Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. ~ Ernest Newman

22 November 2010

ASKEP ABORTUS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gr am (Derek Liewollyn&Jones: 2002).

Hal serupa dikemukakan Murray, 2002 bahwa abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaan hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.

2. Epidemiologi

Data dari beberapa Negara memperkirakan bahwa antara 10 %dan 15% yang terdiagnosis secara klinis berakhir dengan abortus. Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia diatas 30 tahun dan meningkat pada usia 35 tahun. Frekuensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas: 6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus; angka ini menjadi 16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami abortus spontan (Derek Liewollyn&Jones, 2002).

3. Etiologi

Abortus dapat terjadi karena beberapa etiologi yaitu :

A. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah:
a.Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b.Lingkungan sekitar tempat imp
lantasi kurang sempurna
c.Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol

B. Gangguan sirkulasi plasenta

Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefrisis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomaly plasenta.

C. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.

D. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

4. Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

5. Klasifikasi

A. Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari semua abortus.

Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya :

a) Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

b) Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

c) Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

d) Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

e) Abortus servikalis : keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis serviks uterus menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis

f) Missed Abortion : kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.

g) Abortus habitualis : abortus yang berulang dengan frekuaensi lebih dari 3 kali

B. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) : Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.

Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :

a) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics: Pengguguran kehamilan dengan alat – alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misal ibu berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks.

b) Abortus provocatus criminalis : pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum.

6. Tanda dan Gejala

Secara umum tanda dan gejala abortus sebagai berikut :

a) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu

b) Keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat

c) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi

d) Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus

7. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva

b.Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.

c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

8. Pemeriksaan Penunjang

a) Tes Kehamilan

Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus

b) Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

c) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

Diagnosa Banding

Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan kelainan serviks. Abortion imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak disertai rasa mulas.

d) Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.

e) Pemeriksaan kadar HCG dalam urine untuk memastikan kehamilan masih berlangsung.

f) Pemeriksaan auskultasi dengan funduskop dan doppler untuk memastikan kondisi janin.

9. Penatalaksanaan

o Abortus Imminens

Penanganan abortus imminens meliputi :

§ Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.

§ Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.

§ Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.

o Abortus Insipiens

Penanganan Abortus Insipiens meliputi :

a) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan:

§ Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).

§ Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

b) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :

§ Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.

§ Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.

c) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan

o Abortus lnkompletus

Penanganan abortus inkomplit :

a) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg per oral.

b) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :

§ Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.

§ Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).

c) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:

§ Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi

§ Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)

§ Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

d) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

o Abortus Kompletus

Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.

o Abortus Servikalis

Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.

o Missed Abortion

Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami keluhan sebagai berikut:

a) Tidak enak badan.

b) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu meningkat.

c) Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.

d) Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-flek darah atau perdarahan terus-menerus.

Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi :

· Lama kehamilan

· Kapan terjadinya perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang mempengaruhi

· Karakterstik darah; merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah, dan lendir

· Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam, mulas serta pusing

e) Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop

f) Perasaan takut dan khawatir terhadap kondisi kehamilan.

g) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat dan suhu meningkat.

2. Diagnosa

Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut;

a. Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi uterus

b. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam jumlah berlebih

c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia

d. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin

e. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi

3. Intervensi

No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

1

Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi uterus

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat bertoleransi terhadap nyeri yang dialami dengan criteria hasil;

· Ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi

· Tanda-tanda vital dalam batas normal

· Ibu tidak meringis

1. Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji kontraksi uterus hemoragi atau nyeri tekan abdomen

2. Kaji stress psikologis ibu /pasangan dan respon emosiol terhadap kejadian

3. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk menurunkan rasa nyeri. Instruksikan untuk menggunakan metode relaksasi, misalnya; nafas dalam, visualisasi distraksi, dan jelaskan prosedur.

Kolaborasi

4. Berikan narkotik atau sedatif berikut obat-obat praoperatif bila prosedur pembedahan diindikasikan

5. Siapkan untuk prosedur bedah bila terdapat indikasi

1. Membantu dalam mendiagnosis dan menentukan tindakan yang akan dilakukan. ketidaknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus yang mungkin diperberat oleh infus oksitosin.

2. Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan, ketakutan, dan nyeri

3. Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan

4. Meningkatkan kenyamanan, menurunkan resiko komplikasi pembedahan

5. Tindakan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri.

2

Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam jumlah berlebih

Setelah diberikan asuhan keperwawatan diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan kestabilan/ perbaikan keseimbangan cairan dengan criteria hasil:

· Tanda-tanda vital stabil

· pengisian kafilari refil <2>

· pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual

1. Evaluasi, laporkan,serta catat jumlah dan sifat kehilangan darah, lakukan perhitungan pembalut, kemudian timbang pembalut

2. Lakukan tirah baring, instruksikan untuk menghindari valsava manuver dan koitus

3. Posisikan dengan tepat, terlentang dengan panggul ditinggikanatau posisi semi fowler

4. Catat tanda-tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna membran mukosa atau kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentral bila ada

5. Pantau aktivitas uterus, status janin dan adanya nyeri tekan pada abdomen

6. Pantau masukan/keluaran cairan. Dapatkan sample urine setiap jam, ukur berat jenis

7. Simpan jaringan atau hasil konsepsi yang keluar

Kolaborasi:

8. Dapatkan pemeriksaan darah cepat; HDL jenis dan pencorakan silang, titer Rh, Kadar fibrinogen, hitung trombosit, APTT dan kadar LCC

9. Pasang Kateter

10. Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap atau sel-sel kemasan sesuai indikasi

1. Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosis. Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah

2. perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme dapat merangsang perdarahan

3. Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak, peninggian panggul menghindari kompresi vena kaya. Posisi semifowler memungkinkan janin bertindak sebagai tampon

4. Membantu menentukan beratnya kehilangan darah meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan volume sirkulasi

5. Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan akibat dari peristiwa hemoragi

6.Menentukan luasnya kehilangan cairan dan menunjukkan perfusi ginjal

7. Dokter perlu mengevaluasi kemungkinan retensi jaringan, pemeriksaan hstologi mungkin diperlukan.

8. Menentukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi mengenai penyebab harus dipertahankan di atas 30% untuk mendukung transpor oksigen dan nutrien

9. Haluaran kuarang dari 30ml/jam menandakan penurunan perfusi ginjal dan kemungkinan terjadinya nekrosis tubuler. Keluaran yang tepat ditentukan oleh derajat defisit individual dan kecepatan penggantian

10. meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala syok.

3

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia

Setelah diberikan asuhan keperawatan pasien dapat menunjukkan perubahan perfusi jaringan kembali normal dengan criteria hasil:

· Tanda vital dalam batas normal

· Hb dalam batas normal

1. Perhatikan status fisiologi ibu, staus sirkulasi dan volume darah

2. Auskultasi dan laporkan DJJ. Catat bradikardi atau takikardi. Catat perubahan pada aktivitas janin

3. Catat kehilangan darah ibu karena adanya kontraksi uteus

4. Anjurkan tirah baring pada posisi miring

Kolaborasi;

5.Berikan suplemen oksigen pada ibu. Lakukan sesuai indikasi

6. Ganti kejilangan darah ibu

7. Siapkan ibu untuk intervensi bedah dengan tepat

1. Kejadian perdarahan berisiko merusak hasil kehamilan. Kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta

2. Mengkaji berlanjutnya hioksia janin, pada awalnya janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardi dan peningkatan gerakan. Bila tetap defisit, bradikardi dan penurunan aktivitas terjadi

3. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan kehamilan. Kehilangan darah ibu secara berlebihan menurunkan perfusi plasenta

4. meningkatkan ketersediaan oksigen untuk janin. Janin mempunyai beberapa kepastian perlengkapan untuk mengatasi hipoksia, dimana disosiasi Hb janin lebih cepat daripada Hb dewasa dan jumlah eritrosit janin lebih besar dari dewasa, sehingga kapasitas oksigen yang dibawa janin meningkat.

5. Mengevaluasi dengan menggunakan Doppler respon DJJ terhadap gerakan janin, bermanfaat dalam menentukan janin apakah janin dalam keadaan asfiksia

6. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transpor oksigen. Hemoragi maternal memengaruhi tranpor oksigen uteroplasenta secara negatif, menimbulkan kemungkinan kehilangan kehamilan atau memburuknya status janin. Bila penyimpanan oksigen menetap, janin akan kehilangan tenaga untuk melakukan melanisme koping dan kemungkinan susunan saraf pusat rusak/janin, sehingga janin dapat meninggal.

7. pembedahan perlu dilakukan bila terjadi pelepasan plasenta yang berat atau bila perdarahan berlebihan, terjadi penyimpanan oksigen janin dan kelahiran melalui vagia tidak mungkin seperti pada kasus plasenta previa tota dimana pembedahan mungkin perlu diindikasikan untuk menyelamatkan hidup janin.

4

Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan cemas teratasi dengan criteria hasil:

· Ibu mendiskusikan takut mengenai diri janin dan masa depan kehamilan, juga mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat

1. Diskusikan tentang situasi dan pemahaman tentang situasi dengan ibu dan pasangan

2. Pantau respon verbal dan nonverbal ibu dan pasangan

3. Dengarkan masalah ibu dengan seksama

4. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis serta beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan

5. Libatkan ibu dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin

6. Jelaskan prosedur dan arti gejala

1. Memberi informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi

2. Menandai tingkat rasa takut yang sedang dialami ibu atau pasangan

3. meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada ibu untuk mengembangkan solusi sendiri

4. Pengetahuan akan membantu ibu untuk mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi sebaiknya tertulis agar nantinya memungkinkan ibu untuk mengulang informasi akibat tingkat stress, ibu mungkin tidak dapat mengasimilasi informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih baik serta menurunkan rasa takut.

5. menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi sehingga dapat menurunkan rasa takut.

6. Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi.

5

Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi, tindakan invasif

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak menunjukkan tidak tejadi infeksi dengan criteria hasil:

· Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

· Tanda vital dalam batas normal

1. Tinjau ulang kondisi faktor resiko yang ada sebelumnya

2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi

( misalnya peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/ warna secret vagina

Kolaborasi

3. Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai protocol

4. Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi

5. Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan

6. Berikan antibiotik spectrum luas parenteral pada praoperasi.

1. kondisi dasar ibu; seperti DM dan hemoragi menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkatkan resiko kontaminasi janin

2. Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka

3. Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operasi

4.Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.

5. Resiko infeksi pasca perdarahan serta penyembuhan lebih lama bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.

6. Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi





















































































































































































































































































































































Daftar Pustaka

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Llewellynijones, Derek. 2001. Dasar – dasar Obstiteri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

nersumjcomunity.files.wordpress.com/2009/03/abortus-makalah.doc















18 November 2010

ANEMIA GIZI BESI

1 PENGERTIAN

Anemia oleh orang awam dikenal sebagai “kurang darah”.Anemia adalah suatu penyakit dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal dan anemia berbeda dengan “tekanan darah rendah”.

Sebagian besar anemia di Indonesia disebabkan oleh kekurangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb atau sel darah merah. Oleh karena itu disebut Anemia Gizi Besi.

2 PREVALENSI

Jika tidak segera ditangani anemia zat besi bisa menyebabkan ganguan kesehatan serius. Prevalensi anemia gizi besi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan Depkes RI, pada kelompok usia balita prevalensi anemia gizi besi pada tahun 2001 adalah 47,0%, kelompok wanita usia subur 26,4%, sedangkan pada ibu hamil 40,1%. Data WHO tidak kalah fantastis: hampir 30% total penduduk dunia diperkirakan menderita anemia.

3 ETIOLOGI

Anemia zat besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas. Penyebab anemia gizi besi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Seperti kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, menderita penyakit ganguan pencernaan sehingga menggangu penyerapan zat besi. Terjadi luka yang menyebabkan pendarahan besar, persalinan, menstruasi, atau cacingan serta penyakit kronis seperti kanker, ginjal dan penyakit hati.

a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.

- Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah : makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam).

- Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus.

b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi

- Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat tajam.

- Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.

- Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.

c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.

Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita :

- Cacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi

- Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi dapat memperberat keadaan anemianya.

- Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah.

- Terjadinya hematuria akibat gangguan system perkemihan


.4 PATOFISIOLOGI

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi,sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus,maka penyediaan besi untuk eritoproesis berkurang, sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit,tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya.

5 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN AGB

1. Asupan zat besi dalam makanan

Macam bahan makanan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 2. Hati adalah bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi. Daging juga banyak mengandung zat besi. Dari bahan makanan yang berasak dari tumbuh-tumbuhan, maka kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang koro, buncis serta sayuran hijau daun mengandung banyak zat besi.

Selain dari pada banyaknya zat besi yang tersedia didalam makanan, juga perlu diperhatikan Faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain macam-macam bahan makanan itu sendiri. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah yang dapat diabsorpsi hanya sekitar 1-6 %, sedangkan zat besi yang berasal dari hewani 7-22 %. Didalam campuran susunan makanan, adanya bahan makanan hewani dapat meninggikan absorpsi zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Faktor ini mempunyai arti penting dalam menghitung jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh masyarakat yang tak mampu, yang jarang mengkonsumsi bahan makanan hewani. (Husaini, 1989)

Tabel 2. Zat Besi Dalam Bahan Makanan

No.

Bahan Makanan

Zat Besi (mg/100 g)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Hati

Daging Sapi

Ikan

Telur Ayam

Kacang-kacangan

Tepung Gandum

Sayuran Hijau Daun

Umbi-umbian

Buah-buahan

Beras

Susu Sapi

6,0 sampai 14,0

2,0 sampai 4,3

0,5 sampai 1,0

2,0 sampai 3,0

1,9 sampai 14,0

1,5 sampai 7,0

0,4 sampai 18,0

0,3 sampai 2,0

0,2 Sampai 4,0

0,5 sampai 0,8

0,1 sampai 0,4

Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989

Zat besi didalam bahan makanan dapat berbentuk hem yaitu berikatan dengan protein atau dalam bentuk nonhem yaitu senyawa besi organic yang kompleks. Ketersediaan zat besi untuk tubuh kita dapat dibedakan antara hem dan nonhem ini. Zat besi hem berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang hanya terdapat dalam bahan makanan hewani, yang dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk kompleks zar besi phorphyrin (“iron phorphyrin kompleks”). Jumlah zat besi hem yang diabsorpsi lebih tinggi daripada nonhem. Untuk seseorang yang cadangan zat besi dalam tubuhnya rendah, zat besi hem ini dapat diabsorpsi lebih dari 35 %, sedangkan buat orang yang simpanan zat besinya cukup banyak (lebih dari 500 gram) maka absorpsi zat besi hem ini hanya kurang lebih 25 %. Dari hasil analisa bahan makanan didapatkan bahwa sebanyak 30 – 40 % zat besi didalam hati dan ikan, serta 50-60 % zat besi dalam daging sapi, kambing, dan ayam adalah dalam bentuk hem. (Cook, dkk dalam Husaini, 1989).

Zat besi nonhem pada umumnya terdapat didalam bahan makanan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan dan serealia, dan dalam jumlah yang sedikit daging, ikan dan telur. Zat besi nonhem didalam bentuk kompleks inorganic Fe3+ dipecah pada waktu percernaan berlangsung dan sebagian dirubah dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih siap diabsorpsi. Konversi Fe3+ menjadi Fe2+ dipermudah oleh adanya faktor endogenus seperti HCl dalam cairan sekresi gastric, komponen zat gizi yang berasal dari makanan seperti vitamin C, atau daging, atau ikan.

Zat gizi yang telah dikenal luas dan sangat berperanan dalam meningkatkan absorpsi zat besi adalah vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi nonhem sampai empat kali lipat.Vitamin C dengan zat besi mempunyai senyawa ascorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorpsi, karena itu sayur-sayuran segar dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C baik dimakan untuk mencegah anemia .

Selain faktor yang meningkatkan absorpsi zat besi seperti yang telah disebutkan, ada pula faktor yang menghambat absorpsi zat besi. Faktor-faktor yang menghambat itu adalah tannin dalam the, phosvitin dalam kuning telur, protein kedelai, phytat, fosfat, kalsium, dan serat dalam bahan makanan (Monsen and Cook dalam Husaini, 1989). Zat-zat gizi ini dengan zat besi membentuk senyawa yang tak larut dalam air, sehingga lebih sulit diabsorpsi. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikonsumsi dari makanan sehari-hari cukup banyak. Kecukupan konsumsi zat besi Nasional yang dianjurkan untuk anak balita berumur 1-3 tahun adalah 8 mg, sedangkan untuk anak balita berumur 4-6 tahun adalah 9 mg (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2003)

2. Pengetahuan

Tan (1979) mengatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan dan kebiasaan makan. Semakin sering suatu bahan pangan dikonsumsi dan semakin berat pangan tersebut dimakan, maka semakin besar peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau masyarakat.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat penting peranannya dalam menentukan asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan tahun bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan. Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu penghidupan (Suhardjo, 1986).

3. Pendidikan

Menurut Hidayat (1980), tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam kuantitas dan kualitas dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya (Soekirman, 1985). Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Hal ini disebabkan karena keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-hal yang baru untuk pemeriksaan kesehatan anaknya (Emelia, 1985 dalam Ginting, M, 1997).

Faktor pendidikan mengakibatkan perubahan perilaku dan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan inovasi baru, dalam hal ini perilaku makan yang sesuai dengan anjuran gizi (Pranadji, 1988)

4. Pendapatan

Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok rumah tangga miskin dapat meningkatkan status gizi, karena peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan ekonomi merupakan factor yang penting dalam menentukan jumlah dan macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga. Bagi Negara berkembang pendapatan adalah factor penentu yang penting terhadap status gizi.

Menurut Mosley dan Lincoln (1985), pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga dalam memilih barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka cendrung pengeluaran total dan pengeluaran pangan semakin tinggi (Hardinsyah & Suhardjo, 1987).

Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya (Hardinsyah & Suhardjo, 1987)

5. Frekuensi Makan

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sector yang terkait.

Pola asuh merupakan suatu sistem atau tata cara seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan terutama memberi makan dan merawat anak dengan baik. Menurut Nasedul dalam Sudarmiati (2006) semua orang tua harus memberikan hak untuk bertumbuh. Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh secara penuh, tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin dicapainya, bertumbuh sesuai dengan kemampuan tubuhnya.

Salah satu factor yang paling penting untuk meningkatkan status gizi adalah konsumsi makanan. Semakin baik konsumsi atau asupan zat gizi maka semakin besar kemungkinan terhindar dari status gizi yang kurang atau buruk, baik dari segi jumlah maupun dari segi frekuensi makanan yang dikonsumsi.

Frekuensi makan pada keluarga di Indonesia umumnya adalah tiga kali dalam sehari. Hal ini terkait dengan masalah fisiologis, artinya hampir semua zat gizi itu di metabolisme dalam tubuh selama kurang lebih dari 4 jam. Untuk itu maka dianjurkan frekuensi makan yang baik adalah berpatokan dengan limit waktu metabolisme itu.

6. Jenis Bahan Makanan

Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, ada 11 golongan bahan makanan. Berdasarkan penggolongan ini kemudian dapat dianalisa konsumsi zat gizi yang diasup oleh seseorang. Setiap bahan makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun jumlahnya. Baik secara sadar maupun tidak sadar manusia mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian jelas bahwa tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan (Suhardjo, 1992).

Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh dapat digolongkan kedalam enam macam yaitu (1) karbohidrat, (2) protein, (3) lemak, (4) vitamin, (5) mineral dan (6) air. Sementara itu energi yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari hasil pembakaran karbohidrat, protein dan lemak di dalam tubuh. Di alam ini terdapat berbagai jenis bahan makanan baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut pangan nabati maupun yang berasal dari hewan yang dikenal sebagai pangan hewani (Suhardjo, 1992).

Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka timbul ketidakseimbangan antara masukan zat-zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi jenis makanan lain diperoleh sehungga masukan zat-zat gizi menjadi seimbang. Jadi, untuk mencapai masukan zat-zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan (Khumaidi, 1994).


6 MANIFESTASI KLINIS

Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lemah, letih, lesu, nafas pendek, muka pucat, susah berkonsentrasi serta fatique atau rasa lelah yang berlebihan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung penderita anemia biasanya lebih cepat karena berusaha mengkompensasi kekurangan oksigen dengan memompa darah lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan kebugaran tubuh menurun. Jika kondisi ini berlangsung lama, kerja jantung menjadi berat dan bisa menyebabkan gagal jantung kongestif. Anemia zat besi juga bisa menyebabkan menurunya daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah terinfeksi.

Gejala anemia defisiensi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar berikut ini:

1. Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi jika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi, karena terjadi penurunan kadar hemoglobin secara perlahan-lahan, sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya lebih cepat.

2. Gejala khas akibat defisiensi besi

Gejala yang khas dijumpai pada difisiensi besi yang tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah sebagai berikut.

· Koilorikia : kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

· Atrofi papila lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

· Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

· Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

· Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.

3. Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning.



7 DAMPAK AGB

1. Anak-anak :

a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.

b. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.

c. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun.

2. Wanita :

a. Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.

b. Menurunkan produktivitas kerja.

c. Menurunkan kebugaran.

3. Remaja putri :

a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.

b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.

c. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.

d. Mengakibatkan muka pucat.

4. Ibu hamil :

a. Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.

b. Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR (<2,5>

c. Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau bayinya.

8 KELOMPOK RENTAN

AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB.Diantaranya pada masa kehamilan, balita, remaja, masa dewasa muda dan lansia. Pada ibu hamil, prevalensi anemia defisiensi berkisar 45-55%, artinya satu dari dua ibu hamil menderita AGB.

Ibu hamil rentan terhadap AGB disebabkan kandungan zat besi yang tersimpan tidak sebanding dengan peningkatan volume darah yang terjadi saat hamil, ditambah dengan penambahan volume darah yang berasal dari janin. Wanita secara kodrat harus kehilangan darah setiap bulan akibat menstruasi, karenanya wanita lebih tinggi risikonya terkena AGB dibandingkan pria. Anak anak dan remaja juga usia rawan AGB karena kebutuhan zat besi cukup tinggi diperlukan semasa pertumbuhan. Jika asupan zat besinya kurang maka risiko AGB menjadi sangat besar.

Penyakit kronis seperti radang saluran cerna, kanker, ginjal dan jantung dapat menggangu penyerapan dan distribusi zat besi di dalam tubuh yang dapat menyebabkan AGB.

9 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah sebagai berikut:

1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrositer hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat. RDW meningkat yang menunjukan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah mengalami perubahan sebelun kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan anemia mikrositer hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit normal, retikulosit rendah.

2. Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) menigkat lebih dari 350 mg/dl dan saturasi transferin kurang dari 15%.

3. Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai dengan 60 Ug/dl.

4. Protoporfirin eritrosit meningkat (lebih dari 100 Ug/dl)

5. Sumsum tulang. Menunjukkan hiperflasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil dominan.


10 PENCEGAHAN AGB

1. Diet Tinggi Zat Besi

Kekurangan zat besi merupakan faktor utama AGB. Pria dewasa angka kecukupan gizi zat besi (AKG) yang dianjurkan adalah 13 mg/hari, wanita 14-26 mg/hari, sedangkan ibu hamil ditambah 20 mg dari AKG wanita.

AGB dapat dicegah dengan menjalani pola makan sehat dan bervariasi. Pilih bahan pangan yang tinggi akan zat besi, folat, vitamin B12 dan vitamin C. Vitamin B12 bermanfaat untuk melepaskan folat sehingga dapat membantu pembentukan sel darah merah. Sedangkan vitamin C penting dikonsumsi penderita AGB karena dapat membantu penyerapan zat besi. Selain diet tinggi zat besi, pemulihan AGB biasanya diperlukan tambahan suplemen folat, vitamin B12 serta zat besi. Pemulihan terapi diet yang disertai pemberian suplemen penderita AGB biasanya akan pulih setelah 6 bulan menjalani terapi.

a. Meningkatkan Konsumsi Makanan Bergizi.

- Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).

- Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

b. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah.

2. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti kecacingan, malaria dan penyakit TBC.

11 PENATALAKSANAAN MEDIS/ THERAPY.

1. Terapi Kausal.

Terapi kausal bergantung pada penyebabnya misalnya pengobatan cacing tambang, hemoroid dam menoragi.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh.

Biasanya diberikan secara peroral atau parenteral.

- Zat besi Peroral.

Pengobatan melalui oral jelas aman dan murah dibandingkan dengan parenteral. Zat besi melalui oral harus memenuhi syarat bahwa tiap tablet atau kapsul berisi 50-100 mg besi elemental yang mudah dilepaskan dalam lingkungan asam, mudah diabsorpsi dalam bentuk fero, dan kurang efek samping. Ada 4 bentuk garam besi yang dapat diberikan melalui oral yaitu sulfat, glukonat, fumarat dan suksinat. Efek samping yang terjadi biasanya pirosis dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar Hb normal untuk mengisi cadangan zat besi tubuh.

- Zat besi Parenteral

Diberikan bila ada indikasi seperti malabsorpsi, kurang toleransi melalui oral, klien kurang kooperatif, dan memerlukan peningkatan HB secara cepat (pre operasi hamil trisemester terakhir).

Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex dan iron sorbitol citic acid complex yang dapat diberikan secara IM dalam atau IV. Efek samping pada pemberian IM biasanya sakit pada bekas suntikan sedangkan pemberian IV bias terjadi renjatan atau tromboplebitis.

Pengobatan lain

Pengobatan lain yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

1. Diet : Sebaiknya diberikan makanan bergizi yang tinggi protein

terutama protein hewani.

2. Vitamin C : Diberikan 3x100mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi.

3. Tranfusi darah : Indikasi pemberian tranfusi darah pada anemia kekurangan besi

adalah :

· Adanya penyakit jantung anemik

· Anemia yang simtomatik

· Penderita memerlukan peningkatan kadar HB yang cepat.