A.
Konsep
Dasar Penyakit
1.
Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis
terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya
sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi
insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit
sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan
hipoglikemia. ( Mary,2009)
2.
Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen
diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65 tahun,
8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti
lansia.
3.
Etiologi
Pada lansia cenderung
terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih
namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal.
Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus.
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam
dua besar:
·
Proses menua/kemunduran
(Penurunan
sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas
insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
·
Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak
makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering
menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu
perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan
gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,
perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari
proses penuaan itu sendiri.
4.
Klasifikasi
·
Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
·
Mudah terjadi ketoasidosis
·
Pengobatan harus dengan insulin
·
Onset akut
·
Biasanya kurus
·
Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
·
Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
·
Didapatkan antibodi sel islet
·
10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
·
Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:
·
Sukar terjadi ketoasidosis
·
Pengobatan tidak harus dengan insulin
·
Onset lambat
·
Gemuk atau tidak gemuk
·
Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
·
Tidak berhubungan dengan HLA
·
Tidak ada antibodi sel islet
·
30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
·
± 100% kembar identik terkena
5.
Manifestasi
Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti
poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis
akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat
muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka
tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia
atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari
kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang
sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan
pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai
yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala
akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal
seluruh badan
e. Pruritus
Vulvae
f. Infeksi
bakteri kulit
g. Infeksi
jamur di kulit
h. Dermatopati
i.
Neuropati perifer
j.
Neuropati viseral
k. Amiotropi
l.
Ulkus Neurotropik
m. Penyakit
ginjal
n. Penyakit
pembuluh darah perifer
o. Penyakit
koroner
p. Penyakit
pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6.
Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin
memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan
sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh
sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa
di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes
melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas
limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes
melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat
pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit
dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
7.
Pathway
8.
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes
mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal.
Ada
5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a.
Diet
Suatu
perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat
kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam
diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin.
b.
Latihan
Latihan
juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan
sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu
mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien
yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan
yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan
dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk
lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan
berat badan.
c.
Pemantauan
Pada
pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d.
Terapi (jika
diperlukan)
Sulfoniluria
adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk
penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan
kadar glukosa darah dalam parameter yang
telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e.
Pendidikan
·
Diet yang harus
dikomsumsi
·
Latihan
·
Penggunaan insulin
9.
Pemeriksaan
Diagnostik
·
Glukosa darah sewaktu
·
Kadar glukosa darah
puasa
·
Tes toleransi glukosa
Kriteria
diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
-
Glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dl (11,1 mmol/L)
-
Glukosa plasma puasa
>140 mg/dl (7,8 mmol/L)
-
Glukosa plasma dari
sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2
jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
10.
Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus
diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut
adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk
dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
·
Komplikasi akut
a.
Diabetes
ketoasidosis
Diabetes
ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi (
penyakit)
· Komplikasi kronis:
a.
Retinopati
diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya
aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan
pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah
pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan
permanen.
b.
Nefropati
diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah
glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut
sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan
hanya pada DM.
c.
Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM.
neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan
autonomic.
d.
Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami
dislipidemia.
e.
Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan
penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe
2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat
mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati,
dan penyakit makrovaskular.
f.
Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic
yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan.
Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan
dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan
amputasi.
g.
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah
di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan
insulin eksogen atau hipoglikemik oral.
B.
Konsep
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Adakah
keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat
Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c.
Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram
otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi,
kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
e. Integritas
Ego
Stress,
ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria,
nokturia, anuria ), diare
g. Makanan
/ Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
i. Nyeri
/ Kenyamanan
Abdomen
tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk
dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit
kering, gatal, ulkus kulit.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan osmotik
diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
c.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
ditandai dengan gangren pada extremitas.
d.
Kelelahan berhubungan
dengan kondisi fisik yang kurang.
e.
Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko
terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
3.
Perencanaan
Keperawatan
a.
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
§ Pasien
dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
§ Berat
badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Tindakan / intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1.
Timbang
berat badan sesuai indikasi.
|
Mengkaji
pemasukan makanan yang adekuat.
|
2.
Tentukan
program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
klien.
|
Mengidentifikasikan
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
|
3.
Auskultrasi
bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
|
Hiperglikemi,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi
lambung (distensi atau ileus paralitik).
|
4.
Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi
dan elektrolit. Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.
|
Pemberian
makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
|
5.
Identifikasi
makanan yang disukai.
|
Kerja
sama dalam perencanaan makanan.
|
6.
Libatkan
keluarga dalam perencanaan makan.
|
Meningkatkan
rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
|
7.
Observasi
tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau dingin,
denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).
|
Pada
metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap
diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.
|
Kolaborasi
|
|
8.
Lakukan
pemeriksaan gula darah dengan finger
stick.
|
Analisa
di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine.
|
9.
Pantau
pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
|
Gula
darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori.
Saat ini, kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
|
10. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
|
Insulin
regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan
subkutan sangat lambat.
|
11. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin
normal).
|
Larutan
glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan
untuk menghindari hipoglikemia.
|
12. Konsultasi dengan ahli gizi.
|
Bermanfaat
dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
|
b. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan osmotik
diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
§ Pasien
menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat
secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Tindakan
/ Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1.
Kaji
riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
|
Membantu
memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi mengakibatkan
demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.
|
2.
Pantau
tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
|
Hipovolemi
dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring
ke duduk atau berdiri.
|
3.
Pantau
pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau
keton.
|
Perlu
mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton
disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis
terkoreksi.
|
4.
Pantau
frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya
periode apnea dan sianosi.
|
Hiperglikemia
dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi
peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan
melalui kompensasi pada asidosis.`
|
5.
Pantau
suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
|
Demam,
menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.
|
6.
Kaji nadi
perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
|
Merupakan
indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
|
7.
Pantau
masukan dan pengeluaran.
|
Memperkirakan
kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang
diberikan.
|
8.
Ukur
berat badan setiap hari.
|
Memberikan
hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
|
9.
Pertahankan
pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
|
Mempertahankan
hidrasi atau volume sirkulasi.
|
10. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman.
Selimuti klien dengan kain yang tipis.
|
Menghindari
pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan
kehilangan cairan.
|
11. Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
|
Perubahan
mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit abnormal,
asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
|
12. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi
lambung.
|
Kekurangan
cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering menimbulkan
muntah dan secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
|
13. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat,
edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
|
Pemberian
cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan
gagal jantung kronis.
|
Kolaborasi
|
|
14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
11.
Normal
salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
12.
Albumin,
plasma, atau dekstran.
|
Tipe dan
jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien
secara individual.
Plasma
ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah
tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
|
15. Pasang kateter urine.
|
Memberikan
pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika neuropati
otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.
|
c.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil :
- menunjukan peningkatan integritas kulit
· Menghindari
cidera kulit
Tindakan / intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1.
Inspeksi kulit
terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
|
Menandakan aliran sirkulasi
buruk yang dapat menimbulkan infeksi
|
2. Ubah
posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
|
Menurunkan tekanan
pada edema dan menurunkan iskemia
|
3. Pertahankan
alas kering dan bebas lipatan
|
Menurunkan iritasi
dermal
|
4. Beri
perawatan kulit seperti penggunaan
lotion
|
Menghilangkan
kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
|
5. Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptik
|
Mencegah terjadinya
infeksi
|
6. Anjurkan
pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
|
Menurunkan resiko
cedera pada kulit oleh karena garukan
|
7. Motivasi
klien untuk makan makanan TKTP
|
Makanan TKTP dapat
membantu penyembuhan jaringan kulit
yang rusak
|
d.
Kelelahan berhubungan
dengan kondisi fisik yang kurang.
Tujuan : setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil klien
dapat:
·
Mengidentifikasikan
pola keletihan setiap hari.
·
Mengidentifikasi tanda
dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi toleransi
aktivitas.
·
Mengungkapkan
peningkatan tingkat energi.
·
Menunjukkan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Tindakan
/ intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1. Diskusikan
kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan identifikasi aktivitas
yang menimbulkan kelelahan.
|
Pendidikan dapat memberikan
motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien sangat lemah.
|
2.
Diskusikan penyebab
keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur, peningkatan upaya
yang diperlukan untuk ADL.
|
Dengan
mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal aktivitas.
|
3.
Bantu
mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0=tidak
lelah, 10= sangat kelelahan)
|
Mengidentifikasi
waktu puncak energi dan kelelahan membantu dalam merencanakan akivitas untuk
memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.
|
4.
Berikan aktivitas
alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
|
Mencegah
kelelahan yang berlebih.
|
5.
Pantau nadi ,
frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah melakukan aktivitas.
|
Mengindikasikan
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
|
6.
Tingkatkan
partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.
|
Memungkinkan
kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi.
|
7.
Ajarkan untuk
mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan aktivitas
penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk.
|
Membantu
dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang berlebihan.
|
e.
Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
Tujuan
: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
·
Tidak
ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
·
Terjadi
perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana /
intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti
demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh
atau berkabut.
|
Pasien
mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
|
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci
tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri.
|
Mencegah
timbulnya infeksi nosokomial.
|
3.
Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
|
Kadar
glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan
kuman.
|
4.
Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap
kencang.
|
Sirkulasi
perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit.
|
5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah
dijangkau untuk penampungan sputum atau secret yang lainnya.
|
Mengurangi
penyebaran infeksi.
|
Kolaborasi
|
|
6. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai
dengan indikasi.
|
Untuk
mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
|
7. Berikan obat antibiotik yang sesuai
|
Penanganan
awal dapat mambantu mencegah timbulnya sepsis.
|
f. Resiko
terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :
·
Dapat menunjukkan
terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan factor risiko dan untuk
melindungi diri dari cidera.
·
Mengubah
lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Rencana /
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
|
|
1. Hindarkan
lantai yang licin.
|
Lantai licin
dapat menyebabkan risiko jatuh pada pasien.
|
2.
Gunakan bed yang
rendah.
|
Mempermudah
pasien untuk naik dan turun dari tempat tidur.
|
3.
Orientasikan klien
dengan ruangan.
|
Lansia daya
ingatnya sudah menurun, sehingga diperlukan orientasi ruangan agar lansia bisa
menyesuaikan diri terhadap ruangan.
|
4.
Bantu klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
|
Lansia sudah
mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari
diperlukan bantuan dari orang lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
|
5. Bantu
pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
|
Keterbatasan
aktivitas tergantung pada kondisi lansia.
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes
Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan
Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Luecknote,
Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus
Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa
H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
lama tidak posting lagi ya ... hehehe
BalasHapusMy grandfather had this disease. It was so sad to look how he was dying. Unfortunately diabetes killed him. I am sure that hard disease prevention is extremely important!
BalasHapus