A.
Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
a) Dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang
cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang
dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer
Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
b) Sebuah definisi baru telah
diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a). Margolis (1995) menyebutkan
“definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit
normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang
dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini
terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur ,
sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami
kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.”
c) Dekubitus sering disebut ulkus
dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada
suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
d) Dekubitus adalah Kerusakan
lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang
terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008)
2. Epidemiologi
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada
dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi
bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari
rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan,
1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka
prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada
pada rentang dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992),
sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu
yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga professional
tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).
3. Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan
sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka
tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan,
yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi
dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas,
inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik
dan faktor intrinsik.
a) Faktor intrinsik: penuaan
(regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, Status
gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia,
Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah,
Keadaan hidrasi/cairan tubuh. b) Faktor Ekstrinsik: Kebersihan tempat tidur,
alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan
penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang
tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari
masing masing faktor diatas :
1) Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan
mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah.
Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah
posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang
paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi
(2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas
merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.
2) Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan
mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang
yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka
tekan.
3) Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia
dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang
mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan
(shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan
daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat
merusak permukaan kulit.
4) Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,
pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan
tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini
adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30
derajad[18]. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini
dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan
bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada
permukaan kulit.
5) Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak
dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei
pasien yang tidak berhati-hati
6) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan
malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya
luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari
luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya
kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
7) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi
untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan
penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin,
penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan
kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor
penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap
tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
8) Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi
kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy
Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang
rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.
9) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada
pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka
tekan.
10) Merokok
Nikotin yang
terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik
terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada
hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka
tekan.
11) Temperatur kulit
Menurut hasil
penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang
signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.Menurut hasil penelitian, faktor
penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan
adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah
kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan
antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah
kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya
iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut
penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan antarmuka yang tinggi
merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar
muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad
evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.
4. Patofisiologi
Tiga elemen
yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
a) Intensitas tekanan dan tekanan
yang menutup kapiler (Landis,1930)
b)
Durasi dan
besarnya tekanan (Koziak,1959)
c)
Toleransi
jaringan(Husain, 1953);Trumble, 1930)
Dekubitus
terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin besar tekanan, maka
semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat
mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada
tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam
jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera
iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari
tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis
(Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi
pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis
hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia
otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke
epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang
terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga
dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan
tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan
jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di
titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi
yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah
ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman
oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh
tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum
terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa interval sebelum terjadi
kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval waktu
subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
5. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida,
multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium (gambar 2 ), yaitu :
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium (gambar 2 ), yaitu :
a)
Stadium Satu
Adanya
perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit
yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan
temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi
jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada
orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang
menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna
merah yang menetap, biru atau ungu.
b)
Stadium Dua
Hilangnya
sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang
dangkal.
c)
Stadium Tiga
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti
lubang yang dalam
d)
Stadium Empat
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam stadium IV dari luka tekan. Menurut stadium luka tekan diatas,
luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam (
top-down).Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat
berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa
adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri
jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan
otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan
kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu
yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya
adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear). Jenis luka tekan
ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang
dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan
walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan WOCN (2005)
menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium dari
DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan
luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan
DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial ( bottom-up).Selama
ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan pada
bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar. Yang selama ini sering
digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma
yang dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang yang berkulit putih, DTI
sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini
terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan
menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah
hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang parah pada jaringan bagian
dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit atau hanya minimal.
6. Pemeriksaan Diagnostik
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b)Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
7.
Penatalaksanaan Medis
a) Perawatan luka decubitus
b) Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk
menghilangkan jaringan yang mati
c) Terapi obat :
1)
Obat
antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2) Antibiotik prupilaksis agar
luka tidak terinfeksi
d) Terapi diet
Agar terjadi proses
penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari
kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus
memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang
berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon
pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan
(AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).
A.
Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus
adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan
biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi atas
1) Umum :
1) Umum :
a) Pendidikan kesehatan
tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
b) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
b) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
2) Khusus :
a) Mengurangi/menghindari
tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara : perubahan
posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara
teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur,
matras, bantal anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras;
gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
b) Pemeriksaan dan
perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih
sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat
dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan
kulit termasuk pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih
dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang
mengandung alkohol dan emolien.
B. Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik
ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan
terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang
perlu diperhatkan antara lain
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
3)
Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan
nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan
karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh
karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses penyembuhan
ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
a)
Sharp
dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b)
Enzymatic
debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
c)
Mechanical
debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)
4) Menurunkan dan
mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur
dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa
kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin
1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek
bakterisidal.
5) Merangsang dan membantu
pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian
antara lain :
a) Bahan-bahan topikal
misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
c) Radiasi infra merah,
short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena
adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d) Terapi ultrasonik;
sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus
dekubitus
6) Tindakan bedah selain
untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan dan
penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya
sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap.
1. Pengkajian
a)
Biodata
Umur/usia perlu ditanyakan
karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi
sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal
pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan
kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga
ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas
sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen
berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa
metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan terjadilah
lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998
).
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang
paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang
diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya
terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang
kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami
ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).
3. Riwayat Penyakit
Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji
adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau
frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan-
keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat
disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito
, L.J , 1998 )
4. Riwayat Personal dan
Keluarga
a. Riwayat penyakit
keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh
penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah
menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan
makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan
kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang
dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat
menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a. Perasaan depresi
b. Frustasi
c. Ansietas/kecemasan
d. Keputusasaan
e. Gangguan Konsep Diri
f. Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus
pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang
tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan
latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi
maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan
peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori
pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaanmeliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut
serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan,
konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.
3)
Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan,
tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
4)
Mulut
Catat keadaan adanya
sianosis atau bibir kering.
5)
Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan
akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6)
Leher
Mengetahui posisi trakea,
denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan
Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan
ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara
tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk
mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau
flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa karena
konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu
lama, sehingga
terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah,
dan kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
a. Insfeksi Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa,
kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna,
suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi,
vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1)
Warna,
dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a)
Lesi primer,
yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b) Lesi sekunder
adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus
diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2)
Edema
Selama inspeksi kulit,
perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
3) Kelembaban
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban
meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit
kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau
lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
4)
Integritas
Yang harus diperhatikan
yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi.
5)
Kebersihan
kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan
yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor
kulit.
13. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan
perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi
nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada
sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi
peningkatan karena respon stres.
2) Biopsi luka
2) Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3)
Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4)
Pembuatan foto
klinis
Dibuat untuk memperlihatkan
sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan
setelah dilakukan terapi.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Lynda Juall C
(1990) dalam buku Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan yang sering muncul
pada pasien dengan ulkus decubitus adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis
dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan
perawatan luka.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia sekunder terhadap ketidak cukupan masukan oral.
5. Kerusakan mobilitas fisik yang bergubungan dengan pembatasan gerakan
yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau
perubahan status mental.
6. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis,
perubahan body image.
7. Gangguan body image yang berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit.
7. Gangguan body image yang berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit.
3. Intervensi
1. Prioritas keperawatan
a. Mengidentifikasi faktor- faktor yang menimbulkan terjadinya decubitus.
b. Meningkatkan kemampuan untuk melakukan ketrampilan dalam mencegah dan mengatasi decubitus.
b. Meningkatkan kemampuan untuk melakukan ketrampilan dalam mencegah dan mengatasi decubitus.
c. Meningkatkan motivasi untuk melanjutkan pengobatan.
2. Intervensi Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan
Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder Akibat Tekanan, Pencukuran Dan
Gesekan.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) mengidentifikasi faktor
penyebab luka decubitus.
2) Mengidentifikasi
rasional untuk pencegahan dan tindakan.
3) Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu
meningkatkan penyembuhan luka.
4) Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus.
Intervensi
Keperawatan
1. Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
2. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
3. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
4. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
5. Bersihkan jaringan nekrotik.
6. Kolaborasi:
a. Irigasi luka.
b. Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
c. Ambil kultur luka.
Rasional
1. Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.
2. Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
3. Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
4. Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi
silang, menurunkan resiko infeksi.
5. Mencegah auto kontaminasi
a. Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan
b. Mencegah atau mengontrol infeksi.
c. Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.
b. Nyeri Yang Berhubungan
Dengan Trauma Kulit, Infeksi Kulit Dan Perawatan Luka.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Rasa nyeri berkurang
2) Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri
Intervensi
Keperawatan
. Tutup luka sesegera mungkin.
2. Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.
3. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
4. Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai
indikasi.
5. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas.
6. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak
sakit, perut, posisi dengan sering.
7. Dorong penggunaan tehnik manajemen stress.
8. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
9. Kolaborasi:
Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional
1. Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada
pemajanan ujung kulit.
2. Unutk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan.
3. Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.
4. Menurunkan kekakuan sendi
5. Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya
komplikasi.
6. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
7. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan
rasa kontrol.
8. Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.
9. Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada
c. Resiko Terhadap
Infeksi Yang Berhubungan Pemajangan Ulkus Decubitus Terhadap Feses/Drainase
Urine.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Tanda- tanda vital dalam batas normal.
Intervensi
Keperawatan
1. Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor, dolor, kalor,
fungsiolesa)
2. Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
4. Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
5. Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi
protein dan vitamin.
6. Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian)
7. Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan
leukosit dan LED
Rasional
1. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran
darah dan aliran limfe(edema, merah, bengkak)
2. Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu
tubuh
3. Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka
4. Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
5. Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan
yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan.
6. Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman.
7. Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.
d. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Yang Berhubungan
Dengan Anoreksia Sekunder Terhadap Ketidak Cukupan Masukan Oral.
Dengan Anoreksia Sekunder Terhadap Ketidak Cukupan Masukan Oral.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2) Tidak mual dan muntah
3) Tubuh terasa segar
4) Mempertahankan berat badan yang sesuai
Intervensi
Keperawatan
1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh
2. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
3. Berikan klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat
dalam pemilihan menu
4. Lakukan oral hygiene sebelum makan
5. Timbang berat badan tiap hari
6. Auskultasi bising usus
7. Kolaborasi dengan:
a. Tim gizi
b. Pemberian antiemetik
c. Tim medis untuk pemberian infus albumin behring
Rasional
1. Nutrisi yang asekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit
2. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik
2. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik
3. Memberikan tindakan kontrol terhadap pembatasan diet klien dan
meningkatkan nafsu makan klien
4. Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien
5. Terjadinya perubahan berat badan menunjukkan ketidak seimbangan cairan
6. Immobilitas dapat menurunkan bising usus
7a. Menentukan kalori dan kebutuhan nutrisi
b. Menghilangkan mual dan muntah sehingga masukan oral meningkat
c. Penurunan jumlah albumin dapat menghambat proses penyembuhan luka
e. Kerusakan Mobilitas Fisik Yang Bergubungan Dengan Pembatasan Gerakan Yang Diharuskan, Status Yang Tak Dikondisikan, Kehilangan Kontrol Motorik Atau Perubahan Status Mental.
c. Penurunan jumlah albumin dapat menghambat proses penyembuhan luka
e. Kerusakan Mobilitas Fisik Yang Bergubungan Dengan Pembatasan Gerakan Yang Diharuskan, Status Yang Tak Dikondisikan, Kehilangan Kontrol Motorik Atau Perubahan Status Mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh
keluarga
2) Menunjukkan penurunan pada docrat yang tertekan
2) Menunjukkan penurunan pada docrat yang tertekan
3) Keadaan luka membai
Intervensi
Keperawatan
1. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi
2. Atur posisi klien tiap 2 jam
3. Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering
4. Banti klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai
dengan pasif kemudian aktif
5. Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya
6. Buat jadwal latihan secara teratur
7. Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan
8. Kolaborasi dengan fisioterapi
Rasional
1.Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus
2. Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke
kapiler yang tertekan
3. Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem
3. Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem
4. Mencegah secara progresif untuk engencangkan jaringan parut dan
meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi
5. Meningkatkan kemandirian dan harga diri
6.Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
7.Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal
7.Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal
8. Membantu melatih pergerakan
f. Koping keluarga
tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan
pada klien
2) Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang pada klien
2) Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang pada klien
3) Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
4) Keluarga memberi support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup
selanjutnya.
Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya
saat ini dengan memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien
3. Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
4. Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut
5. Anjurkan keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada klien
3. Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
4. Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut
5. Anjurkan keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada klien
6. Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan
Rasional
1. Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan
komunikasi untuk tindakan selanjutnya.
2. Membantu mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya
tersalurkan dan perawat mengetahui penyebab masalahnya
3. Membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga
4. Menjadikan klien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan
membantu klien menerima kenyataan yang ada
5. Dukungan keluarga sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri
klien
6. Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.
6. Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang meliputi tindakan- tindakan yang direncanakan oleh perawat yang diberikan
pada klien. Pelaksanaan tindakan pada klien dengan gangguan sistem integumen
diperlukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi, perluasan area yang
terjadi ulkus. Untuk keberhasilan tindakan maka dipeelukan partisipasi dari
klien dan kelurga (Aziz, H. 2002).
5. Evaluasi
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan yang menyangkut pengumpulan data
subyetif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelaksanaan
keperawatan sudah tercapai atau belum, masalah apa yang perlu dipecahkan atau
dikaji, direncanakan atau dinilai kembali. Evaluasi bertujuan memberikan umpan
balik terhadap rencana keperawatan yang disusun. Penilaian dilakukan oleh
perawat, klien dan juga teman sejawat. Penilaian ini memberikan kemungkinan
yaitu masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi, dan
muncul masalah baru. Ini bermanfaat untuk mengadakan perubahan, perbaikan
rencana keperawatan sehingga tindakan keperawatan dapat dimodifikasi (Nursalam,
2001).
Hasil Evaluasi dari Askep yang diberikan pada pasien dekubitus diharapkan
antara lain dapat berupa:
1) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka
dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
2) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
3) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
4) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine
drainage.
5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.
5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.
DAFTAR PUSTAKA
Askep Dekubitus dalam http://rikson-ns.blogspot.com diakses pada tanggal 11
April 2011
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC,
Jakarta.
Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Marison Moya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.
Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses,dan Praktik. Edisi 4, Vol. 2. Alih Bahasa: Renata
Komalasari. Jakarta, EGC.
Indonesia is so far from Europe so that you have different diseases than Europeans. I have never heard about the disease described in the article above.
BalasHapushttps://makcum-abdu.blogspot.com/2012/09/apa-itu-program.html?showComment=1604571785979#c2150537212023312901
BalasHapusIt is fantastic post. I'll be waiting for more postshttps://www.newportpaperhouse.com/2020/10/covid-19-10-tech-trends-getting-us.html
BalasHapus