A. Konsep Dasar Penyakit
a.
Definisi /
Pengertian
Alzheimer
merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif
otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat
diri.
( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Alzheimer merupakan
penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan
daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan
ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan
kemandirian penderita.
(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi
: konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan
gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi
intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen
terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.
(Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit
kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual,
kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri.
Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
b.
Epidemiologi /
Insiden kasus
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit
ini. Angka prevalansi berhubungan
erat dengan usia. Sekitar 10% populasi
diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun,
angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka
penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden
kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan
insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123
: 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita
lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari
usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.
c.
Penyebab/Etiologi
Penyebab yang pasti
belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah
intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi
neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan
fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal
yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga
ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal
yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga
ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
d.
Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan
neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut
neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau
neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar,
protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer
pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer
melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan
amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat
perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan
morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi
degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah
kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut
dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”.
Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk
structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen
penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal
dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal
terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing
terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler
adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian
sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri
dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron
bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)
yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh
protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel
glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang,
tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain
adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan
intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin
rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia
dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
e. Pathway
6. Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga
tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
·
Terjadi pada usia
40-90 tahun.
·
Tidak ada kelainana
sistemik atau penyakit otak lainnya.
·
Tidak ada gangguan
kesadaran.
·
Perburukan progresif
fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
·
Riwayat keluarga
Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid.
(Dr. Sofi Kumala
Dewi, dkk, 2008 )
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
1.
Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua
normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah
tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya
tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
2.
Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang
biasa
Seperti tidak tahu
bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.
3.
Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia
lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita
Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata
dengan kata yang tidak biasa.
4.
Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa
kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat
tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini,
tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat
ini malam atau siang.
5.
Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau
fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat
memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.
6.
Salah menempatkan barang.
Seseorang secara
temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat
meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak
gula.
7.
Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat
menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat
berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
8.
Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer
akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah
tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori
menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
9.
Kehilangan
inisiatif
Duduk di depan TV
berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada
hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)
7.
Pemeriksaan Diagnostik
Untuk
kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya
konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :
·
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol
pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
·
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan
neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1)
Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari
filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque.
Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
2)
Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi
nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler,
astrosit, mikroglia. Amiloid
prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.
Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat
pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan
gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3)
Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron
pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks
terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga
ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus
serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik
terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada
lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus
tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron
kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit alzheimer.
4)
Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan
dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan
jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial,
amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal,
oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
5)
Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak
terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala.
Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy
body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body
batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
·
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk
menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui
secara rinci pola defisit yang terjadi.
·
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai
fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa
Evaluasi neuropsikologis yang
sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :
1)
Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal
yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan
yang normal.
2)
Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3)
Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode
non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume
jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan :
·
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab
demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker
dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
·
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran
ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan
status mini mental
MRI :
·
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan
periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di
kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya
atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura
sylvii.
·
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia
dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran
(atropi) dari hipokampus.
EEG
·
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas
bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan
gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
PET (Positron Emission
Tomography)
Pada
penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
·
penurunan aliran darah
·
metabolisme O2
·
glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon
Emission Computed Tomography)
·
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat
kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET)
tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang
spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah
rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, skrining
antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)
8.
Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh
karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik
dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan
simptomatik:
1)
Inhibitor kolinesterase
·
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin
dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
·
Contoh: fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), &
rivastigmin
·
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki
memori dan apraksia selama pemberian berlangsung
·
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada
orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan
↓ nafsu makan.
2)
Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%)
dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus
basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan
bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3)
Nootropik
·
Nootropik merupakan obat psikotropik.
·
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses
belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan
perbaikan klinis yang bermakna.
4)
Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita
alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
·
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan
noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
·
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
·
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki
fungsi kognitif
5)
Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali
terjadi :
·
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut
·
Bila penderita Alzheimer menderita depresi
berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6)
Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang
disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym ALC transferase.
·
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase.
·
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam
pengobatan
·
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009)
9. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa
faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor
keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida,
gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan
terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas
dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah
penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
· Bergaya
hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun
mengkonsumsi alkohol.
· Mengkonsumsi
sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung
antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang
merusak sel-sel tubuh.
· Menjaga
kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar.
Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya
diri dengan berbagai pengetahuan.
10. Kriteria Diagnosis
Terdapat
beberapa kriteria untuk diagnosa klinis penyakit Alzheimer, yaitu:
v
Kriteria diagnosis tersangka penyakit
alzheimer terdiri dari:
·
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik
dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta
dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
·
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi
·
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
·
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering
>65 tahun
·
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak
lainnya
v
Diagnosis tersangka penyakit alzheimer
ditunjang oleh:
·
Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik
seperti berbahasa, ketrampilan motorik, dan persepsi
·
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
·
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau
dikonfirmasikan dengan neuropatologi
·
Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal
atau perubahan non-spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat
·
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropi
serebri
v
Gambaran lain tersangka diagnosa
penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari:
·
Gejala yang berhubungan dengan depresi,
insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat
badan menurun
·
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien,
khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti
peningkatan tonus otot, mioklonus atau gangguan berjalan
·
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
v
Gambaran diagnosa tersangka penyakit
alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:
·
Awitan mendadak
·
Diketemukan gejala neurologik fokal seperti
hemiparese, hipestesia, defisit lapang pandang dan gangguan koordinasi
·
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada
saat awitan
v
Diagnosa klinik kemungkinan penyakit
alzheimer adalah:
·
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik
lain, gejala psikiatri atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
·
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan
otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif
yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya
v
Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer
adalah gabungan dari kriteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan
didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi :
·
autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang
difus dan simetri,
·
secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak
mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary
11.
Prognosis
Dari
pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu :
·
Derajat beratnya penyakit
·
Variabilitas gambaran klinis
·
Perbedaan individual seperti usia, keluarga
demensia dan jenis kelamin
Ketiga
faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.
Pasien
dengan penyakit Alzheimer :
·
Mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10
tahun sesudah diagnosis
·
Biasanya meninggal dunia akibat infeksi
sekunder.
12.
Komplikasi
Ø Infeksi
Ø Malnutrisi
Ø Kematian
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
PENGKAJIAN
Adapun pengkajian
yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a.
Aktifitas
istirahat
Gejala: Merasa
lelah
Tanda:
Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara
program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode
emboli (merupakan factor predisposisi).
c.
Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan
persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri.
kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) ,
duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak
bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat
kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d.
Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan
diare.
e.
Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan,
kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda:
Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin
mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap
lanjut).
f.
Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang
berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk
memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g.
Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap
gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya
berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti;
terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk
membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
h.
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma
kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor
akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i.
Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya;
pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang
muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
v Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran
sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan
frekuensi pernafasan
B1 (Breathing)
Gangguan fungsi
pernafasan :
Berkaitan dengan
hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
v
Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan
penggunaan otot Bantu nafas.
v Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan
dan kiri
v Perkusi : adanya suara resonan pada
seluruh lapangan paru
v Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti
nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas.
B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek
samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh
sistem persarafan otonom.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi
akibat perubahan tingkah laku.
Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien.
Pengkajian fungsi serebral:
Status
mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori,
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengkajian Saraf kranial.
Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
v Saraf I. Biasanya pada klien penyakit
alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
v Saraf II. Tes ketajaman penglihatan
mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien
dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
v Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak
ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
v Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada
kelainan pada saraf ini.
v Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam
batas normal
v Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional
v Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan
makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
v Saraf XI. Tidak atrofi otot
strenokleidomastoideus dan trapezius.
v Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan
mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
v Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi.
Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan
ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit
alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba
untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan
(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan
penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara
progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer
yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan
kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak
kamar mandi/mengenali kebutuhan
2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada
sensori
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
4. Defisit perawatan diri
berhubungan dengan penurunan
kognitif, keterbatasan fisik.
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
6.
Perubahan proses pikir
berhubungan dengan degenerasi
neuron irreversible
7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan
sensori, penurunan fungsi fisik
8. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
9. Hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan
intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung,
kurang percaya diri)
11. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
12. Risiko
trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi
bahaya dalam lingkungan
3.RENCANA KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Perubahan
pola eliminasi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot,
ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan.
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan
pola eliminasi terpenuhi dengan kriteria hasil :
-
Mampu
menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai
|
Mandiri
a. Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang
sekarang
b. Letakkan tempat tidur dekat dengan kamar mandi jika
memungkinkan. Buatkan tanda tertentu atau pintu berkode khusus. Berikan
cahaya yang cukup terutama malam hari.
c. Buat program latihan defekasi atau kandung kemih.
Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya.
d. Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari
(paling sedikit 2 liter sesuai toleransi). Diet tinggi serat dan sari buah.
Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur.
e. Pantau penampilan atau warna urine, catat konsistensi
dari feses.
Kolaborasi
a. Berikan obat pelembek feses metamacil, gliserin
suppositoria sesuai dengan indikasi.
|
Mandiri
a. Memberikan informasi mengenai perubahan yang munkin
selanjutnya memerlukan pengkajian atau intervensi
b. Meningkatkan orientasi atau penemuan kamar mandi.
Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih
atau defekasi.
c. Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan
pengaturan fungsi tubuh.
d. Menurunkan resiko konstipasi atau dehidrasi.
Pembatasan minum pada sore menjelang malam hari dapat menurunkan seringnya
berkemih atau inkontinensia pada malam hari.
e. Pendeteksian memberikan kesempatan untuk mengubah
intervensi, misalnya adanya konstipasi/infeksi kandung kemih dan sebagainya.
Kolaborasi
a. Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi atau
menstimulasi defekasi yang teratur
|
2.
|
Perubahan pola tidur berhubungan
dengan perubahan pada sensori
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perubahan pola tidur
klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
-
Tidak terjadi
perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah)
-
Mampu menciptakan
pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun)
-
Mampu menentukan
penyebab tidur inadekuat
|
Mandiri
a. Berikan
lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur (mematikan lampu, ventilasi
ruang adekuat, suhu yang sesuai. Menghindari kebisingan)
b. Anjurkan
latihan saat siang hari dan turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari
c. Berikan
makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung
d. Turunkan
jumlah minuman sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur
e. Anjurkan
klien untuk mendengarkan musik yang
lembut
Kolaborasi
a. Berikan
obat sesuai indikasi :
- Antidepresi,
seperti ;amitriptilin (elavil), doksepin (senequan), trasolon (desyrel)
- Oksazepam
(serax), triazolam (halcion)
b. Hindari
penggunaan difenhidramin (benadryl)
|
Mandiri
a. Hambatan
kortikal pada informasi reticular akan berkurang selama tidur, meningkatkan
respons otomatik, karenanya respons kardiovaskular terhadap suara meningkat
selama tidur
b. Aktivitas
fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan
kebingungan , aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan
meningkatkan waktu tidur
c. Meningkatkan
relaksasi dengan perasaan mengantuk
d. Menurunkan
kebutuhan akan bangun untuk berkemih selama malam hari
e. Menurunkan
stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang
akan menghambat tidur.
Kolaborasi
a. Efektif
menangani pseudodemensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur,
tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif dan
efek samping hipotensi ortostatik Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis
rendah efektif mengatasi insomnia
b. Kontraindikasi
karena mempengaruhi produksi assetilkolin yang sudah dihambat dalam otak.
|
3.
|
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan penurunan tonus/kekuatan otot, kerusakan neuromuskuler
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan klien mampu rentang gerak optimal dengan criteria
hasil
-
mempertahankan posisi dengan tak ada
komplikasi (kontraktur,dekubitus)
-
mendemonstrasikan teknik/perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan
|
Mandiri
a. kaji
kekuatan motorik atau kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala
0-5. Lakukan pengkajian secara teratur
dan bandingkan dengan nilai dasarnya.
b. Berikan
posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Lakukan perubahan posisi dengan
jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual.
c. Lakukan
latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif selama fase akut.
Kolaborasi
a. Konfirmasikan
dengan/rujuk kebagian terapi fisik/terapi okupasi
|
Mandiri
a.
menentukan perkembangan/munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan atau harapan pasien.
b.
menurunkan kelelahan meningkatkan relaksasi,
menurunkan resiko terjadinya iskemia atau kerusakan pada kulit.
c.
menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan
meningkatkan mobilisasi sendi. Catatan:latihan
yang dipaksakan dapat menimbulkan eksaserbasi gejala yang menyebabkan regresi
fisiologis dan emosi. persendian juga dapat mengalami dislokasi sehingga otot
mengalami flaksid secara total. Memaksimalkan tenaga dan mencegah kelelahan
yang berlebihan.
Kolaborasi
a.
bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara
individual atau latihan terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasikan
alat bantu atau brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam
melakukan aktifitas sehari-hari
|
4.
|
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terdapat perilaku peningkatan dalam
pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil:
- klien tampak bersih dan segar
- klien tidak pucat.
|
Mandiri
a. Identifikasi
kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik;
apatis/depresi atau temperatur ruangan.
b. Identifikasi
kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan
perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi.
c. Gabungkan
kegiatan sehari-hari kedalam jadwal aktivitas jika mungkin.
d.
Kaji kemampuan dan tingkat itaspenurunan kemampuan ADL
dalam skala 0 – 4.
e. Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan
makanan dan peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya.
f.
Kaji kemampuan komnikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan
urinal pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan .
g.
Identifikasi kebiasaan BAB . anjurkan minum dan meningkatkan
aktivitas.
Kolaborasi :
a.
Pemberian suppositoria dan pelumas faeces / pencahar.
b. Konsul ke dokter terapi okupasi.
|
Mandiri
a. Memahami
penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi
b. Sesuai
dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin
dilupakan.
c. Mempertahankan
kebutuhan rutin dapat mencegah kebingungan yang semakin memburuk dan
meningkatkan partisipasi pasien.
d.
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan
kebutuhan individual.
e.
Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi
perawatan dirinya.
f.
Ketidakmampuan
berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengososngan kandung
kemih oleh karena masalah neurogenik.
g.
Meningkatkan latihan dan
menolong mencegah konstipasi
Kolaborasi :
a.
Pertolongan utama terhadap
fungsi bowell atau BAB
b.
Untuk mengembangkan
terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.
|
5.
|
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien
dapat berkurang atau terkontrol dengan criteria hasil:
-
Mengalami penurunan
halusinasi.
-
Mengembangkan
strategi psikososial untuk mengurangi stress.
-
Mendemonstrasikan
respons yang sesuai stimulasi.
|
Mandiri
a.
Kembangkan lingkungan
yang suportif dan hubungan perawat-klien yang terapeutik.
b.
Bantu klien untuk
memehami halusinasi.
c.
Kaji derajat sensori
atau gangguan persepsi dan bagaiman hal tersebut mempengaruhi klien termasuk
penurunan penglihatan atau pendengaran.
d.
Ajarkan strategi
untuk mengurangi stress.
e.
Ajak piknik
sederhana, jalan-jalan kelilin rumah sakit. Pantau aktivitas.
f.
Tingkatkan
keseimbangan fisiologis dengan menggunakan bola lantai, tangan menari dengan
disertai music.
g.
Libatkan dalam
aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, spt:terapi okupasi.
|
Mandiri
a.
Meningkatkan
kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien.
b.Meningkatkan
koping dan menurunkan halusinasi.
c.
Keterlibatan otak
memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan
kemampuan pada salah astu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar,
haus, Penerima nyeri eksternal.
d.
Untuk menurunkan
kebutuhan akan halusinasi.
e.
piknik menunjukkan
realitadan memberikan stimulasi sensori yang menurunkan perasaan curiga dan
halusinasi yg disebabkan perasaan terkekang.
f.
Menjaga mobilitas
yang dapat menurunkan risiko terjadinya atrofi otot/ osteoporosis pada
tulang.
g.Memberikan
kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain dan dapat
mempertahankan beberapa tingkat dari interaksi sosial.
|
6.
|
Perubahan proses pikir
berhubungan dengan degenerasi neuron
irreversibel
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
gangguan proses pikir tidak bertambah buruk, dengan kriteria hasil:
- Klien
mampu menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit
- Klien
mampu mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah
- Klien
mampu mengenali orang-orang
terdekatnya, seperti nama keluarganya.
- Klien
mampu mengenali
tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah.
- Klien
mampu mengenali waktu
seperti pagi, siang, dan malam.
|
Mandiri
a.
Kaji derajat gangguan
kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu, rentang
perhatian dan kemampuan berpikir
b. Pertahankan
lingkungan yang menyenangkan dan tenang
c. Lakukan
pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
d.
Tatap wajah ketika
bercakap-cakap dengan pasien
e. Gunakan
kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi
sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Kolaborasi
a. Antisiklotik,
seperti halopiridol (Haldol) ; tioridazin (Mallril)
b. Vasodilator,
seperti siklandelat (Cyclospasmol)
c. Agen
ansiolitik, seperti diazepam, lorazepam, oksazepam
|
Mandiri
a. Memberikan
dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan
terhadap intervensi.
b. Keramaian
biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
c. Pendekatan
yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan
persepsi.
d. Menimbulkan
perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
e. Sesuai
dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja
terganggu.
Kolaborasi
a.
Dapat digunakan untuk
mengontrol agitasi, halusinasi.
b. Dapat
meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut.
c. Lebih bermanfaat pada fase awal dan/atau
fase sedang untuk menghilangkan kecemasan
|
7.
|
Sindrom
stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan
perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan kriteria hasil :
- mengidentifikasi
perubahan
- mampu
beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
- cemas
dan takut berkurang
- membuat
pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.
|
Mandiri
a.
Jalin hubungan saling
mendukung dengan klien.
b.
Orientasikan pada
lingkungan dan rutinitas baru.
c.
Kaji tingkat stressor
(penyesuaian diri, perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status
kesehatan)
d.
Tentukan jadwal
aktivitas yang wajar dan masukan dalam kegiatan rutin.
e.
Berikan penjelasan
dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/ peristiwa.
f.
Pertahankan keadaan
tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang memberikan kesempatan untuk
“beristirahat”
g.
Atasi tingkah laku
agresif dengan pendekatan yamg tenang.
h.
Rujuk ke sumber
pendukung perawatan diri.
|
Mandiri
a.
Untuk membangan
kepercayaan dan rasa nyaman.
b.
Menurunkan kecemasan
dan perasaan terganggu.
c.
Untuk menentukan
persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.
d.
Konsistensi
mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.
e.
Menurunkan
ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya, dan orientasi.
f.
Menenangkan situasi
dan memberi klien waktu untuk memperoleh
kendali terhadap prilaku dan emosinya.
g.
Rasa diterima
menurunkan rasa takut dan respon agresif.
h.
Meningkatkan
perasaan, dukungan selama penyesuaian
|
8.
|
Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan
intelektual
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan koping individu
menjadi efektif dengan kriteria hasil :
-
Mampu menyatakan atau
mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
sedang terjadi
-
Mampu menyatakan
penerimaan diri terhadap situasi
-
Mengakui dan
menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
haraga diri yang negatif
|
Mandiri
a. Kaji
perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
b. Dukung
kemampuan koping
c. Pernyataan
pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian
tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat
d. Beri
dukungan psikologis secara menyeluruh
e. Bentuk
program aktivitas pada keseluruhan hari
f. Anjurkan
orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya
semaksimal mungkin
g. Dukung
perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas
rehabilitasi
h. Monitor
gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan witdhrawal
Kolaborasi
a. Rujuk
pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
|
Mandiri
a. Menentukan
bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
b. Kepatuhan
terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan
penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan
berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan
patisipasi aktif
c. Membantu
klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari
seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru.
d.Klien
Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa
sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat dan
upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya
mobilitas)
e. Bentuk
program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegha waktu tidur yang
terlalu banyak yang dapat mengarah padda tidak adanya keinginan dari apatis.
Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas yang
termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien
mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan
dengan meningkatnya kemampuan koping.
f. Menghidupkan
kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi.
g. Klien
dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu
masa mendatang.
h. Dapat
mengindikasikan terjadinya depresi
dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut
Kolaborasi
a. Dapat
memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.
Kerjasama fisioterapi, psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan
partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang juga sering
muncul pada kejadian ini.
|
9.
|
Hambatan komunikasi verbal berhubungan
dengan perubahan intelektual
(pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami
hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :
-
Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan
dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
|
Mandiri
a. Kaji
kemampuan klien untuk berkomunikasi.
b. Menentukan cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata,
pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoint,
gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari komunikasi yang
disampaikan.
c.
Letakkan bel/lampu panggilan di tempat mudah
dijangkau dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan
tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa
perawat siap membantu jika dibutuhkan.
Kolaborasi
a. Kolaborasi
dengan ahli wicara bahasa.
|
Mandiri
a. Untuk
menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.
b. Untuk
membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi
miskomunikasi.
c. Untuk
memudahkan klien dalam memanggil perawat saat membutuhkan bantuan.
Kolaborasi
a. Memberikan
terapi bicara pada klien.
|
10.
|
Hambatan interaksi
sosial berhubungan
dengan perubahan emosi (cepat
marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
|
Setelah diberikan
Asuhan Keperawatan diharapkan klien mampu melakukan interaksi social,
dengan criteria hasil
:
- klien
mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.
- klien
tidak memiliki rasa bermusuhan/menyerang orang.
|
Mandiri
a. Beri
individu hubungan suportif.
b. Bantu
mengidentifikasi alternative tindakan.
c. Bantu
menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.
d. Gunakan
pertanyaan dan observasi untuk mendorong individu dengan keterbatasan
keterampilan interaksi
e. Bantu
anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan.
|
Mandiri
a. Agar
individu terstimulasi untuk melakukan interaksi social.
b. Agar
klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.
c. Agar
klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.
d. Untuk
merangsang klien untuk menjawab pertanyaan perawat secara tidak langsung
menstimulasi klien untuk berinteraksi.
e. Dukungan
keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social.
|
11.
|
Risiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan kriteria hasil :
- Klien
mendapat diet nutrisi yang seimbang
- Mempertahankan/
mendapat kembali BB yang sesuai
- Klien
dapat mengubah pola asupan yang benar
|
Mandiri
a. Kaji
pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan
b. Usahakan/
berikan bantuan dalam memilih menu
c. Berikan
makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
d. Hindari
makanan yang terlalu panas
Kolaborasi
a. Rujuk
atau konsultasikan dengan ahli gizi
|
Mandiri
a. Identifikasi
kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan
b. Klien
tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi
c. Makan
makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai
d. Makan
panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan
Kolaborasi
a. Bantuan
diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan diet dan menemukan kebutuhan /
makan yang disukai
|
12.
|
Resiko trauma berhubungan dengan
kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/ mengidentifikasi bahaya dalam
lingkungan
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan jam diharapkan klien tidak mengalami trauma dengan kriteria hasil
:
- Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan
dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.
|
Mandiri
a. Kaji derajat kemampuan/kompetensi,munculnya
tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi-visual,bantu orang
terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul
b. Hilangkan
/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
c. Alihkan
perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya,seperti keluar
dari tenpat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut.
d. Berikan
gelang identifikasi yang memperlihatkan nama,nomor telepon,dan
diagnose,jangan memposisikan dekat pintu keluar untuk tangga
e. Kenakan
pakaian sesuai lingkungan fisik/kebutuhan individu
f. Lakukan
pemantauan terhadap efek samping obat,tanda-tanda adanya takar lajak,seperti
tanda ekstrapiramidal,hipotensi ortostatik,gangguan penglihatan,gangguan
gastrointestinal.
g. Hindari
penggunan restrain secara terus menerus. Berikan kesempatan orang terdekat
tinggal bersama pasien selama periode agitasi akut.
h. Rekomendasi
penggunaan kunci “child proof” untuk mengamankan obat,zat racun alat-alat
tajam
|
Mandiri
a. Mengidentifikasi
risiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi
asuhan lebih sadar akan bahaya. Pasien yang memperlihatkan tingkah laku
impulsive menghadapi peningkatan resiko trauma kerena mereka murang mampu
mengendalikan perilaku/kegiatannya sendiri. Penurunan persepsi visual
meningkatkan risiko terjauh
b. Seseorang
dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami
trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap
kebutuhan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu,misalnya api
dari kompor/rokok dan lupa akan hal tersebut,berusaha untuk makan buah dari
plastic,salah menilai letak kursi dan tangga.
c. Mempertahankan
keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan
perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.
d. Menfasilitasi
keamanan untuk kembali jika hilang. Karena penurunan kemampouan verbal dan
kebingungan,pasien mungkin tidak dapat menyebutkan alamat,nomor telepon dan
sebagainya. Pasien mungkin ngeluyur dan ditangkap oleh polisi,yang
memperlihatkan kebingungan,peka rangsang : mngkin mempunyai tingkah laku
bermusuhan dan memperlihatkan kemiskinan pengambilan keputusan.
e. Perlambatan
proses metabolism secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Hipotalamus
dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa
kedinginan. Pasien mungkin mengalami disorientasi mengenai cuaca dan mungkin
ngeluyur keluar dalam keadaan dingin. Catatan : penyebab kematian seringkali adalah pneumonia/kecelakaan.
f. Pasien
mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan
kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin
diperlukan untuk mengurangi gangguan.
g. Membahayan
individu untuk melepaskan restrain tersebut secara parsial. Dapat
meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur pada pasien lansia
(berhubungan dengan penurunan kalsium tulang)
h. Sesuai
dengan memburyknya penyakit itu,pasien mungkin gugup terhadap benda/kunci
atau meletakan benda-benda kecil dalam mulut yang sangat berpotensi terhadap
trauma kecelakaan atau kematian.
|
4.EVALUASI
1.
Perubahan pola
eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot,
ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
-
Klien menciptakan pola
eliminasi yang adekuat/sesuai
2.
Perubahan pola
tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
-
Tidak
terjadi perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah)
-
Klien
menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun)
-
Klien menentukan
penyebab tidur inadekuat
3.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus
atau kekuatan otot.
-
Klien mempertahankan posisi dengan tak ada komplikasi
(kontraktur,dekubitus)
-
Klien mendemonstrasikan teknik/perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan
4.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan penurunan
kognitif, keterbatasan fisik.
-
Klien
tampak bersih dan segar
-
Klien
tidak pucat
5.
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau
integrasi.
-
Klien Mengalami
penurunan halusinasi.
-
Klien Mengembangkan
strategi psikososial untuk mengurangi stress.
-
Klien Mendemonstrasikan
respons yang sesuai stimulasi.
6.
Perubahan proses pikir
berhubungan dengan degenerasi
neuron irreversible
-
Klien menginterpretasikan
stimulus sedikit demi sedikit
-
Klien mengakomodasikan
sedikit demi sedikit suatu ide/perintah
-
Klien mengenali
orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya.
-
Klien mengenali
tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah.
-
Klien mengenali
waktu seperti pagi, siang, dan malam.
7.
Sindrom stress
relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
-
Klien mengidentifikasi
perubahan
-
Klien beradaptasi
pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
-
cemas dan takut klien berkurang
-
Klien membuat
pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.
8.
Koping individu
tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah,
perubahan intelektual
-
Klien menyatakan
atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
sedang terjadi
-
Klien menyatakan
penerimaan diri terhadap situasi
-
Klien Mengakui
dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
haraga diri yang negative
9.
Hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan
intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
-
teknik/metode
klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi
10.
Hambatan interaksi
sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung,
kurang percaya diri)
-
Klien mampu
berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.
-
Klien tidak memiliki
rasa bermusuhan/menyerang orang.
11.
Risiko tinggi
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
-
Klien mendapat diet
nutrisi yang seimbang
-
Mempertahankan/
mendapat kembali BB yang sesuai
-
Klien dapat mengubah
pola asupan yang benar
12.
Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk
mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
-
Keluarga
mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk
memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:EGC
Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia.
Jakarta : FKUI
Muttaqin,
Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare.
2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Alzheimer is a common diseases throughout the world. I hope soon scientists will invent medicine which will overcome Alzheimer and let people enjoy their senility.
BalasHapus