Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. ~ Ernest Newman

22 September 2010

ASKEP RABIES
I. Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertian
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera.
b. Etiologi
Adapun penyebab dari rabies adalah :
• Virus rabies.
• Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
• Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
c. Patofisiologi
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.Virus akan berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah.Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini.Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak.Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.Meskipun sangat-sangat jarang, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang menghirup udara di dalam goa dimana banyak terdapat kelelawar.

e. ManifestasiKlinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia (takut air).
f. Pemeriksaan Fisik
• Palpasi : Apakah ada kaku kuduk atau tidak?
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Adakah pembesaran lien dan hepar ?
• Auskultasi : Adakah suara napas tambahan ?
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ?
Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Peristaltik usus ?
• Perkusi : Apakah ada distensi abdomen?
• Infeksi : Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
 Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 GDA
 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
 BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
 Elektrolit : K, Na
 Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
 Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
 Natrium ( N 135 – 144 meq/dl
h. Tindakan Pengobatan
1. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
2.Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.
3.Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
4.Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).
5.Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
i. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
1.Dokter hewan.
2.Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
3.Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan.
4. Para penjelajah gua kelelawar.
5.Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RABIES
I. PENGKAJIAN
Pengkajian mengenai:
a. Status Pernafasan
- Peningkatan tingkat pernapasan
- Takikardi
- Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
- Menggigil
b. Status Nutrisi
- kesulitan dalam menelan makanan
-berapa berat badan pasien
- mual dan muntah
- porsi makanan dihabiskan
- status gizi
c. Status Neurosensori
-Adanya tanda-tanda inflamasi
d.Keamanan
-kejang
-kelemahan
e. Integritas Ego
- Klien merasa cemas
- Klien kurang paham tentang penyakitnya

Pengkajian Fisik Neurologik :
1. Tanda – tanda vital
 Suhu
 Pernapasan
 Denyut jantung
 Tekanan darah
 Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
 Fontanel : menonjol, rata, cekung
 Bentuk Umum Kepala
3. Reaksi pupil
 Ukuran
 Reaksi terhadap cahaya
 Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
 Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
 Iritabilitas
 Letargi dan rasa mengantuk
 Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
 Alam perasaan
 Labilitas
6. Aktivitas kejang
 Jenis
 Lamanya
7. Fungsi sensoris
 Reaksi terhadap nyeri
 Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
 Refleks tendo superfisial
 Reflek patologi


II. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
2. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
3. Demam berhubungan dengan viremia
4. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
5. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka

III. Intervensi
No. Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan, dengan kriteria hasil :
-pasien bernafas,tanpa ada gangguan.
-pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas
-respirasi normal (16-20 X/menit)
a. Obsevasi tanda- tanda vital pasien terutama respirasi.
b.Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2.
c. Beri posisi yang nyaman.
a. Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.
b. O2 membantu pasien dalam bernafas.
c. posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.

2. Gangguan pola nutrisi berhubungn dengan penurunan refleks menelan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
-pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.
a.Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
b.Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
c.Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
e. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
f. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
g. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
a.Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
c.Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan

d. Untuk menghindari mual
e. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
f. Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.

g. Untuk mengetahui status gizi pasien
3. Demam berhubungan dengan viremia Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam pasien teratasi, dengan criteria hasil :
- Suhu tubuh normal (36 – 370C).
- Pasien bebas dari demam.
a.Kaji saat timbulnya demam
b.Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
c. Berikan kompres hangat
d.Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
a.untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat penurunan suhu tubuh.
d. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
4. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien menurun/hilang,dengan kriteria hasil :
-Melaporkan cemas berkurang sampai hilang
-Melaporkan pengetahuan yang cukup terhadap penyakit pasien
-Keluarga menerima keadaan panyakit yang dialami pasien.
a.Kaji tingkat kecemasan keluarga.
b. Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
c. Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien. a. Untuk mengetahui tingkat cemas,dan mengambil cara apa yang akan digunakan
b. informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi tingkat kecemasan keluarga.
c. Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien.
5. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami cedera,dengan kriteria hasil :
a.Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
b.klien tidur dengan tempat tidur pengaman
c.Tidak terjadi serangan kejang ulang.
d.Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit, Respirasi 16-20 x/menit
d.Kesadaran composmentis
a.Identifikasi dan hindari faktor pencetus
b.tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman.
c.anjurkan klien istirahat
d. sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang.
e.lindungi klien pada saat kejang dengan :
- longgarakn pakaian
- posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
- kencangkan pengaman tempat tidur
- lakukan suction bila banyak sekret
f.catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
g. sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang.
h.observasi efek samping dan keefektifan obat.
i. observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung.
j.lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
k. kerja sama dengan tim :
- pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
- pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
- pemberian oksigen tambahan
- pemberian cairan parenteral
- pembuatan CT scan a.Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran virus rabies.

b. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
c. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
d. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.
e. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.
f. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.
g. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.
h. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.
i.kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.
j.kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.

k.untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.


6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3X24 jam diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil:
-Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti:
Kalor,dubor,tumor,dolor,dan fungsionalasia.
-TTV dalam batas normal a.Kaji tanda – tanda infeksi

b.Pantau TTV,terutama suhu tubuh.
c.Ajarkan teknik aseptik pada pasien
d.Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien.
e. Lakukan perawatan luka yang steril. a.Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi. Dan untuk menentukan tindakan keperawatan berikutnya.

b.Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahuikeadaan umum pasien. Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu tanda – tanda infeksi.
c.Meminimalisasi terjadinya infeksi
d.Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
e.Perawatan luka yang steril meminimalisasi terjadinya infeksi.
IV. Evaluasi
b. Dx 1 :- pasien tidak mengalami gangguan dalam bernafas
-pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas.
b. Dx 2 : - Pasien tidak mengalami gangguan dalam makan dan minum.
- Pasien bisa menelan dengan baik
-Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
c. Dx 3 : -Suhu pasien normal (36-370C)
- Pasien tidak mengeluh demam
d. Dx 4 :- Keluarga pasien tidak cemas lagi.
- Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam pemberian pengobatan.
e. Dx 5 :-Pasien tidak mengalami cedera.
- Pasien tidak mengalami kejang
f. Dx 6 : -Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti : kalor,dolor,tumor,dubor,dan fungsionalasia.
-Luka pasien terjaga dan terawat.


DAFTAR PUSTAKA
BETZ CECILY L, SOWDEN LINDA A. (2002). BUKU SAKU KEPERAWATAN PEDIATRI. JAKARTA : EGC.
1. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
2. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
3. Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php
5.Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
6.Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
7.Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
8.Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
9.www.rusari.com
10. www.wikipedia.com
11.mirzastory.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar