrombin/PPT : Memanjang (penurunan sintesis protrombin)
j) Fibrinogen : Menurun
k) BUN : Meningkat menunjukan kerusakan darah/protein.
l) Amoniasirum : Meningkat karena ketidak mampuan untuk berubah dari amonia menjadi urea.
m) Glukosaserum : Hipoglikemia diduga mengganggu glikoserin
n) Elektrolit : Hipokalimia menunjukan penuingkatan aldosteron, meskipun sebagai ketidak seiombangan dapat terjadi.
o) Kalsium : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi vitamin D.
p) Pemeriksaan nutrien : Definisi vitamin A, B12, C, K, asam folat dan besi.
q) Urobilinogen urine : Ada/tak ada sebagai petunjuk untuk membedakan penyakit hati, penyakit himolitik, dan obstruksi biler
r) Urobilinogen fekal : Penurunan ekskresi
s) Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yanmg mungkin sebagai faktor pedisposisi.
b. Diagnosa Keperawatan ( Marilynn E. Doenges, 1999 )
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diet tidak adekuat : anoreksia mual muntah.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi:penurunan protein plasma,kelebihan masukan cairan / kelebihan natrium.
3) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi / status metabolik,akumulasi garam empedu pada kulit,adanya edema dan asites.
4) Risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya asites.
5) Risiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan profil darah abnormal : gangguan faktor pembekuan (penurunan produksi protrombin, pibrinogen dan gangguan absorpsi vitamin K).
6) Risiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan (tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala diagnosa actual).
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan biofisika/gangguan penampilan fisik, prognosis yang meragukan, perubahan peran fungsi.
8) Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronik sekunder akibat sirosis.
9) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, kesalahan interprestasi, ketidak biasaan terhadap sumber-sumber inpormasi.
c. Perencanaan dan rasional (Marilynn E.Doenges,1999)
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diet tidak adekuat : anoreksia mual muntah.
Pasien akan menunjukan peningkatan berat badan prograsif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi lebih lanjut
Intervensi
1) Ukur masukan diet dengan jumlah kalori
R/ Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan /defisiensi
2) Timbang sesuai dengan indikasi, bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep
R/ Menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi sulit karena keadaan gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan masa otot dan simpanan lemak subkutan.
3) Berikan makanan sedikit dan sering
R/ Buruknya toleransi terhadap makan banyak, mungkin berhubungan dengan peningkataan tekananan intra abdomen/asites.
4) Berikan tambahan garam bila diijinjkan hindari yang mengandung ammonium
R/ Tambahan garam meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan, ammonia berisiko ensefalopati.
5) Berikan makanan halus hindari makanan kasar sesuai indikasi
R/ Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat
6) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
R/ Pasien cendrung mengalami luka atau pendarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut dapat menyebabkan anoreksia
7) Kolaborasi dengan dokter : berikan obat sesuai indikasi contoh : Tambah vitamin. Tiamin, dan asam folat
R/ Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang rusak tak dapat menyimpan vitamin A. B kompleks, D dan K, juga kekurangan besi dan asam folat menimbulkan anemia
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi:penurunan protein plasma,kelebihan masukan cairan / kelebihan natrium.
Menunjukan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran. Berat badan stabil ,tanda vital dalam rentan normal, dan tidak ada edema
Intervensi
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (Pemasukan melebihi pengeluaran timbang berat badan tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5kg/hari
R/ Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan , dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif/ peningkatan berat badan menunjukan retensi cairan lanjut. Penurunan volume sirkulasi ( perpindahan cairan) dapat mengakibatkan secara langsung fungsi/ haluran urine, mengakibatkan sindrom hepato renal.
2) Awasi tekanan darah
R/ Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar vaskuler. Distensi jugularis eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler
3) Auskultasi paru, catat penurunan/tak ada bunyi nafas dan terjadinya bunyi tambahan (krekels)
R/ Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi gangguan pertukaran gas dan komplikasi edema paru
4) Kaji derajat perifer/edema dependen.
R/ Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retrensi natrium dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH.
5) Ukur lingkaran abdomen
R/ Menunjukan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/ cairan kedalam area peritoneal akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume sirkulasi menyebabkan defisit
3) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi / status metabolik,akumulasi garam empedu pada kulit,adanya edema dan asites.
Mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukan prilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
1) Lihat permukaan kulit/ titik tekan secara rutin gunakan lotion minyak dan batasi penggunaan sabun untuk mandi
R/ Edema jaringan lebih cendrung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus, asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat
2) Ubah posisi pada jadwal teratur, saat diskusi/tempat tidur bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif
R/ Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan mempertahankan mobilitas sendi.
3) Tinggikan ekstremitas bawah.
R/ Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas.
4) Pertahankan seprei kering dan bebas lipatan .
R/ Kelembapan meningikan proritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
5) Gunting kuku jari hinga pendek
R/ Mencegah pasien dari cidera tambahan pada kulit khususnya bila tidur.
6) Berikan perawatan perinial setelah berkemih dan defikasi.
R/ Mencegah ekskorasi kulit dari garam empedu
4) Risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya asites.
Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif
Intervensi
1) Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan
R/ Pernafasan dangkal cepat/dipsnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2) Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi dan ronkhi.
R/ Menunjukan adanya komplikasi (adanya bunyi tambahan menuju akumulasi cairan/sekresi tak ada/menurunkan bunyi atelektasis) meningkatkan risiko infeki.
3) Selidiki perubahan tingkat kesadaran.
R/ Perubahan mental dapat menunjukan hipoksemia dan gagal pernafasan, yang sering disertai koma hepatik.
4) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi posisi miring.
R/ Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan aspirasi secret.
5) Ubah posisi dengan sering, dorong nafas dalam dan latihan batuk.
R/ Membantu ekspirasi paru dan mobilitas secret
6) Awasi suhu catat adanya menggigil meningkatnya batuk, perubahan warna/ karakter sputum
R/ Menunjukan timbulnya infeksi (pneumonia).
7) Kolaborasi dengan dokter: photo thorak , berikan tambahan O2 sesuai dengan indikasi
R/ Menyatakan perubahan status pernafasan , terjadinya komplikasi paru.O2 mungkin perlu untuk mencegah hipoksia.
5) Risiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan profil darah abnormal : gangguan faktor pembekuan (penurunan produksi protrombin, pibrinogen dan gangguan absorpsi vitamin K).
Pasien akan menunjukan prilaku menurunkan resiko perdarahan
Intervensi
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal (semua sekresi untuk adanya darah warna coklat atau samar ). Observasi warna, konsistensi feses dan muntah
R/ Esofagus dan rectum paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mucosa yang mudah rusak dan gangguan dalam hemostssis karena sirosis
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu sumber atau lebih
R/ KID sub akut dapat terjadi sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan
3) Awasi nadi, tekanan darah dan CVP bila ada
R/ Peningkatan nadi dengan penurunan tekanan darah dan CVP dapat menunjukan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
4) Catat perubahan mental/tingkat kesadaran
R/ Perubahan dapat menunjukan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
5) Hindari pengukuran suhu rectal, hati-hati memasukan selang gastrointestinal.
R/ Rectal dan vena esophageal paling rentan untuk robek
6) Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bekas injeksi
R/ Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan risiko perdarahan/ hematoma.
7) Kolaborasi dengan dokter: awasi Hb ,Ht, dan faktor pembekuan. Berikan obat sesuai dengan indikasi; vitamin tambahan (vitamin K,D, dan C)
R/ Indikator anemia, perdarahan aktif atau terjadinya komplikasi (KID). Meningkatkan sintesis protrombin dan koagulasi bila hati berfungsi kekurangan vitamin C meningkatkan kerentanan terhadap sistem gastro intestinal untuk terjadi iritasi/perdarahan .
6) Risiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan (tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala diagnosa actual).
Pasien akan menunjukan perubahan prilaku pola hidup untuk mencegah /meminimalkan perubahan mental.
Intervensi
1) Observasi perubahan prilaku dan mental (letargi, bingung, cendrung tidur, bicara lambat/tak jelas, peka rangsangan)
R/ Pengkajian terus menerus terhadap prilaku dan status mental penting karena fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Catat terjadinya asterik, fektor hepatikum, aktifitas kejang.
R/ Menunjukan peningkatan kadar ammonia sirum. Peningkatan resiko berlanjutnya enselofati.
3) Konsul pada orang terdekat tentang prilaku umum dan mental pasien.
R/ Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
4) Orientasikan kembali pada waktu tempat orang sesuai kebutuhan .
R/ Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan menurunkan bingung/ansietas.
5) Pertahankan kenyamanan, lingkungan tenang dan pendekatan lambat, kegiatan tenang. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
R/ Menurunkan rangsangan berlebihan/ kelebihan sensori, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan koping.
6) Pasang pengaman tempat tidur dan beri bantalan bila perlu. Berikan pengawasan ketat.
R/ Menurunkan resiko cidera bila bingung, kejang atau terjadi perilaku merusak.
7) Kolaborasi dengan dokter: Awasi pemeriksaan laboratorium (Amonia, Elektrolit, Ph, BUN, glukosa, darah lengkap dengan difrensial.Berikan obat sesuai indikasi : Elektrolit
Agen bakterial (neo misin ,kanamisin)
R/ Peningkatan kadar ammonia, hipokalemia, alkalosis metabolik, hipoglikemik, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan atau berpotensi terjadi koma hefatik. Memperbaiki ketidak seimbangan dan dapat memperbaiki fungsi serebral/ metabolisme ammonia. Menghancurkan bakteri usus menurunkan produksi ammonia dan mencegah ensefalopati.
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan biofisika/gangguan penampilan fisik, prognosis yang meragukan, perubahan peran fungsi.
Pasien akan : menyatakan pemahaman dan penerimaan diri pada situasi yang ada. Mengidentifikasi perasaan dan metode koping terhadap persepsi diri negatif
1) Diskusikan situasi /dorong pernyataan takut/masalah. Jelaskan hubungan antara gejala dan asal penyakit.
R/ Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alkohol atau penggunaan obat lain.
2) Dukung dan dorongan pasien (berikan perawatan dengan positif, prilaku bersahabat)
R/ Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan untuk membuat upaya membantu pasien merasakan nilai pribadi.
3) Dorong keluarga/orang terdekat untuk menyatakan perasaan berkunjung/berpartisipasi pada perawatan.
R/ Anggota keluarga dapat merasakan bersalah tentang kondisi pasien dan takut terhadap kematian. Kebutuhan dukungan emosi tanpa penilaiaan dan bebas mendekati pasien. Partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan kepada staf, pasien dan orang terdekat
4) Bantu pasien /orang terdekat untuk mengatasi perubahan penampilan (anjurkan memakai baju yamg tidak menonjolkan gangguan penampilan seperti pakaian merah, biru atau hitam)
R/ Pasien dapat menunjukan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites, area ekimosis. Meningkatkan harga diri dan meningkatkan rasa control.
8) Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronik sekunder akibat sirosis.
Pasien akan : menunjukan tanda fisiologis efek dari keletihan (menurunnya keluhan fisik, secara emosional labil dan tidak mudah tersinggung, bugar dan bersemangat. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa)
Intervensi
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas /rutinitas biasa, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2) Kaji kehilangan gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot.
R/ Menunjukan perubahan neurologi karena difisiensi vitamin B 12 mempengaruhi keamanan pasien /risiko cidera.
3) Berikan lingkungan yang tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telpon dan gangguan , berikan tindakan yang tidak direncanakan .
R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
4) Berikan bantua dalam aktivitas /ambulasi bila perlu memungkinkan pasien untuk melakukan secara bertahap.
R/ Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sendiri
5) Gunakan teknik penghematan energi (mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas)
R/ Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpanan energi dan mencegah kelemahan
6) Rencanakan kemajuan aktifitas dengan pasien, termasuk aktifitas yang pasien pandang perlu ditingkatkan tingkat aktifiytas sesuai dengan toleransi.
R/ Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
9) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, kesalahan interprestasi, ketidak biasaan terhadap sumber-sumber inpormasi.
Pasien akan : menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan
Intervensi
1) Kaji ulang proses penyakit /prognosis dan harapan yang akan datang.
R/ Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang membuat pilihan informasi.
2) Informasikan pasien tentang efek gangguan obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan atau dijelaskan oleh dokter yang mengenal riwarat pasien
R/ Beberapa obat bersifat Hepatotosik (narkotik, sedatif, dan hipnotik). Selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolisme semua obat potensial efek akumulasi atau meningkatnya kecendrungan pendarahan.
3) Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang dan keju padat.Berikan instruksi diet tertulis.
R/ Pemeliharaan diet yang tepat dapat menghindari makanan tinggi ammonia, Perbaiki gejala dan membantu mencegah kerusakan hati. Intruksi tertulis akan membantu pasien sebagai rujukan dirumah.
4) Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati progran trapiutik
R/ Sifat mpenyakit kronis mempunyai potensial untuk komplikasi mengancam hidup. Kesempatan untuk evaluasi keefektifan memberikan program potensi piranti yang digunakan
5) Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label makanan/obat yang dijual bebas.
R/ Meminimalkan asites dan pembentukan edema. Penggunaan berlebihan bahan tambahan dapat mengakibatkan ketidak seimbangan elektrolit lain. Makanan, produk yang dijual bebas /pribadi (antasida, beberapa pembersih mulut) dapat mengandung natrium tinggi atau alkohol.
6) Dorong menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat adekuat
R/ Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan metabolik tubuh dan meningkatkan simpanan energi untuk regenerasi jaringan
7) Tingkatkan aktivitas hiburan yang dapat dinikmati pasien.
R/ Mencegah kebosanan dan meminimalkan asietas dan depresi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar