ASKEP KATARAK
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua – duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. (Kapita Selekta Kedokteran,2001)
Katarak merupakan opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Suzanne & Brenda,2002)
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh, menyebabkan gangguan pada penglihatan.
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini memperburuk penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak sering terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa.(Sidarta Ilyas,2005)
2. Epidemiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75— 85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak.
3. Klasifikasi
Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:
1. Katarak congenital:
Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin.
2. Katarak Traumatik :
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior.
3. Katarak Sekunder:
Katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum.
4. Katarak yang berkaitan dengan usia:
Merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat 3 jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular. Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. Posterior subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun.
4. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
• Faktor keturunan.
• Cacat bawaan sejak lahir.
• Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
• Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
• Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).
• Gangguan pertumbuhan.
• Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
• Rokok dan Alkohol.
• Operasi mata sebelumnya.
• Trauma (kecelakaan) pada mata.
• Ketuaan (Katarak Senilis).
• Trauma.
• Penyakit mata lain (Uveitis).
• Penyakit sistemik (DM).
• Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles).
• Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
6. Gejala klinis
- Gatal – gatal pada mata
- Air mata mudah keluar
- Pada malam hari penglihatan terganggu
- Pandangan kabur yang tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata atau ukuran kaca mata yang sering berubah.
- Pupil yang normalnya berwarna hitam, menjadi berwarna kekuningan, abu – abu, atau putih
- Sulit saat membaca atau mengemudi di malam hari.
- Dapat melihat dobel pada satu mata
- Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti berasap
- Setelah katarak bertambah matang, maka retina menjadi semakin sulit dilihat, akhirnya reflek fundus tiidak ada, dan pupil berwarna putih.
7. Pemeriksaan Fisik
1. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler ( tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan ) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral, gloukoma.
3. Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler ( TIO ) normalnya 12-25 mmHg.
4. Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
5. Darah lengkap, laju sedimentasi ( LED ). Menunjukkan anemia sistemik atau infeksi.
6. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
7. Tes toleransi glukosa ( FBS ). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes. ( Marilyn E. Doenges,2000 )
Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel / mm3, pasien ini merupakan kandidat untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL. ( Brunner & Suddarth, 2002 )
8. Pemeriksaan Diagnosrik
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan b kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, e. c. glukoma.
d. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
e. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
f. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
g. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
h. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
i. EKG, kolesterol serum, lipid
j. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
k. Keratometri.
9. Therapy/tindakan penanganan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan penyulit, seperti glaucoma dan uveitis. Macam – macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain :
- Ekstraksi katarak intrakapsuler :
Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa di angkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis.
- Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat mata selama pembedahan.
- Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang lebih pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi.
- Pengangkatan lensa
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata, maka bila lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat dilakukan dengan salah satu metode dari 3 metode yaitu:
a. Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer spasial, membuat benda – benda nam[ak jauh lebih dekat dari yang sebenarnya.
b. Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi sferis, tidak ada penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
c. Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia yang tebal dan berat, untuk mengobati penglihatan pasca operasi.
10. Komplikasi
- Endoftalmitis
- Edema kornea
- Distorsi atau terbukanya luka operasi
- Bilik mata depan dangkal
- Glaucoma
- Uveitis
- Dislokasi lensa intraokuler
- Perdarahan segmen anterior atau posterior
- Ablasio retina
- Sisa massa lensa
- Robek kapsul posterior
- Prolaps vitreous
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian :
Data subyektif :
Pre operasi :
- Pasien mengeluh penglihatan kabur
- Pasien mengeluh silau pada siang hari
- Pasien mengeluh gatal – gatal pada mata dan air mata mudah keluar
- Pasien mengeluh melihat dobel pada satu mata
Post operasi :
- Pasien mengeluh nyeri pada bagian mata yang dioperasi
Data obyektif :
Pre operasi :
- Adanya pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
- Tidak ada reflex fundus
Post operasi :
- Pasien nampak meringis
- Skala nyeri pasien: 7
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa pre operasi :
- Gangguan sensori perseptual penglihatan berhubungan dengan ketercatasan penglihatan
- Resiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
- Ansietas berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
- Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
Diagnosa post operasi:
- Nyeri berhubungan dengan pembedahan
- Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan
- Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan pembedahan
- Resiko terhadap cedera berhubungan dengan pembedahan
4. Evaluasi
Pre Operasi :
Dx. 1 : Setelah diberikan perawatn …x 24 jam, pasien diharapkan mampu melihat dengan baik
Post operasi :
Dx. 1 : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ….x24 jam, diharapkan Skala nyeri pasien < 7, dan pasien tidak tampak meringis
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.jakarta-eye-center.com/default.asp?menu=artikel&id=53
2. http://www.pdfdownload.org/pdf2html/pdf2html.php?url=http%3A%2F%2Fwww.klinikmatanusantara.com%2Ffile%2F329.pdf&images=yes
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Katarak
4. http://www.geocities.com/infokeben/katarak.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar